Headline
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.
Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.
Penelitian terbaru terkait psikologi dan ilmu bahasa dari University College London (UCL) mengungkapkan orang tua yang sering berteriak kepada anak-anak mereka atau menyebut mereka “bodoh” bisa berdampak negatif bagi perilaku dan psikis anak. Hal itu dapat mengakibatkan anak lebih besar berisiko menyakiti diri sendiri dan bertindak kriminal, seperti menggunakan narkoba dan sebagainya.
Para ilmuwan mengatakan berbicara kasar kepada anak-anak diakui sebagai salah satu bentuk pelecehan karena kerusakan yang ditimbulkannya sangat besar. Pelecehan tersebut termasuk dalam kategori verbal dari orang dewasa ke anak yang ditandai dengan berteriak, membentak, merendahkan anak, dan ancaman verbal atau lewat kata-kata.
“Jenis-jenis tindakan orang dewasa yang sering berteriak ini dapat merusak perkembangan anak seperti halnya subtipe penganiayaan, dampak itu sama seperti yang ditimbulkan dari pelecehan fisik dan seksual pada masa kanak-kanak. Hal ini sudah terbukti secara forensik,” ujar para akademisi dalam makalah penelitian seperti dilansir dari Guardian pada Kamis (5/10).
Penelitian yang dipublikasi pada Jurnal Child Abuse & Neglect ini lebih lanjut menjelaskan banyak anak yang mengalami pelecehan verbal daripada pelecehan fisik atau seksual. Jumlahnya kian mengalami peningkatan mencapai 40% dan diperkirakan terus bertambah.
Ahli medis terkait pelecehan anak dari Amerika Serikat dan salah satu penulis studi tersebut, Prof Shanta R Dube dalam penelitiannya menemukan bahwa orang dewasa sering kali tak menyadari bagaimana nada bentakan dan kata-kata yang mengkritik, seperti bodoh dan malas, dapat berdampak negatif pada anak-anak, terutama jika hal itu diadopsi menjadi cara untuk mendidik.
Sementara itu, salah satu penulis makalah dan kepala divisi psikologi dan ilmu bahasa di University College London (UCL) serta kepala eksekutif pusat Anna Freud, Prof Peter Fonagy mengatakan bahwa anak-anak secara genetis dipersiapkan untuk mempercayai apa yang dikatakan orang dewasa, sehingga menganggap perkataan tersebut sebagai sesuatu yang serius dan dianggap benar.
“Jika kita menghancurkan kepercayaan diri anak dengan menggunakan kata-kata untuk melecehkan daripada mengajar, hal ini dapat membuat anak-anak tidak hanya merasa malu, terisolasi, dan dikucilkan, namun juga tidak bisa berkomunikasi secara baik dengan komunitas mereka, bahkan bisa menarik diri dari lingkungan,” ungkapnya.
Studi yang melibatkan responden representatif dari 20.556 penduduk Inggris ini menemukan bahwa sebanyak 19.9% pernah mengalami pelecehan verbal hampir dua kali lipat. Sebanyak 10.8% dari mereka melampiaskan amarah dan rasa tak berdayanya dengan menggunakan ganja. Sementara sekitar 4.4% berakhir di penjara.
Ada pula survei terbaru di Inggris yang melibatkan 1.000 anak berusia 11 hingga 17 tahun yang meneliti lebih lanjut dampak dari makian orang dewasa terhadap anak-anak. Peneliti menemukan ada 41% anak-anak yang mengatakan bahwa orang dewasa terutama orang tua, pengasuh, guru, dan orang tua teman sering menggunakan kata-kata yang menyakitkan dan menjengkelkan untuk menyalahkan, menghina, atau mengkritik mereka. Sekitar 51% dari anak-anak itu mengatakan bahwa mereka mengalami hal itu setiap pekan. Sementara itu 1 dari 10 orang mengatakan bahwa mereka mengalaminya setiap hari.
Ketika ditanya kata-kata apa yang paling menyakitkan dan menjengkelkan yang pernah mereka alami, ada beberapa kata yang sering didengar anak-anak yaitu “kamu tidak berguna”, “kamu bodoh”, dan “kamu tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar”. Sebaliknya, kata-kata paling positif yang mereka dengar dari orang dewasa adalah “saya bangga padamu”, “kamu pasti bisa”, dan “saya percaya padamu”.
Words Matter
Keprihatinan di antara para ahli dalam perkembangan anak dan kesehatan mental tentang tingkat pelecehan verbal yang dilakukan orang dewasa, telah mendorong terciptanya badan amal baru yaitu Words Matter. Badan ini memiliki tujuan adalah untuk meningkatkan kesadaran para orang dewasa agar mengakhiri kebiasaan buruk memaki.
“Dari ratusan penelitian terkait kekerasan verbal terhadap anak, terbukti sangat memengaruhi psikologis mereka sehingga memungkinkan anak tumbuh menjadi individu yang kasar terhadap dirinya sendiri dan orang lain serta berperilaku kriminal,” jelas Fonagy.
“Ancaman dengan kata-kata kasar itu bisa membuat anak merasa rendah harga diri, menggunakan nikotin, alkohol, dan obat-obatan terlarang, peningkatan risiko kecemasan, depresi, dan bahkan gangguan psikotik,” tambahnya.
Ada pula makalah yang ditulis oleh Dube, Fonagy, dan akademisi lainnya di UCL yang menemukan bahwa 36,1% anak-anak di seluruh dunia pernah mengalami pelecehan emosional, termasuk pelecehan verbal. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari 25% yang mengalami pelecehan seksual dan 22% yang mengalami pelecehan fisik.
Sebuah penelitian terbaru terhadap anak muda di AS oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit juga menemukan bahwa 55% siswa sekolah yang lebih tua pernah dimaki-maki atau mengalami penghinaan verbal lainnya di dalam keluarga.
Dube mengatakan bahwa pelecehan verbal pada masa kanak-kanak tidak masuk dalam radar untuk dideteksi dan sulit dicegah karena hanya sedikit orang dewasa yang menyadari bahwa ini adalah masalah yang umum dan berbahaya.
“Orang tua khususnya perlu disadarkan bahwa cara mereka berbicara kepada anak-anak dapat memiliki dampak seumur hidup, sehingga mereka harus memahami secara baik kalimat yang diungkapkan dan mulai berbicara yang positif kepada anak-anak mereka,” ujarnya. (M-3)
Dilansir dari The Atlantic, pareidolia merupakan fenomena psikologi saat setiap orang dapat melihat bentuk tertentu pada gambar biasa, namun persepsinya cenderung berbeda dengan orang lain.
Perasaan sedih dan stres saat harus kembali ke rutinitas usai liburan dalam dunia psikologi disebut dengan istilah post holiday blues.
Pondok Pesantren Darunnajah menghadirkan Darunnajah Assessment and Development Center (DADC), sebuah pusat asesmen dan pengembangan psikologis bagi santri, pendidik, dan masyarakat umum.
Pentingnya peran psikologi sebagai disiplin ilmu dan praktik dalam mendukung pembangunan bangsa, terutama dalam menciptakan masyarakat yang sehat secara mental dan berdaya saing.
Saat ini, timnas U-20 sedang menjalani pemusatan latihan di Jakarta, yang dijadwalkan berlangsung sejak 5-30 Januari sebelum tampil di Piala Asia U-20 di Tiongkok.
Layanan curhat yang diberikan Mega Salsabilah memang tidak memberikan solusi seperti seorang ahli, namun setidaknya memberikan kebahagiaan bagi orang yang bercerita kepadanya.
Musik bisa merangsang area otak seperti lobus temporal untuk pendengaran, lobus frontal untuk emosi, cerebellum untuk koneksi motorik.
Menurut sejumlah penelitian, musik bisa dikenalkan kepada anak dari usia di bawah enam tahun.
Kriteria informasi yang layak bagi anak adalah informasi yang bersifat positif, mendukung tumbuh kembang anak, serta sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Menurut Director Learning Development JMAkademi, Coach A Ricky Suroso, orangtua perlu membekali anak-anaknya di usia golden untuk tangguh dalam karakter dan punya daya juang tinggi.
Konsumsi makanan dan minuman dengan kadar gula tinggi dapat menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas serta memicu diabetes dan gangguan kesehatan jantung.
Jika anak dalam kondisi yang prima tanpa adanya masalah pada saluran pencernaan dan dapat tumbuh serta berkembang dengan baik, pemberian probiotik tidak perlu harus rutin.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved