Headline
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.
Tim peneliti dari New York University School of Medicine menemukan fakta memprihatinkan. Mereka menemukan fakta bahwa kotoran bayi mengandung mikroplastik tinggi.
Tingginya kandungan mikroplastik pada kotoran bayi bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata yang terdapat pada kotoran orang dewasa. Perbedaannya mencapai 10 sampai 20 kali lipat lebih banyak.
Melansir dari theguardian.com, Kamis, (23/9), jenis mikroplastik yang mendominasi di kotoran bayi adalah PET (polyethylene terephthalate). PET merupakan jenis plastik yang umum terkandung dalam bahan tekstil, botol minum, hingga kerangka ponsel.
"Paparan mikroplastik pada manusia merupakan masalah yang harus diperhatikan. Kita harus berupaya mengurangi paparannya pada anak-anak khususnya. Produk untuk anak sebaiknya bebas dari plastik," ujar peneliti Departemen Pediatri, NYU School of Medicine, Profesor Kurunthachalam Kannan.
Kannan mengatakan ia terkejut ketika mengetahui kotoran bayi mengandung mikroplastik lebih banyak dibadingkan rata-rata orang dewasa. Namun, hal itu dikatakannya memang sangat mungkin terjadi mengingat kebiasaan bayi yang lebih sering terpapar plastik.
"Bayi memiliki kebiasaan memasukkan benda ke mulut seperti mainan hingga benda-benda lain di sekitarnya. Selain itu produk untuk bayi dan anak umumnya juga lebih banyak yang menggunakan plastik. Mulai dari botol susu, alat makan, hingga mainan," ujarnya.
Saat ini, berbagai penelitian penelitian tentang dampak mikroplastik pada tubuh manusia memang belum memiliki hasil yang signifikan. Umumnya semua masih dalam proses.
Namun, Kannan meyakini selayaknya bahan kimia lain, mikroplastik akan memiliki dampak negatif jika terendap dalam jumlah banyak dan lama pada tubuh. Khususnya pada bagian sistem pencernaan hingga otak yang saling berhubungan. (The Guardian/M-2)
Kemdiktisaintek menegaskan komitmennya untuk memperkuat perlindungan dan pemanfaatan kekayaan intelektual (KI) dari hasil riset dan inovasi perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
MENTERI Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi Brian Yuliarto mengatakan upaya penguasaan riset jadi tanggung jawab bersama.
Para peneliti dan akademisi memiliki tugas mulia dalam memajukan industri dan menghasilkan SDM unggul.
Program S3 bergelar PhD tersebut terbuka untuk dosen dan profesional di Indonesia, dengan sistem pembelajaran berbasiskan riset (by research) selama tiga tahun.
Penelitian ini membuka peluang baru dalam pengembangan bahan biomimetik yang lebih kompatibel dengan sistem biologis.
Peneliti Rice University dan University of Houston menciptakan biopolimer baru sekuat logam namun fleksibel seperti plastik, tanpa polusi.
Mitos seputar pemberian MPASI itu mulai dari pemberian madu untuk anak yang baru lahir, hingga larangan pemberian MPASI bertekstur hingga anak tumbuh gigi.
Studi terbaru ungkap lebih dari 17 juta bayi lahir dari fertilisasi in vitro (IVF) sejak 1978.
Susu formula harus diberikan kepada bayi yang mengalami kelainan metabolisme bawaan atau kelainan genetik yang menyebabkan dirinya tidak bisa mencerna ASI.
Penyakit Respiratory Syncytial Virus (RSV) kini menjadi perhatian utama dunia kesehatan. Walau sering dianggap sebagai flu biasa, RSV menyimpan potensi bahaya serius.
Lonjakan kasus Respiratory Syncytial Virus (RSV) memicu kekhawatiran di kalangan medis, khususnya karena virus ini menyerang kelompok paling rentan: bayi dan lansia.
Bingung puting bisa berpotensi menyebabkan masalah termasuk salah satunya menurunkan produksi ASI yang padahal masih dibutuhkan untuk mendukung tumbuh kembang bayi usia 0-6 bulan.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved