Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Seminar Internasional hingga Peluncuran Buku Semarakkan Festival Tradisi Lisan

Devi Harahap
12/6/2023 19:45
Seminar Internasional hingga Peluncuran Buku Semarakkan Festival Tradisi Lisan
Festival Tradisi Lisan XII berlangsung 12 - 15 Juni 2023 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.(Instagram @asosiasi_tradisi_lisan)

ASOSIASI Tradisi Lisan (ATL) kembali menggelar Festival Tradisi Lisan. Kali ini mencapai gelaran ke-12, festival yang diselenggarakan bekerjasama dengan Ditjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dan juga didukung Media Indonesia itu berlangsung 12 hingga 15 Juni 2023 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

 

Beragam acara menarik dan sarat wawasan diselenggarakan di festival yang pertama kali diadakan pada 1993 atau bersamaan dengan tahun berdirinya ATL. “Acara ini pertama kali terinisiasi berdasarkan pemikiran bahwa tradisi lisan seharusnya tidak hanya untuk dibaca dan dituliskan dalam buku-buku, terapi juga harus di mata kita dengan cara dilihat dan didengar serta dirasakan sehingga bisa hidup di tengah-tengah masyarakat, karena jika tidak ditampilkan, semakin lama akan semakin punah,” papar Ketua Umum ATL, Pudentia MPSS saat konferensi pers di Taman Ismail Marzuki Jakarta pada Senin (12/6).

 

Kali ini, Festival Tradisi Lisan XII mengusung tema “Tradisi Lisan Melintasi Pandemi, Konflik, dan Teknologi Terbaru Pasca Pandemi dalam Merawat Alam dan Kehidupan”. Seminar internasional dalam gelaran ini akan menghadirkan para akademisi dan peneliti dari berbagai universitas dan lembaga di Indonesia serta mancanegara.

 

 “Di sini kita berpikir bagaimana caranya agar membuat sebanyak mungkin orang bisa mengetahui tradisi-tradisi yang ada di Indonesia, salah satunya bekerjasama dengan Media Indonesia yang memiliki visi dan misi serupa yaitu ingin memperkenalkan tradisi-tradisi yang ada dari daerah-daerah di Indonesia kepada publik luas,” kata Pudentia yang asosiasinya telah diakui UNESCO.

 

Selain seminar, pada Selasa (13/6), akan digelar peluncuran buku berjudul “Nyanyi Sunyi Tradisi Lisan” yang merupakan kolaborasi ATL dan Media Indonesia. Tulisan-tulisan pada buku tersebut telah lebih dulu diterbitkan di halaman Tradisi Lisan yang terbit pada hari Minggu pertama dan ketiga setiap bulannya, di koran Media Indonesia.

 

“Media Indonesia telah bekerja sama dengan Asosiasi Tradisi Lisan sejak 2020. Media Indonesia menerbitkan tulisan dari para peneliti dan pelaku tradisi yang luar biasa sekali, mereka menuliskan tentang berbagai tradisi di wilayah Indonesia. Tulisan-tulisan itu kemudian kami kurasi untuk selanjutnya diterbitkan pada sebuah buku,” jelas Iis.

 

Buku Nyanyian Sunyi Tradisi Lisan merupakan buku ke-2 hasil kerjasama Media Indonesia dan ATL. Untuk penerbitan tahun ini, buku terdiri dari 15 tulisan terpilih yang mampu merangkum benang merah pencarian bentuk tradisi lisan di Tanah Air yang dari hari ke hari semakin terpinggirkan.

 

Sementara itu, Pudentia menjelaskan alasan bahwa judul buku Nyanyi Sunyi Tradisi Lisan mencerminkan cara kerja ATL memperkenalkan tradisi lisan ke masyarakat luas. “Dalam memperkenalkan tradisi lisan, kita tidak ikut huru-hara, tidak mengacu pada berapa jumlah follower yang banyak atau sedikit, karena kami paham yang mau belajar tradisi lisan mungkin hanya beberapa orang, tetapi kita selalu berupaya untuk mengajak orang lain dan juga menyadarkan orang-orang untuk cinta tradisi agar melihat ini sebagai sesuatu kekuatan untuk membangun negeri ini,” ungkapnya.

 

Lebih lanjut, Pudentia juga mengungkapkan bahwa dalam konteks pemajuan kebudayaan, tradisi lisan tak hanya sekedar sebatas berwujud cerita rakyat, akan tetapi bisa dikembangkan lebih jauh misalnya dalam industri kreatif dan pariwisata. Dengan begitu, tradisi lisan dapat menjdi nilai tambah bagi komunitas lokal serta mensejahterakan berbagai pihak yang terlibat dalam tradisi tersebut.

 

“Jadi jangan kita pergi memasukkan tradisi ke UNESCO seperti mendaftarkan kebaya dan pantun tetapi ternyata para pelaku tradisi tersebut tertinggal dan jauh dari kesejahteraan. Ini yang selalu menjadi kepedulian kami,” tandasnya. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti
Berita Lainnya