Headline

Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.

Fokus

Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.

Deasi Srihandi: Hidup ala Nenek Moyang dengan Sentuhan Modern

Deden Mohammad Rojani
13/12/2020 02:30
Deasi Srihandi: Hidup ala Nenek Moyang dengan Sentuhan Modern
(Dok. Instagram@DEASISRIHANDI)

TINGGAL di wilayah kaki pegunung an dan berbatasan dengan hutan menjadi pilihan hidup bagi Deasi Srihandi sejak kurang lebih tujuh tahun silam. Namun, bukan lokasi tinggalnya yang menjadikan Deasi dan keluarga unik, melainkan cara hidup mereka.

Bersama suami dan lima anaknya, Deasi hidup dengan sepenuhnya menyandarkan pada energi terbarukan dan meminimalisa si emisi serta sampah (zero waste living). Mereka pun memanfaatkan kekayaan alam di sekitar tempat tinggal mereka untuk menghidupi diri, seperti memenuhi asupan keluarga menggunakan pangan organik atau menanam sendiri di sekitar rumahnya dan membuat sendiri produk perawatan tubuh dari bahan yang ramah lingkungan.

Dalam perbincangan dengan Media Indonesia, Deasi mengatakan huniannya dinamakan ‘The Green Family Homestead’. Nama tersebut merupakan terminologi dari kebiasaan hidup ramah lingkungan dan keberlanjutan yang merupakan misi Deasi dan suaminya. “Kami ingin hidup yang lebih lambat, lebih indah, lebih kaya, lebih bermakna, lebih membahagiakan melalui cara hidup homesteading ini,” ungkap Deasi, Sabtu (21/11), saat dihubungi.

Perempuan asal Malang itu menyebut homestead ialah istilah untuk cara hidup mandiri dengan cara yang mirip seperti hidup nenek moyang, tetapi dengan modern twist dan visi keberlanjutan.

“Rumah saya dari Kota Malang berjarak satu jam, tapi harus naik gunung dulu sejauh 2 km. Halaman rumah saya berbatasan dengan hutan. Jadi, saya tinggal di ketinggian 1.100 meter sehingga internet lancar karena kami termasuk ada di daerah tinggi. Itu yang membuat saya mudah berbagi aktivitas meskipun terlihat berada di pedalaman,” tuturnya.

Wanita berusia 43 tahun itu menjelaskan alasannya memilih membangun keluarga dalam rumah tangga yang ramah ling ku ng an. Deasi ingin menunjukkan bahwa keluarganya bisa terlepas dari perangkap kehidupan masyarakat modern yang statis.

Dia mengatakan, dalam upaya untuk memiliki sesuatu pada masyarakat modern, masyarakat telah membuat semua aspek kehidupan terautomatisasi, dengan hanya menekan tombol, kehidupan manusia bisa berjalan. Cara hidup masyarakat seperti itu kata dia, telah menghilangkan segala se suatu yang pernah membantu manusia untuk merasa membumi dan utuh. Padahal, alam hakikatnya membawa keseimbangan pada manusia secara fi sik, mental, dan emosional, tapi sekarang tergantikan dengan alternatif yang dianggapnya dangkal dan murah.

Kebiasaan-kebiasaan yang tidak bisa dijadikan sebagai ukuran esensi kehidupan manusia seperti memilih membeli makanan cepat saji dan microwave sebagai pengganti makanan rumahan dan makanan buatan sendiri. Selain itu, hubungan antarmanusia juga dilakukan melalui perantara media sosial, menurut Deasi, semua aktivitas tersebut bukanlah komunitas sejati.

“Memilih menghabiskan waktu menggunakan gadget, internet, ketimbang koneksi tatap muka, dan memilih automatisasi, bukan berkreasi,” tuturnya.

Berdasarkan kegelisahannya tersebut, sejak awal menikah dengan suaminya, Henning Soren Pedersen, seorang ahli pengobatan tradisional asal Denmark, Deasi memulai kehidupan offgrid dan melepaskan diri dari ketergantungan sumber daya energi konvensional yang tidak ramah lingkungan.

“Suami saya pernah aktif di komunitas Greenpeace. Beliau juga terbiasa hidup organik karena di Denmark semua sudah organik, bahkan saya baru tahu setelah menikah. Saya tidak terlalu kaget dengan gaya hidup yang dikenalkan oleh suami karena saya lahir dan tumbuh besar di Manado yang masih sangat alami. Semua dibuat sendiri, sangat natural. Kebutuhan pangan juga terpenuhi berkat hasil tanam sendiri,” ungkapnya.

Aktivitas sehari-hari yang dilakukan Deasi dan keluarga juga semuanya dilakukan sebagai disiplin untuk menekan emisi karbon dari rumah, seperti bercocok tanam organik dengan cara yang sustainable untuk memenuhi sumber pangan meski belum mencukupi sampai 100%.

Selain itu, Deasi dan keluarganya juga selalu disibukan dengan aktivitas menyehatkan tanah di lingkungan rumahnya, seperti membuat hutan tanaman, membangun ekosistem serta penyelamatan satwa.

“Area tanah kami seiring waktu menjadi tempat tinggal satwa-satwa yang tadinya hilang dari area ini. Awalnya kami ber-homestead memiliki tanah seluas 2.500 meter persegi, dan dalam kurun waktu 8 tahun, tanah kami berkembang menjadi 3 hektare. Dengan 80% dari area tersebut diperuntukkan sebagai hutan. Jadi, sebenarnya untuk ber-homestead tidak membutuhkan area besar.”

 

Dok. Instagram@THEGREENFAMILYECOHOMESTEAD

 

Semua bisa

Tentunya kata dia, yang paling penting dalam keseharian keluarga ialah meng usahakan listrik secara mandiri lewat alternatif energi panel surya, penggunaan listrik rumah tangga harus efisien. Hingga saat ini, Deasi memiliki solar panel dengan daya hingga 3.000 KWh.

Efisiensi sumber energi listrik, kata dia, bisa dilakukan dengan cara menggunakan telepon rumah jika diperlukan, hanya menggunakan lampu di malam hari, mencuci dan mengeringkan pakaian dengan tangan dan matahari, memilih untuk menggunakan TV sebagai media edukasi dan rekreasi sesekali.

“Untuk kapasitas solar panel, akan tergantung pada kebutuhan keluarga. Kami memiliki banyak cadangan baterai untuk cuaca mendung atau di musim hujan,” tuturnya.

Untuk pengelolaan air bersih, konsep yang diterapkan Deasi cukup sederhana. Dia dan keluarga membiasakan diri untuk meminimalisasi penggunaan air bersih, seperti mencuci pakaian, mencuci alat makan, mencuci tangan dan mandi.

Deasi dan keluarganya juga mengolah limbah rumah tangga, mulai organik seperti menjadikan kompos untuk media tanam dari buangan manusia berupa tinja dan urine. Deasi menyulap tinja tersebut menjadi kompos untuk tanaman pohonpohon kayu, sedangkan buangan urine dijadikan sebagai tambahan nitrogen untuk tanaman pohon buah.

Adapun dengan akses dan jarak yang jauh dari sekolah, untuk masalah pendidikan anak-anaknya, Deasi dan suaminya tentunya menjadi guru bagi semua anaknya. “Kami ber-homeschool atau mengusahakan pendidikan rumah untuk semua anak-anak kami, dengan saya dan suami yang menjadi pendidik mereka,” tambahnya.

Buku-buku belajar anak pun dipakai seefisien mungkin dengan cara menurunkan dari kakak ke adik, memilih kurikulum belajar yang tidak perlu ganti buku setiap tahun ajaran, atau bisa juga memilih membaca lewat Ipad atau print on demand sehingga penggunaan kertas sangat minim.

“Begitu pula dengan pakaian, kami rancang untuk hanya menggunakan pakaian serat alami dan dengan kualitas yang baik agar awet bertahun-tahun, bisa diperbaiki jika rusak, dan bisa mudah dikomposkan jika tidak lagi bisa dialihfungsikan,” jelas Deasi.

Dalam sektor pangan, upaya lain dalam mengurangi jejak karbon di rumah Deasi dilakukan, di antaranya mengawetkan dan menyiapkan makanan, mengonsumsi makanan whole food plant based dari sayuran yang ditanam sendiri seperti wortel, kentang, dan lainnya.

Sementara untuk kebutuhan makanan daging, keluarga Deasi beternak secara holistik, seperti memelihara ayam dan unggas lainnya.

“Selain itu, Deasi juga mengusahakan perekonomian rumah tangga lewat Greenmommyshop.com membuat produk homemade, handmade, dan memberikan kursus keahlian untuk hidup lebih sustainable, holistik, ber-homesteading, dan masih banyak lainnya,” ujarnya.

Dengan cara hidup homesteading seperti itu, Deasi pun menghitung jejak karbon yang dia tinggalkan selama ini. “Jujur sudah sangat lama saya tidak pernah menghitung carbon footprint saya. Saya cek, jejak karbon saya sebesar 28% dari carbon foot print rata-rata masyarakat Indonesia,” ungkapnya.

Deasi mengatakan cara hidup bebas dari pencemaran lingkungan sangat bisa dilakukan oleh semua orang. Hanya butuh keberanian dan keinginan yang kuat dari diri sendiri ataupun keluarga.

“Sebenarnya sangat mudah untuk kita melakukan ini, dengan cara yang juga mudah, yaitu melihat cara hidup nenek moyang kita atau katakanlah kembali ke zaman 50 tahun yang lalu. Melihat kehidupan mereka, dan kita adaptasikan ke kehidupan modern ini,” tutupnya. (M-2)
_______________________________________________

BIODATA
DEASI SRIHANDI

Usia: 43 tahun

Edukasi formal
S-1 Administrasi Bisnis Internasional, Universitas Sam Ratulangi, Manado

Pengalaman:
-Pemilik Green Family Eco Farm
Pendiri Komunitas Green Mommy, Malang
-Pendiri CV Green Mommy, Malang
-Pendiri Yayasan Hadeyazah, Malang Kreator produk-produk alami untuk perawatan rumah, tubuh, dan kecantikan
-Pengajar/tutor makanan vegan UD Avia Plastic (Scrap Plastic Recycling) Mojokerto



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya
  • Sumbangsih para Punggawa Bumi

    19/3/2022 07:10

    Dengan cara masing-masing, mereka berupaya memberi andil untuk memulihkan bumi yang tengah sakit ini.

  • Ingin Sejahterakan Perajin

    10/3/2022 07:10

    Yang ingin dituju Mendekor pun tidak muluk-muluk. Mereka ingin para perajin punya penaikan pendapatan dan bisa merekrut para pekerja lebih banyak.

  • Bertransformasi dari Furnitur ke Produk Dekorasi

    10/3/2022 07:05

    Sempat salah strategi bisnis, UMKM ini menemukan momentum pertumbuhan dari produk-produk dekorasi.

  • Platform untuk Membantu Sesama

    17/6/2021 06:10

    Lahir sejak Maret 2020 saat pandemi mulai menghantam Indonesia, Dibalik Pandemik hingga kini telah menyalurkan total sekitar Rp100 juta kepada 70-an penerima bantuan.

  • Cinta Kayla untuk yang Kehilangan Kerja

    17/6/2021 06:05

    Gerakan yang diinisiasi perempuan muda ini bertujuan membantu para pekerja di sektor perhotelan dan wisata

  • Kisah VW Kombi Parkir karena Pandemi

    04/6/2021 06:35

    Namun, kisah di balik VW dan kesibukan Rahmad yang mesti berjibaku saat menggunakan gelas ukur dan mesin pres kopi dengan hanya sebelah tangan yang bisa digunakan juga tak kalah istimewa.