MEMBACA novel dengan karakter tokoh utama yang unik dan kuat mungkin sudah bukan hal aneh. Membaca novel dengan tokoh utamanya selembar pintu barulah sebuah hal yang tak biasa.
Kesan tak biasa itu yang sepertinya ingin dihadirkan novelis Triskaidekaman dalam buku terbarunya, Dua Muka Daun Pintu. Novel fiksi yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama ini menghadirkan kisah pintu baja yang menjalani kehidupannya sebagai penjaga sel isolasi tempat seorang bernama Garda terpasung.
Tokoh pintu diceritakan mengalami gejolak dalam benaknya setelah secara tidak sengaja memasuki dunia komunitas pintu dunia bernama Forum Pintu Sedunia. Sang Pintu memasuki forum tersebut secara tiba-tiba atau dengan cara yang ajaib tanpa pernah ia ketahui detailnya. Di sana ia menemukan beragam kisah tentang manusia yang disaksikan beragam jenis pintu yang ia temui.
Mendengar dan menyaksikan langsung kisah-kisah pelik manusia membuat pintu mulai memikirkan nasib Garda. Ia mulai memikirkan cara untuk bisa membebaskan Garda.
Namun, keinginan itu juga terbentur dengan keyakinannya untuk menjaga identitas dan idealisme diri sebagai pintu baja sel isolasi yang sejatinya hadir memang untuk menjaga agar tak ada tahanan yang kabur. Lama bergelut dengan pikiran dan keyakinannya sendiri, pintu tersebut akhirnya memutuskan apa yang harus ia lakukan untuk dirinya juga Garda.
Dalam novel setebal 190 halaman itu, penulis sepenuhnya menempatkan pintu sebagai tokoh utama. Garda hanya hadir sebagai tokoh pendamping yang lebih sering muncul lewat percapakan yang dilakukan dengan pintu.
Personifikasi pintu dibuat dengan sangat nyata dengan pemikiran-pemikiran selayaknya tokoh manusia dalam sebuah cerita. Karakter-karakter pintu lain juga digambarkan sebagai saksi kehidupan manusia dengan berbagai kompleksitas dan tak mudah, seperti halnya tokoh pintu baja ruang isolasi yang setiap hari melihat Garda menjalani kehidupannya dalam pasungan.
Sebagai benda mati yang kerap diabaikan, penulis justru menempatkan pintu tersebut sebagai saksi penting yang serbatahu tanpa disadari manusia. Tak jarang melalui tokoh pintu dihadirkan pandangan-pandangan tentang sifat asli manusia.
Kudengar mereka bilang Garda gila. Padahal, menurutku, dia baik-baik saja. Kalau dipikir-pikir, manusia-manusia itu kadang keterlaluan. Mereka mudah sekali memvonis sesamanya gila, lalu menjebloskannya ke tempat terpencil supaya tidak mengganggu (halaman 6).
Lewat kisah pertemuan Forum Pintu Sedunia, setiap pintu diceritakan membawa kisah berbeda tentang manusia yang mereka temui setiap hari. Dari kisah pintu sebuah ruang gawat darurat yang penuh ketegangan, pintu sebuah tempat pengakuan dosa di gereja, hingga pintu sebuah diskotek yang menyaksikan beragam aksi ilegal dilakukan.
Kisah-kisah yang dimunculkan pada setiap pintu itu juga menyampaikan hal yang kerap terjadi dalam kehidupan manusia, tetapi tak banyak dibahas atau diperhatikan. Salah satunya, soal kemuraman suasana di ruang gawat darurat dan orang sekitarnya yang hanya hadir sebagai simbol tanpa kepedulian mendalam.
Memang begini takdir pintu ruang rawat intensif rumah sakit. Kami menyaksikan penderitaan berkepanjangan dan pengabaian, tetapi tak bisa berbuat apa-apa karena tidak ada ruang aman (halaman 23).
Dalam unggahan di akun Instagram-nya, @triskaidekaman menuliskan bahwa setiap tokoh pintu yang hadir memang tidak ia karang tanpa latar belakang. Pintu-pintu tersebut terinspirasi dari beberapa peristiwa besar yang terjadi di dunia.
Di antaranya, peristiwa Penyekapan Blanche Monnier (1849‑1913) oleh ibu dan kakak laki‑lakinya di loteng rumah mereka pada 1975. Ia ditemukan 25 tahun kemudian dan tinggal di fasilitas rehabilitasi mental di Blois, Prancis, pada 1901, sampai akhir hayatnya 12 tahun kemudian.
Peristiwa lain ialah kasus kaburnya tiga tahanan dari Alcatraz Federal Penitentiary, sebuah penjara keamanan maksimum yang berlokasi 2 kilometer dari lepas pantai California, AS. Ketiga tahanan itu diketahui melarikan diri pada 11 Juni 1962 dengan cara memperlebar saluran ventilasi di bawah wastafel sel.
Kisah lain yang juga menjadi inspirasi cerita pintu dalam buku ini ialah pintu yang terdapat di Museum Nobel, Swedia. Pintu tersebut dianggap memiliki nilai sejarah karena menjadi saksi dari banyak peninggalan sejarah yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan dan kebudayaan dunia.
Kisah-kisah tersebut dihadirkan dengan alur berupa percakapan yang dilakukan antarpintu. Mereka saling bertemu dengan menceritakan kisah-kisah yang mereka ketahui selama eksistensi mereka sebagai pintu.
Senyata manusia
Dari segi latar, selain berlatar sebuah penjara isolasi yang muram, buku ini juga menghadirkan latar kisah selayaknya sebuah kegiatan seminar besar yang dilakukan manusia. Kemeriahan yang digambarkan menjadi unik mengingat setiap gestur dan deskripsi kejadian yang dilakukan sangat disesuaikan dengan bentuk fisik sebuah pintu.
Aku mengalah dan menyorongkan gagangku. Dia hanya mencondongkan badan sedikit, memutar-mutar gagang dan menggeserkan sedikit engselnya, lalu memintaku mengikutinya (halaman 30).
Deskripsi gerak, gestur, hingga unsur-unsur pendukung para tokoh pintu dalam beraktivitas dan berkomunikasi disajikan dengan sangat mendetail oleh penulis. Karenanya, sosok pintu di sini akan terasa sangat nyata selayaknya sosok-sosok manusia.
Sementara itu, pintu baja penjaga Garda berperan sebagai tokoh utama serbatahu dengan sudut pandang dengan kata ganti ‘aku’. Selain Garda, tak ada tokoh manusia lain yang memiliki peran penting dalam buku ini. Karakter manusia lain yang diceritakan hanyalah dua orang penjaga sel tahanan tempat Garda ditahan. Keduanya disebut sebagai si Pendek dan si Jangkung.
Di bagian akhir, muncul tokoh manusia bernama Kusuma dan Tantri yang diceritakan sebagai teman Garda sebelum ia terpasung dalam ruang isolasi. Kusuma dan Tantri menjadi jawaban tentang siapa Garda dan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Suatu peristiwa juga akan memberi jawaban kepada si pintu perihal tempat ia selama itu berada.
Dari sisi alur, alur yang dihadirkan bergerak maju dengan signifikan sehingga tidak akan membuat pembaca merasa lelah atau bosan. Terlebih, dengan adanya kisah-kisah mengenai pintu-pintu lain di Forum Pintu Sedunia yang tidak kalah menegangkan.
Namun, karena tidak menghadirkan nama-nama untuk para tokohnya, pembaca perlu lebih teliti dalam menghafal setiap pintu dengan kisahnya yang berbeda. Setiap tokoh pintu hanya diberi sebutan seperti ‘pintu apartemen’, ‘pintu putih’, dan ‘pintu ruang kontrol’.
Dengan pemilihan pintu sebagai tokoh-tokoh dalam novel, deskripsi yang dihadirkan dalam buku ini mungkin akan terdengar lebih asing dari novel kebanyakan. Ada banyak penyebutan perangkat atau alat-alat yang biasa digunakan melengkapi sebuah pintu, seperti gembok, kunci, hingga gagang.
Meski begitu, tak ada pemilihan kata yang begitu sulit dipahami dalam buku ini. Cerita disajikan dengan ringan dan padat sehingga kesan tegang berhasil dihadirkan dalam setiap babnya.
Pada beberapa bagian buku juga dimunculkan penulisan yang disusun menjadi bentuk tertentu. Salah satunya ialah sebuah paragraf berisi buah pikir tokoh pintu baja yang dibuat dengan pola visual susunan kata-kata menjadi berbentuk tanda tanya besar seukuran setengah halaman.
Aku bertanya-tanya mengapa manusia gemar memugar, juga membuang pintu saksi bisu atas kejadian-kejadian buruk lalu mereka giat membangun tempat wisata sambil menipu orang dan mengubur sejarah. Aku bertanya-tanya apakah Garda nanti akan begitu kepadaku setelah dia bebas? (halaman 99).
Triskaidekaman memang penulis yang eksperimental dan imajinatif. Jejak rekamnya, terutama pada Cara Berbahagia tanpa Kepala dan CADL, Novel tanpa Huruf E, dan kini Dua Muka Daun Pintu mengukuhkan hal tersebut.
Yang menjadi kelebihan novelis satu ini ialah pembaca tidak akan merasa imajinasinya tersebut dipaksakan. Dengan semua keunikan dan kekayaan isinya, membaca Dua Muka Daun Pintu tidak hanya menghibur, tetapi juga memperkaya sudut pandang tentang hal yang kerap terlewatkan. Pandangan-pandangan tak biasa yang dimunculkan lewat tokoh pintu menawarkan berbagai kemungkinan lain tentang kehidupan manusia yang selama ini kerap monoton.
Bagi penggemar cerita fiksi yang menegangkan dan kaya akan referensi sejarah, buku ini pun dapat menjadi pilihan untuk membaca di waktu luang. (M-2)
Judul : Dua Muka Daun Pintu
Penulis : Triskaidekaman
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978-602-06-56-39-7
Tahun terbit : September 2021
Putri Rosmalia