Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Nestapa di Sebuah Kawasan Desa Wisata

Adiyanto
16/5/2023 17:05
Nestapa di Sebuah Kawasan Desa Wisata
Rumah-rumah berwarna pastel di Desa Olymbos( Louisa GOULIAMAKI / AFP)

Mereka mungkin tinggal di surga turis, tetapi banyak penduduk desa di pulau itu kecewa terhadap pemerintah pusat yang menurut mereka tidak banyak membantu.

"Kami adalah warga negara kelas dua," kata pensiunan pelaut Manolis Melaisis, yang duduk di luar sebuah kafe di Diafani, di Pulau Karpathos. "Tidak ada dokter yang tinggal di sini lebih dari setahun. Tidak ada apotek dan sebentar lagi juga tidak ada sekolah," katanya.

Karphatos adalah pulau kedua terbesar di Yunani setelah Rhodes. Meski pulau ini termasuk kawasan wisata, hanya ada perjalanan dua feri seminggu ke Athena, ibu kota negara.

Di desa lereng bukit Olymbos, selebaran untuk pemilihan nasional yang akan digelar Minggu depan, terpampang di konter kafe Sofia Chatzipapa.

"Para anggota parlemen, perdana menteri, dan presiden semuanya lewat di sini mengagumi desa kami yang indah. Mereka hanya mengambil foto. Lalu begitu mereka kembali ke Athena, mereka melupakan kami dan masalah kami," ujar seorang perempuan berusia 70-an, yang mengenakan gaun hitam dan kerudung bersulam tradisional pulau itu, menyindir.

Selain tidak ada apotek, Diafani yang dihuni sekitar 200 penduduk dan menarik ribuan turis di musim panas, juga tidak memiliki bank, kantor pos, atau pom bensin. Satu-satunya jalan menuju ibu kota pulau Pigadia, juga berkelok-kelok dan bertabur batu.

Napas kehidupan

Pada tahun 1961, ada sekitar 60 murid. Sekarang hanya ada dua dan sekolah yang mungkin tidak dibuka kembali setelah musim panas.

Sebuah bus menurunkan anak-anak sekolah Diafani yang tersisa -- Vassilis, 11, dan Marinos, 8, yang tinggal di Olymbos.

Guru mereka, Theodora Koukourikou, membawa ransel mereka agar mereka bisa mendaki jalan curam menuju sekolah, yang bertengger di tanjakan menghadap ke laut.

“Sekolah-sekolah di pulau-pulau terpencil ini adalah napas kehidupan bagi masyarakat kecil,” kata guru berusia 27 tahun yang diangkat ke Diafani September lalu. "Setelah ditutup, tidak akan ada yang tersisa dari Diafani atau Olymbos... Itu hanya akan menjadi tujuan turis."

Pada awal tahun ajaran berikutnya, Vassilis akan pergi ke sekolah menengah di Olymbos, bergabung dengan kakak perempuannya dan tujuh murid lainnya. Marinos mungkin juga harus pergi ke sana meski masih terlalu muda.

Olymbos, yang terkenal dengan kincir angin, rumah-rumah berwarna pastel, dan kapelnya, sejauh ini berhasil mempertahankan kerajinan, dialek, dan musik lokalnya tetap hidup. Tapi warisan ini sekarang terancam, seperti masa depan desa itu sendiri.

"Pengabaian desa kami adalah luka terbuka yang tidak berhasil diselesaikan oleh pemerintah," kata Yannis Hatzivassilis, seorang pematung yang menjalankan bisnis ayahnya.

Meminta layanan dasar

"Pada tahun 1960-an orang pergi bekerja di luar negeri dan hanya sedikit yang kembali. Petani sekarang mengabdikan diri pada pariwisata dan generasi muda menginginkan kehidupan yang lebih nyaman," kata Hatzivassilis. "Kami memiliki negara yang indah tetapi bukan administrator yang baik," tegasnya.

Baik Diafani dan Olymbos mengandalkan pasokan dasar di ibu kota pulau, yang berjarak satu setengah jam perjalanan dengan mobil.

"Negara harus mendorong keluarga untuk datang ke daerah terpencil ini dengan hibah atau pengurangan pajak," kata Ilias Papailias, seorang pemilik restoran dan kepala dewan lokal Diafani-Olymbos.

Yannis Prearis adalah tukang sepatu terakhir yang membuat sepatu bot kulit yang secara tradisional dikenakan oleh para wanita Olymbos.

Putranya belum genap berusia dua tahun, tetapi Prearis sudah mengetahui bahwa jika sekolah ditutup, dia akan terpaksa meninggalkan desa itu.

"Kami cuma meminta dokter, sekolah, jalan yang layak, dan transportasi umum, sebuah layanan dasar yang harusnya disediakan oleh negara mana pun di dunia ini untuk semua warganya," katanya lirih.

Meski begitu, ia ingin tetap tinggal di Olymbos. "Kakek saya dan ayah saya melakukan pekerjaan ini dan jika saya pergi, seluruh seni kerajinan itu akan hilang." (AFP/M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya