Headline

Presiden Prabowo berupaya melindungi nasib pekerja.

Fokus

Laporan itu merupakan indikasi lemahnya budaya ilmiah unggul pada kalangan dosen di perguruan tinggi Indonesia.

Mel Ahyar Mencari Pijakan Keseimbangan Budaya Lewat Kultulibrasi

Devi Harahap
15/8/2023 16:17
Mel Ahyar Mencari Pijakan Keseimbangan Budaya Lewat Kultulibrasi
Koleksi Mel Ahyar dalam tajuk Kultulibrasi(Dok Mel Ahyar)

DESAINER Mel Ahyar kembali menunjukan kreativitasnya dengan menghadirkan koleksi terbaru bertajuk Kultulibrasi. Koleksi ini menjadi upaya untuk melestarikan kekayaan budaya Indonesia yang semakin terpinggirkan dan hasil interpretasi atas regenerasi berimbang antara pelaku dan konsumen budaya.

Kultulibrasi dimaknai sebagai proses menemukan titik antara keseimbangan budaya, seperti mencari pijakan keseimbangan dan keharmonisan di atas negosiasi konflik-konflik demi regenerasi, relevansi dan legasi. Lewat pagelaran fashion show yang diselenggarakan di City Hall, PIM 3, pada Kamis (10/8), Mel Ahyar menampilkan 75 koleksi dalam tiga segmen.

Tajuk kultulibrasi sengaja dihadirkan Mel lantaran melihat adanya kesenjangan hingga konflik-konflik yang ada dalam pewarisan budaya khususnya wastra. Dengan mengangkat kembali wastra dalam pagelaran fesyen, Mel berusaha mencari pijakan keseimbangan budaya antara generasi muda dan tua. 

“Adaptasi budaya ini pasti terjadi bukan pilihan, dalam proses adaptasi ini biasanya ada konflik-konflik, seperti konflik horizontal terkait dengan teknologi yang muda dan tua, lalu konflik di lintas generasi artinya ketika budaya ini beradaptasi, kita tidak boleh melupakan ada perbedaan generasi. Ini yang menjadi tantangan tersendiri,” ujar Mel Ahyar saat ditemui Media Indonesia sebelum pagelaran dimulai.

Segmen pertama ditampilkan karya RIKURIKU dari HAPPA dan XY, dilanjutkan pada segmen kedua lewat koleksi Mel Ahyar ARCHIPELAGO, dan segmen ketiga ditutup oleh Mel Ahyar Fall/Winter 2023-2024. 

HAPPA dan XY, dua merek Ready to Wear yang juga dikelola oleh MMAC, muncul sebagai pembuka. Koleksi ini menampilkan koleksi RIKURIKU yang terinspirasi dari cerita ukiran Suku Asmat.

“RIKURIKU tampil membawa passion maskulinitas pria Asmat yang memahat kayu to leave their mark on earth, as a legacy and tribute to the ancestors. Hal ini terlihat dalam motif kerangka garis-garis floral yang rimbun maupun fauna, seperti lekuk ukiran kayu,” cerita Mel.

Ragam busana dalam balutan motif kerangka garis0garis flora dan fauna yang rimbun seperti lekuk ukiran kayu nampak pada koleksi di segmen pertama. Palet warna earthy yang diadaptasi dari lukisan wajah khas Asmat juga tampil ciamik dengan pewarna alami seperti merah tanah, putih bubuk cangkang kerang, dan hitam arang tumbuk.

Meski didominasi dress yang terlihat casual dengan sedikit mix and match, ada pula beberapa busana pria yang didominasi ragam atasan berlengan panjang di samping opsi outerwear, seperti jaket, ponco dan mantel.

Pada puncak acara, Mel Ahyar menghadirkan ‘hidangan utama’ dari acara ini berupa koleksi Mel Ahyar ARCHIPELAGO yang mengusung wastra Nusantara dari 3 daerah yaitu Batik Gedog Tuban ‘Onomatope’, Tapis Lampung ‘Mulang Tiuh’ dan Medan as The Melting Pot. Ketiganya menghadirkan sisi regenerasi budaya secara berbeda. 

Pada bagian Gedog Tuban yang merupakan batik tulis di atas kain tenun dengan status cukup critically endangered, Mel menyuguhkannya hampir secara ‘utuh’ sebagai bahan baku utama. Kain Gedog terbuat dari kapas yang kemudian ditenun lalu dibatik. Sebenarnya, batik ini jarang dipakai untuk busana, lebih sering dilihat pada aksesori perabotan rumah tangga.

Baca juga: Mel Ahyar Luncurkan Koleksi Tenun Nusantara Teranyar 'Kawin Campur’

Sementara Mulang Tiuh mengambil craftsmanship tapis dan sulam usus Lampung di atas kain dan motif modern. Lain lagi dengan Medan yang diangkat sebagai melting pot berbagai wastra khas Sumatra Utara seperti songket Melayu, Ulos Batak, dan lain-lain.

“Medan adalah Singapuranya Sumatra Utara. Medan itu bukan hanya Batak, di sana ada Melayu, Chinese, dan India. Medan juga menjadi pusat perniagaan dan pengembangan produk wastra. Medan itu sangat berakulturasi,” jelasnya 

“Sedangkan Lampung, memiliki ragam tenun dengan teknik statis dan sulam. Khusus pada koleksi ini, saya mengangkat teknik tapis, menggandeng teman-teman pengrajin dari lampung untuk menapis di bahan yang sudah jadi, lalu diberi pola dan kita satukan menjadi kesatuan outfit,” imbuhnya.

Pada akhir segmen, Mel Ahyar menampilkan koleksi Fall/Winter 2023-2024 yang mencerminkan kejelian memotret fenomena dua dimensi dinamika budaya yang senantiasa berkonflik: dimensi horizontal sebagai medan pertemuan aspek teknologi, geografi hingga sosio-ekonomi, serta dimensi vertikal yaitu lintas generasi (Baby Boomers, X, Y/Millennial dan Z). 

Siluet dalam koleksi ini dipengaruhi mode 1940-2000an. Terlihat juga dari padu-padan aneka elemen detail berbagai dekade dalam tiap piece-nya. Hadir pula kebaya dengan potongan volume yang tegas, geometris, dan asimetris. Detail yang dipergunakan adalah detail bunga 3D dari mika, sulaman tangan, sulam usus, tapis, serta efek dari bunga yang diawetkan.

Dalam mewujudkan koleksi Kultulibrasi, Mel membutuhkan waktu sekitar 4 bulan dalam proses kreatifnya dan telah bekerja sama dengan berbagai pengrajin wastra dengan melibatkan setidaknya lebih dari 20 rumah pengrajin.(M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya