Headline
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
Pengibaran bendera One Piece sebagai bagian dari kreativitas.
MANUSIA pada dasarnya merupakan makhluk hidup yang memiliki 'kedekatan istimewa' dengan musik. Sedari lahir ia sudah peka terhadap intonasi, melodi, ritme, dan berbagai kebisingan yang ada di sekitar. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan ialah, benarkah kita adalah satu-satunya mahluk di dunia yang bisa disebut sebagai spesies musikal?
Persoalan demikian pernah ditelusuri oleh penulis buku 'The Evolving Animal Orchestra,' Henkjan Honing. Pakar Kognisi Musik dari University of Amsterdam, Belanda itu mengawali penelusurannya tentang spesies musikal dengan asumsi Charles Darwin yang menganggap bahwa, semua hewan dapat mendeteksi melodi dan ritme karena mereka memiliki sistem saraf layaknya manusia.
Sayangnya, hal itu tidak ia temukan kala melihat hasil amatan sejumlah pakar neurobiologi terhadap monyet rhesus. Menurut Honing, mamalia pada dasarnya sudah mengenal ketukan sejak dalam kandungan, yang tak lain berasal dari detak jatung ibunya. Akan tetapi monyet rhesus ternyata tidak memiliki kedekatan itu, karena ia tidak memiliki jaringan saraf khusus yang mengaktifkan persepsi ketukan (beat perception) layaknya manusia.
"Penelitian kami mengarah pada pengembangan hipotesis 'evolusi audiomotor bertahap (gradual audiomotor evolution/GAE), yang menyatakan bahwa jaringan saraf yang memungkinkan persepsi ketukan pada manusia, diperoleh dari hasil hubungan dua arah antara korteks pendengaran dan korteks motorik. Koneksi ini sifatnya hanya terbatas pada primata bukan manusia," tulis Honing, dalam risalahnya yang terbit di MIT Press, beberapa waktu silam.
Namun, fakta menarik justru Honing temukan pada Kakatua Jambul bernama Snowball. Burung yang dapat menirukan suara manusia ini bahkan tidak hanya bisa mengikuti irama musik, tetapi juga menari. Di satu sisi, Snowball telah memberi kemajuan Honing atas penelusuran asumsi Darwin. Akan tetapi di sisi lain ia juga melahirkan hipotesis baru, 'mengapa manusia dan kakatua yang memiliki persepsi ketukan, bukan monyet rhesus?'
Untuk mengurai pertanyaan tersebut, Honing lantas merujuk pandangan Ahli Saraf dari Tufts University, Amerika Serikat, Ani Patel. Menurut Patel, kemampuan mendengar musik suatu spesies juga dipengaruhi oleh kemampuan belajar vokal atau meniru suara baru. Akan tetapi, teori ini lagi-lagi terbantahkan, terlebih setelah muncul hasil penelitian dari Colleen Reichmuth.
Reichmuth ialah pakar keperilakuan biologi dari University of California, AS. Dalam sebuah eksperimen, ia berhasil melatih seekor singa laut bernama Ronan untuk mengangguk mengikuti ketukan suara metronom. Lebih dari itu, kepala Ronan bahkan tampak berputar-putar ketika diperdengarkan lagu 'Boogie Wonderland' dari Earth, Wind & Fire.
Sontak, hasil eksperimen Reichmuth itu kembali memantik perdebatan baru. Terlebih sejauh ini belum ada hasil penelitian yang menjelaskan bahwa spesies Ronan mempu belajar vokal, layaknya Snowball dan manusia.
Maka dari itu pula, Honing di akhir risalahnya kemudian mengatakan, meskipun tidak semua mahluk memiliki persepsi ketukan, musikalitas rupanya memiliki dasar biologis dan sejarah evolusi yang panjang. "Setelah satu dekade penemuan baru yang menarik, tampaknya, Darwin setidaknya sebagian benar," pungkasnya. (M-1)
Selain melayang di udara, Yura Yunita juga mengatakan dirinya akan bernyanyi di atas binatang artificial dengan ukuran sangat besar.
Parasit bukan sekedar lagu, melainkan sebuah potret emosional yang lahir dari pengalaman pribadi Yaqin.
14:54 lahir dari sebuah momen perenungan personal Shafa, yang merupakan penulis lagu, produser, sekaligus pemain synth untuk We Came Alive.
Reach diwarnai nuansa musik ala chill-pop yang khas dari Charlie Burg, lengkap dengan sound pop-elektronik yang mewakili hidupnya saat ini.
Normal Guy menjadi rilisan keempat Chris LaRocca pada tahun ini, sekaligus bagian dari rangkaian menuju EP terbarunya Dog Years, yang akan dirilis akhir tahun ini.
Lagu ini menghadirkan warna musik dari Wijaya 80 yang lebih ringan dan enerjik sekaligus jadi komposisi dengan nuansa paling menyenangkan dalam karya-karya mereka sejauh ini.
Penelitian ini membuka peluang baru dalam pengembangan bahan biomimetik yang lebih kompatibel dengan sistem biologis.
Peneliti Rice University dan University of Houston menciptakan biopolimer baru sekuat logam namun fleksibel seperti plastik, tanpa polusi.
UNTUK memperkuat peran akademisi sebagai mitra strategis pemerintah dan dunia usaha, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) menandatangani sejumlah nota kesepahaman dengan berbagai pihak.
Peningkatan kualitas pendidikan tinggi bisa dicapai antara lain dengan memperkuat kolaborasi riset.
TAK mudah melangkah keluar dari kenyamanan, namun Almi membuktikan bahwa keberanian mencoba membuka pintu peluang besar.
Era Soekamto mengatakan akan terus melestarikan dan mempromosikan batik melalui karya-karya rancangannya sebagai seorang desainer serta menghadirkan platform Nusantara Wisdom.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved