Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Antara Bisnis Mukena dan Pemberdayaan Manusia

Fathurrozak
25/8/2024 05:15
Antara Bisnis Mukena dan Pemberdayaan Manusia
Pendiri merek mukena asal Malaysia Siti Khadijah, Puan Padzilah Enda Sulaiman.(Dok. Pribadi)

RESAH karena sulit menemukan telekung (mukena) yang nyaman dikenakan menjadi landasan Puan Padzilah Enda Sulaiman menjahit sendiri perangkat salat untuk perempuan tersebut. Ketika itu, di pasaran, belum banyak opsi mukena yang nyaman dan memudahkan aktivitas beribadah. Salah satu yang disoroti ialah bagian wajah pada telekung.

Puan segera mencari bahan yang dianggapnya nyaman sekaligus berkualitas. Selanjutnya ia mendesain telekung dengan bagian wajah yang bisa mengikuti penggunanya. Kemudian, dijahitlah telekung tersebut seorang diri. Itulah cikal bakal lahirnya jenama Siti Khadijah yang dirintis sejak 2009.

“Desain awal itu memang saya sendiri yang menjahit. Saya mencoba untuk membuat mukena sesuai fitur wajah saya. Tapi kalau mau dipakai oleh orang lain, saya juga harus mempelajari berbagai bentuk wajah dan berbagai macam ukuran. Sebab itu, saya meriset lebih lanjut agar produk mukena Siti Khadijah sesuai dan bisa dipakai untuk semua perempuan. Jadi memang salah satu yang saya prioritaskan sejak awal itu bagian wajah agar bisa stretch pada dagu dan dahi,” kata Puan Padzilah Enda Sulaiman, pendiri merek mukena asal Malaysia Siti Khadijah, dalam wawancara eksklusif bersama Media Indonesia via konferensi video, Sabtu (15/6).

Baca juga : Lipat Ganda Portofolio Hilton di Indonesia

Siti Khadijah lalu bertumbuh menjadi merek mukena premium di Malaysia. Bermula dari mulut ke mulut, popularitas dan penjualannya kian meningkat hingga masuk ke pasar Indonesia. Kini, Siti Khadijah memiliki butik dan tempat produksi di Indonesia sekitar delapan hingga sembilan tahun belakang.

Di Malaysia, saat ini Siti Khadijah menjual sekitar 30 ribu unit produk per bulan. Adapun di Indonesia, disebut Puan, masih berada di 10% dari jumlah yang ada di Malaysia. Ia berharap kelak di Indonesia bisa mencapai 10 kali lipat dari skala yang ada di negara asalnya.

 

Baca juga : Ekspansi Kebahagiaan dari Arena Bermain

Perluas jenis produk

Saat ini, Siti Khadijah memperluas lini produk seperti fesyen muslim dan fesyen gaya hidup untuk anak dan laki-laki. Perluasan ini, ucap Puan, bukan semata mengikuti tren, tetapi karena ada permintaan pasar yang membutuhkan produk fesyen di luar mukena. Mulanya, banyak konsumen yang datang dan membeli mukena untuk perlengkapan umrah dan haji. Lalu terpikir untuk menyediakan perlengkapan lain yang dibawa ke Tanah Suci.

“Orang yang mau pergi umrah itu kan bukan saja butuh mukena, tapi ada gamis, jilbab, dan segala macam. Jadi dari melihat kebutuhan konsumen itulah kami mengembangkan lini produk lain. Memang karena ada permintaan,” ungkap Puan.

Baca juga : Merangkul Industri dan Komunitas Film

Puan menyadari, 15 tahun bukan waktu singkat untuk perjalanan jenama yang dibangunnya. Ia menyebut pada fase awal hanya mengandalkan marketing yang organik. Ketika skala bisnisnya semakin bertumbuh, ia harus mendorong dengan upaya promosi yang lebih serius.

 

Ekspansi hingga Timur Tengah

Baca juga : Menonjolkan Sisi Autentik Indonesia pada Busana

Sebagai perusahaan yang bermula dari bisnis keluarga, Siti Khadijah telah bertransformasi secara struktural. Kini keputusan-keputusan bisnis harus berdasar pada pertimbangan profesional dari jajaran direksi.

Puan menceritakan, dulu keputusan bisnis diambil dari hasil riset pasar lantaran anggota keluarga tidak ada yang memiliki latar belakang pendidikan bisnis, lebih banyak didominasi dari disiplin ilmu teknik. “Kalau dulu, saya sendiri, sekarang sudah ada board of director yang memberi keputusan. Meski ini family business, tapi juga harus digabung antara profesional dan juga sisi family, sehingga secara manajemen menjadi lebih rapi dan lengkap,” ujar Puan.

Seusai perjalanan panjang, Siti Khadijah telah menemukan pasar yang mapan di Malaysia, Indonesia, dan Singapura. Puan mengatakan pasar di Indonesia cukup beragam, spesifikasi di tiap kota berbeda. “Kalau di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Medan itu biasanya lebih menyukai desain yang modern dan simpel. Sementara di beberapa wilayah lain seperti Sumatra, Balikpapan, lebih menyukai desain yang meriah,” tuturnya.

Setelah mapan di kawasan Asia Tenggara, Siti Khadijah tengah memproyeksikan ekspansi ke pasar di kawasan Timur Tengah, dimulai dari Madinah. Rencana ini, disebut Puan, akan dieksekusi sekurangnya dalam waktu dua tahun ke depan. Soal ekspansi, Puan belajar dari pengalaman, sehingga harus memiliki rencana yang matang terlebih dahulu. Soal pemimpin jenama di negara tujuan pun tak melulu harus berasal dari garis keturunan keluarganya, tapi bisa merekrut profesional di luar keluarganya.

Jika di Indonesia Puan juga mendirikan pabrik untuk produksi jenama Siti Khadijah, tidak dengan pasar Timur Tengah. Hal itu mengacu pada penerapan kebijakan bagi perusahaan luar negeri yang hendak beroperasi. Untuk itu, Puan menyiapkan di negara mana produksi mukena bisa berjalan untuk pasar Timur Tengah. Salah satu yang masuk daftar proyeksi ialah Bangladesh.

 

Berdampak pada sosial

Salah satu prinsip yang kukuh dipegang oleh Puan ialah pemberdayaan lingkungan sosial di negara tempat perusahaannya melakukan ekspansi. Ia tidak ingin hanya sekadar menyiapkan atau menjual kebutuhan ibadah dan fesyen semata.

Di Malaysia, misalnya, Puan mengutamakan pekerja berasal dari para ibu yang menjadi orangtua tunggal, lansia, dan kelompok yang kurang mendapatkan kesempatan bekerja di sektor formal. Begitu pun ketika Siti Khadijah membuka perusahaan produksi di Indonesia, ia berharap para pekerja tidak perlu lagi merantau jauh hingga ke luar negeri.

“Jadi itu nilai yang saya pegang sampai sekarang. Begitu pun di Indonesia, saya mengumpulkan orang-orang Indonesia dari luar kota untuk menjahit di perusahaan saya. Mereka tak perlu lagi pergi ke Malaysia atau Arab Saudi karena saya menyediakan tempat untuk mereka bekerja di negara sendiri. Mitra kerja yang saya cari pun harus memiliki nilai semacam itu jika ingin bekerja sama," tukasnya.

Meskipun sudah memiliki nama besar, Siti Khadihah masih menghadapi tantangan pembajakan desain. Ia mengaku tidak segan membawa pembajak ke jalur hukum jika memang terbukti melakukan plagiasi. Siti Khadijah sudah mendapati tiga kasus plagiasi yang menyeret perusahaan lain dan diperkarakan di pengadilan.(M-3)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya