Headline
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Perekonomian tumbuh 5,12% melampaui prediksi banyak kalangan.
Laut adalah salah satu tempat penyerapan karbon terpenting di planet Bumi. Saat ini ada sekitar 39.000 gigaton karbon dioksida yang tersimpan di lautan, jumlah itu sekitar 50 kali lebih banyak daripada yang beredar di lapisan atmosfer.
Meskipun demikian, kita tidak bisa mengandalkan penyimpanan karbon ini untuk menyelesaikan masalah krisis iklim, karena kita memproduksi terlalu banyak karbon dioksida (CO₂) secara cepat. Terlebih lagi, sebuah studi baru menunjukkan bahwa laut yang tercemar saat ini tidak mampu menampung banyak karbon dari yang diperkirakan sebelumnya.
Para ilmuwan melihat spesies baru mikroba berupa tanaman mikroskopis yang hidup di dekat permukaan air laut, dapat berpotensi menyerap karbon secara alami hingga tersimpan di dasar laut. Namun, berdasarkan model penelitian partikel baru yang ditemukan para peneliti, ternyata proses penyerapan ini hanya mampu menyimpan sedikit karbon.
“Laut dapat berfungsi sebagai penyerap karbon yang secara alami memengaruhi jumlah karbon di atmosfer. Namn, dalam penelitian ini, kami menunjukkan bahwa ketahanan laut dalam menyimpan karbon dioksida kini jauh lebih kecil daripada yang diasumsikan secara umum,” kata Chelsey Baker, Analis Model Biogeokimia Laut dari Pusat Oseanografi Nasional di Inggris, seperiti dillansir sciencealert pada Minggu (26/6).
Karbon memerlukan waktu hingga seratus tahun untuk dapat diuraikan dengan iklim laut. Sampai sekarang, diperkirakan jalur sirkulasi laut dalam mencapai seribu meter akan menyimpan setiap bit karbon yang diserap.
Hasil simulasi yang dilakukan para peneliti menyatakan bahwa rata-rata hanya 66 persen karbon yang bisa diserap dan disimpan di laut dengan kedalaman 1.000 meter (3.250 kaki) di Samudra Atlantik Utara.
Sementara itu, efisiensi penyerapan CO₂ sangat bervariasi, hal ini dipengaruhi oleh beragam faktor termasuk arus laut dan suhu. Karbon harus diserap oleh laut hingga kedalaman 2.000 meter (6.500 kaki) agar secara pasti bisa tersimpan selama lebih dari 100 tahun. 94 persen karbon bisa bertahan selama satu abad atau lebih jika berada di kedalaman 2.000 meter.
“Temuan ini memiliki implikasi untuk perkiraan prediksi masa depan penyerapan karbon oleh model biogeokimia global, yang mungkin dilebih-lebihkan, serta untuk strategi pengelolaan karbon,” tulis para peneliti dalam makalah yang telah diterbitkan.
Seiring perubahan iklim dan lautan, model ini perlu diperbarui. Para ahli berpikir bahwa saat bumi semakin memanas, lautan akan memiliki beragam klasifikasi di masa depan sehingga kapasitas karbon yang terserap ke dasar laut akan berkurang.
Para ilmuwan perlu mengetahui dengan presisi sebanyak mungkin berapa banyak CO₂ yang kita hasilkan, seberapa banyak lautan yang mampu menyimpan, dan berapa lama kemungkinannya akan tersimpan.
Ada kemungkinan bahwa dengan menambah siklus karbon alami dengan berbagai cara, akan lebih banyak karbon yang bisa diambil dari sirkulasi atmosfer. Namun, sebelum melakukanny, kita perlu mengetahui seberapa efektif dan efisien laut dalam dalam penyerapan karbon.
"Temuan kami bisa menjadi penting karena kapasitas penyimpanan karbon yang ditingkatkan secara artifisial oleh lautan adalah salah satu jalan yang sedang dieksplorasi untuk membantu kami mencapai emisi karbon nol bersih pada tahun 2050. Misalnya, dengan skema laut untuk menghilangkan karbon dioksida, sama halnya seperti pengumpulan besi,” kata Baker.
Laut memang mempunyai kemampuan yang sangat besar untuk menyerap CO₂ dari atmosfer, namun kemampuannya tergantung dari sehat atau tidaknya laut itu sendiri.(M-4)
Studi Nature ungkap pemanasan global tingkatkan fotosintesis darat, tapi lemahkan produktivitas laut. Hal itu berdampak pada iklim dan rantai makanan global.
Komitmen terhadap pengelolaan lingkungan berkelanjutan harus ditegakkan secara konsisten demi menjawab ancaman serius akibat pemanasan global.
Riset terbaru mengungkap pemanasan global membuat ribuan meteorit tenggelam di bawah es Antartika setiap tahun.
Mencairnya gletser memuci letusan gunung api yang lebih sering dan eksplosof, yang memperparah krisis iklim.
Penelitian terbaru mengungkap hilangnya hutan tropis menyebabkan pemanasan global berkepanjangan setelah peristiwa Great Dying 252 juta tahun lalu.
Pemanasan global akibat emisi gas rumah kaca meningkat, anggaran karbon Bumi diperkirakan akan habis dalam waktu 3 tahun ke depan.
Periset Pusat Riset Hortikultura BRIN Fahminuddin Agus menyatakan lahan gambut merupakan salah satu penyumbang emisi karbon terbesar, terutama jika tidak dikelola dengan baik.
KESADARAN terhadap konsep bangunan hijau sudah seharusnya menjadi bagian dari tanggung jawab bersama dalam menjaga bumi.
PT Pertamina Gas (Pertagas) sebagai bagian dari Subholding Gas Pertamina berkomitmen mendukung pengurangan emisi melalui program Penghijauan Bumi.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong agenda transisi industri menuju industri hijau yang keberlanjutan dan rendah emisi karbon di Indonesia.
Formula 1 terus berinovasi untuk bisa memberikan manfaat pada masyarakat secara keseluruhan terutama pada penggunaan karbon.
PT Pertamina International Shipping (PIS) meraih penghargaan atas upaya dan inovasi perusahaan dalam menerapkan pelayaran hijau atau green shipping.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved