Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Nostalgia dan Ketegangan di Top Gun: Maverick

Putri Rosmalia
01/6/2022 12:55
 Nostalgia dan Ketegangan di Top Gun: Maverick
Adegan dalam film Top Gun: Maverick(Dok. Paramount Pictures)

Kesabaran para penggemar film ikonik Top Gun selama 36 tahun terbayar lunas dengan kehadiran Top Gun: Maverick. Sekuel film perang jet tempur para pilot dari Angkatan Laut AS atau US Army tersebut akhirnya tayang sejak 24 Mei 2022 di bioskop tanah air.

Berhasil meraih kesuksesan ketika Top Gun pertama dirilis tahun 1986, Tom Cruise dan rekan-rekannya dalam Top Gun: Maverick rupanya tak ingin hanya sekadar menghadirkan sekuel yang biasa-biasa saja. Disutradarai oleh Joseph Kosinski, film ini dibuat dengan persiapan maksimal, cerita yang dalam, hingga sinematografi mumpuni yang akan memukau para penontonnya.

Secara garis besar, jalan cerita dari Top Gun: Maverick masih sama dengan yang ada di film pendahulunya. Kisah tentang sebuah tim beranggotakan para pilot dari Angkatan Laut AS yang dididik untuk melakukan misi penting dan berbahaya. Kali ini, sang tokoh utama, Pete Mitchell (Maverick), yang diperankan Tom Cruise tampil sebagai seorang instruktur bagi pilot-pilot muda Top Gun.

Cerita berawal dari diperintahkannya Maverick untuk melatih sekelompok pilot muda Angkatan Laut AS guna menjalankan misi pemusnahan fasilitas nuklir di suatu negara. Bukan sembarang misi, melainkan misi sangat berbahaya yang hampir mustahil dapat diselesaikan.

Maverick awal menolak tugas itu. Selain karena tak terbiasa mengajar, alasan lain adalah karena keberadaan Bradly Bradshaw atau Rooster (Miles Teller) di tim pilot muda tersebut. Rooster adalah anak dari Goose, pilot pendamping sekaligus sahabat terdekat Maverick yang tewas ketika menjalani pendidikan di Top Gun.

Penonton Top Gun (1986) pasti tahu betul bagaimana kedekatan keduanya yang penuh emosi dan suka duka. Sayangnya, kedekatan itu tak berhasil dibangun Maverick dengan Rooster. Rooster jutsru merasa kesal pada Maverick yang dianggap menghambat kariernya sebagai pilot.

Sempat enggan, Maverick akhirnya menerima tugas itu dan menjalankan tugasnya demi membantu pilot-pilot muda tersebut agar tetap dapat bertahan hidup.

Singkat cerita, dengan segala kekakuan yang ada, Maverick tetap berupaya memberi pelatihan secara maksimal pada murid-muridnya. Berbagai teknik menerbangkan pesawat, menyelamatkan diri, hingga bertempur, ia ajarkan.

Namun, mengingat minimnya waktu dan sulitnya misi tersebut, para petinggi di Angkatan Laut AS akhirnya memutuskan untuk  mengirim Maverick sebagai pimpinan misi tersebut. Bersama dengan Rooster dan empat pilot lain, ia akhirnya menjalankan misi yang sangat mengancam nyawa tersebut.

Selama menjalani kesehariannya sebagai instruktur, tak jarang Maverick melanggar aturan baku pelatihan. Bukan tanpa alasan, ia melakukannya agar para pilot muda lebih handal dan berani dalam menerbangkan pesawatnya. 

Maverick juga sengaja tak menjalankan beberapa kewajibannya di Angkatan Laut demi mempertahankan pangkatnya sebagai Kapten dan bisa bertugas sebagai pilot di Top Gun.

Meski begitu, posisi Maverick di Angkatan Laut AS tetap aman.  Selain karena kemampuannya yang dibutuhkan, tak lain juga karena peran Tom Kazansky atau Iceman (Val Kilmer). Sang murid terbaik yang juga menjadi rival Maverick di Top Gun (1986).

Kehadiran Iceman dapat dikatakan sebagai salah satu hal terbaik di sekuel ini. Nostalgia akan persaingan dan kerjasama keduanya yang menegangkan dan penuh haru dalam pertempuran di Top Gun (1986) seketika muncul ketika melihat sosok Iceman yang kini telah menjadi seorang jenderal bintang 4 dan pimpinan kapal US Pacific Fleet.

Dengan kapasitasnya sebagai petinggi militer, Iceman selalu memberikan dukungan dan kepercayaannya pada Maverick. Termasuk untuk membantu para pilot muda menjalankan tugas yang sangat berbahaya.

Tokoh lain yang juga turut hadir dalam Top Gun: Maverick di antaranya Penny Benjamin sang kekasih lama Maverick yang diperankan oleh Jennifer Connelly. Meski tak memiliki banyak porsi, kisah asmara Maverick dan Penny yang sudah sama-sama sukses dan matang menjadi bumbu yang manis dalam film ini.

Selain itu juga ada Ed Harris yang berperan sebagai Rear Admiral, Monica Barbaro sebagai Phoenix, Bashir Salahuddin sebagai Bernie, dan Glen Powell sebagai Hangman. Hangman juga merupakan salah satu tokoh yang memegang peranan penting pada akhir cerita film ini.

Hubungan antar tokoh dalam Top Gun: Maverick merupakan salah satu aspek yang membuat film ini makin dalam menyentuh hati penonton. Melalui berbagai dialog dalam adegan, hampir setiap tokoh dalam film digambarkan memiliki kontak yang erat dan kedekatan personal dengan sang tokoh utama.

Sementara itu, meski sangat modern, Top Gun: Maverick tetap mendapat sentuhan nuansa klasik dari Kosinski, sang sutradara yang juga berkolaborasi dengan Cruise di film Oblivion (2013. Nuansa gambar dan kehangatan warna filter yang dipilih Konsinski sangat lekat dengan nuansa yang ada di Top Gun (1986). Jadi meski menampilkan banyak teknologi mutakhir, film ini tak terlalu didominasi oleh nuansa futuristik yang sangat modern.  Kesan itu membuat penggemar Top Gun (1986) dimanjakan dengan atmosfer nostalgia yang juga penuh penyegaran dalam berbagai aspek.

Seperti halnya di Top Gun (1986), musik menjadi salah satu hal yang memegang peranan penting dalam film ini. Selain beberapa lagu dan scoring musik yang baru, para pengarah musik dalam Top Gun: Maverick juga tetap menyertakan beberapa musik yang sama dengan yang digunakan dalam film sebelumnya.

Tak tanggung-tanggung, untuk hal musik Top Gun: Maverick digarap oleh nama-nama yang sudah sangat ternama. Mulai dari Hans Zimmer, Harold Faltermeyer, hingga bintang pop modern Lady Gaga.

Beberapa adegan ikonik dalam Top Gun (1986) juga turut dihadirkan kembali dalam film ini. Di antaranya adegan Tom Cruise yang gemar kebut-kebutan dengan menggunakan motor Kawasaki dan jaket motor klasiknya. Begitu juga adegan yang menampilkan kesibukan para pilot dan petugas militer yang sedang mengoperasikan jet tempur di bagian pembuka film.

Sebagai film perang yang melibatkan jet tempur sebagai armada utama, tentu sinematografi memegang peranan penting dalam keseluruhan film. Konsinski lagi-lagi tak salah pilih ketika memutuskan menggaet Claudio Miranda, yang memang menjadi tandemnya dalam beberapa film lain, sebagai sinematografer.

Miranda berhasil menampilkan sinematografi yang sangat apik, sangat nyata, dan tak berlebihan. Penonton disuguhkan adegan demi adegan dogfight atau peperangan di udara yang sangat instens, tajam, dan dari sudut yang sangat beragam.

Dogfight dari film ini sangat menegangkan dana memicu adrenalin penonton. Dengan teknik sinematografi practical effect yang digunakan, penonton akan dibawa seakan ikut terbang dan bertempur dengan para pilot di atas F/A 18 Super Hornet yang canggih milik Angkatan Laut AS.

Dalam keterangan resminya, Tom Cruise, yang juga merangkap produser, memang menjelaskan ia tak mau ada banyak Computer-generated imagery (CGI) dalam sekuel film yang melambungkan namanya ke jajaran 'A-list' Hollywood saat itu. Ia hanya ingin kembali bermain dalam Top Gun jika dibuat dengan teknik practical effect yang mumpuni dan dengan berbagai persiapan matang bagi para pemain.

“Kami benar-benar melakukan semua adegan senyata mungkin. Aku dan para pilot benar-benar berada di dalam F/A 18 dan menjalani adegan dengan benar,” ujar Cruise, dalam keterangan resmi yang diterima media Indonesia, Senin, (23/5).

Juga berbeda dengan Top Gun (1986) yang banyak melibatkan pemain pengganti hingga suara tambahan dari para pilot militer profesional, di film ini semua adegan dan dialog benar-benar dilakukan oleh para pemain. Untuk bisa melakoninya dengan benar, mereka lebih dulu menjalani pelatihan selama tiga bulan guna mengetahui teknik-teknik mengoperasikan jet tempur. Itulah mengapa para pemain benar-benar terlihat lihai dan nyaman ketika berperan memegang kendali di dalam jet tempur.

“Kami memasang kamera di semua sudut pesawat, membuat saluran untuk mendatangkan angin, dan berbagai teknik lain demi memaksimalkan adegan demi adegan di dalam jet,” ujar Cruise.

Sementara itu selain F/A 18 Super Hornet, beberapa jenis jet tempur lain juga dihadirkan dalam film. Di antaranya Sukhoi SU-57, F-35 C Lightning II, SR-72 Son of Blackbird, dan tak ketinggalan F-14 Tomcat. Meski memulainya dengan F/A 18 Super Hornet, di akhir pertempuran F-14 Tomcat kembali menjadi jet tempur yang digunakan Maverick menuntaskan misinya.

Kehadiran jet-jet tempur termutakhir di dunia militer global saat ini itu tentu sangat memanjakan mata para pecinta pesawat dan unsur militer. Apalagi aspek kecanggihan dari masing-masing jet juga ditampilkan dalam adegan pertempurannya.

Tak hanya bagi yang telah menonton film pertamanya, Top Gun: Maverick juga mudah dipahami dan memicu adrenalin siapapun yang menonton, temasuk penonton baru. Bumbu komedi yang pas dengan gaya satir dan polos ala sitkom juga akan membuat durasi film yang mencapai 2 jam 17 menit jadi terasa singkat.

Secara keseluruhan, sangat sulit mencari celah besar yang membuat film garapan Paramount Picture Studios ini bisa mendapatkan penilaian tak maksimal. Semua unsur dalam film mulai dari cerita, sinematografi, para tokoh, hingga tampilan ragam jet tempur saling melengkapi. Perpaduan semuanya membuat film ini menjadi salah satu film perang modern terbaik yang ada saat ini. (M-2)

 


 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya