Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
BELAKANGAN, industri tanaman hias di dalam negeri kian merekah. Nama-nama seperti Aglonema, Monstera, atau Philodendron mendominasi pasaran. Publik yang sebelumnya tidak punya minat merawat tanaman, kini terlihat semakin lumrah mengunggah koleksi ‘anak hijau’ mereka di media sosial. Bahkan, tak jarang dipamerkan koleksi tanaman yang harganya kini meroket hingga jutaan rupiah ‘hanya’ untuk dua-tiga lembar daun kecil, seperti Monstera variegata atau Philodendron White Knight, mengingatkan kita pada demam ‘gelombang cinta’ beberapa tahun silam.
Di saat yang sama, popularitas tanaman hias juga mendorong sejumlah orang melakukan kriminalitas. Mulai menjarah lapaklapak penjual tanaman sampai ke cagar alam, seperti sempat terjadi di Tangale, Gorontalo.
Dalam merespons fenomenafenomena seputar tanaman hias tersebut, Media Indonesia mewawancarai Ketua Umum Asosiasi Bunga Indonesia (Asbindo) Hesti Widayani melalui surat elektronik, medio pekan ini. Berikut petikannya.
Bagaimana bisnis fl orikultura pada tahun ini?
Perlu diketahui, yang termasuk florikultura, di antaranya ialah tanaman hias, bunga potong, daun potong, tanaman lanskap, dan tanaman air. Secara kasatmata, memang terlihat tahun ini ada peningkatan permintaan bila dibandingkan dengan tahun lalu. Namun, peningkatan ini hanya terjadi pada tanaman hias. Penjualan bunga potong dan daun potong tidak sebagus tanaman hias. Jadi, tidak semua pelaku usaha fl orikultura meraup keuntungan.
Seperti apa angkanya?
Data perdagangan tanaman hias dalam negeri tidak ada. Yang ada bunga potong, dan itu pun tidak lengkap. Ini merupakan salah satu kendala pengembangan industri florikultura di Indonesia yang selalu dianggap rendah.
Mengapa data industri florikultura kita bisa tidak lengkap?
Ada data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Pertanian (Kementan), tetapi tidak semua jenis tanaman dan bunga. Sepertinya kurang dari 10, hanya memasukkan anggrek, mawar, sedap malam, melati. Padahal bunga yang beredar di pasaran kita sangat beragam. Apalagi tanaman hias, malah tampaknya tidak ada sama sekali. Itu karena pemerintah belum menganggap ini sektor penting. Jadi tidak ada alokasi khusus untuk fl orikultura.
Banyak sektor yang drop selama pandemi, tapi tanaman hias justru sebaliknya. Mengapa?
Ya, betul, tanaman hias sedang naik daun. Itu seiring dengan banyaknya orang yang bekerja dari rumah dan semakin banyaknya waktu luang di rumah. Maka itu, semakin banyak orang mencari hobi baru yang menyenangkan sekaligus menyehatkan jiwa dan pikiran. ‘Floriculture is the food for the soul’, selain manfaat sebagai antipolutan, tanaman hias juga mempunyai fungsi estetika dekoratif, indah, dan menyegarkan mata. Pada akhirnya, memberikan dampak antistres.
Tren ini bisa bertahan lama kah?
Saya tidak tahu persis sampai kapan tren permintaan tanaman hias yang tinggi seperti sekarang akan bertahan. Namun, perkembangan teknologi informasi membuat pasar tanaman hias lebih terbuka. Konsumen punya akses langsung ke produsen. Dalam hal ini, media sosial sangat berperan memperkenalkan dan mempromosikan produk-produk tanaman hias.
Seiring tren itu, harga tanaman hias banyak meroket, apakah kenaikannya masih logis? Sebagai pehobi juga, memang terkadang membuat harga yang tadinya berapa puluh ribu, sampai jadi jutaan. Contohnya, beberapa tahun lalu, saya beli tanaman hias harga Rp100 ribu, ketika sudah besar, ditawar jadi Rp2 juta. Memang sepertinya enggak masuk akal. Tapi, mereka pehobi, tidak masalah keluarkan uang banyak.
Ini berbeda ya situasinya dengan dulu, misalnya anthurium pada beberapa waktu sebelumnya hanya spesifi k jenis tertentu. Sekarang hampir semua naik. Jadi pelaku usaha tanaman hias agak merata menikmati keuntungan ini.
Kalau kondisi sektor florikultura lain?
Bunga potong, malah sejak pandemi menurun drastis. Bunga potong dan daun potong itu turun 75%-90%. Karena biasa nya pasarnya itu untuk acara pernikah an. Nah, sejak pandemi kan hampir tidak ada.
Kenaikan permintaan atas jenis-jenis tanaman tertentu apakah bisa berdampak terhadap lingkungan?
Untuk pasar yang berkelanjutan, tanaman hias harus diperbanyak dan dibudidayakan terlebih dulu. Tidak bisa hanya mengambil dari hutan atau tempat asalnya, kemudian langsung dijual. Tanaman yang diambil dari hutan juga harus dilaporkan dan didaftarkan terlebih dahulu ke PVTPP (Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian) Kementan, itu semua ada aturannya.
Budi daya tanaman hias juga menerapkan sistem produksi yang berwawasan lingkungan. Penggunaan pestisida dan pupuk secara efisien dan tepat dosis. Selain itu, pengunaan air yang hemat sesuai kebutuhan.
Risiko apa yang muncul jika itu diabaikan?
Pengambilan tanaman langsung dari hutan atau tempat asalnya untuk kemudian langsung dijual tanpa dibudidayakan terlebih dulu dapat mengancam sumber daya genetik hutanhutan kita. Apalagi, jika itu kemudian dijual ke luar negeri, menjadi tanaman induk perbanyakan, lalu bertahun kemudian kembali ke negara kita, dan kita beli dengan harga berlipat. Padahal, itu merupakan tanaman asli Indonesia. Itulah pentingnya dibudidayakan terlebih dahulu agar usahanya berkelanjutan dan kita yang mendapat keuntungan dari sumber daya genetik asli Indonesia.
Kasus seperti itu pernah terjadi?
Berpuluh tahun lalu ada orang dari Taiwan, dari Jepang, mereka ke hutan-hutan, ngambil di hutan, kemudian di negaranya diperbanyak.
Bougenville juga. Masa 10 tahun lalu, di Belanda, dan kemudian pada belasan tahun kemudian sudah keluar dengan bentuk baru, yang bunganya kecil-kecil, banyak yang sudah dihibridasi ketika kembali ke sini.
Saking barunya sekarang ini juga tidak tahu persisnya apa plasma Indonesia yang dikirim ke luar. Biasanya orang-orang ini datang ke pameran yang di Lapangan Banteng, borong banyak.
Atau, seperti ketika ada pameran anggrek di Papua. Jadi, mereka borong untuk dibawa ke negara mereka, diperbanyak.
Lalu, siapa yang berkewajiban membudidayakan tanaman dari hutan?
Bisa siapa aja. Kalau misalnya ke hutan nemu tanaman bagus, mestinya dilaporkan dulu ke dinas pertanian terdekat, PPVTPP. Kemudian kalau memang tidak mampu memperbanyak, bisa tawarkan ke yang punya usaha memperbanyak tanaman. Jadi, lebih berkelanjutan. Tapi, meskipun sudah ada aturannya, ini susah dikontrol. Tetap terjadi sampai sekarang.
Jadi, rekomendasi ke pemerintah dan juga ke konsumen seperti apa?
Kami sudah sampaikan ke Kementan, ke Kemenko Perekonomian. Memang susah, karena ada permintaan juga. Ini kan sudah puluhan tahun lebih bahkan. Tapi, ini harus dikurangi atau dihentikan dengan mengedukasi masyarakat bahwa pengambilan tanaman di hutan itu dilarang.
Soal perdagangan tanaman global, Kementan telah menyederhanakan pengurusan izin ekspor tanaman hias dari 300 jam menjadi 3 jam. Signifikankah kebijakan ini?
Ya, ini sudah membantu kelancaran ekspor. Asal persyaratan dipenuhi, izin ekspor bisa terbit dalam waktu tiga jam. Namun, perlu pengawasan yang ketat terhadap kualitas produk yang akan diekspor harus bebas dari OPT (organisme pengganggu tumbuhan) karena bagaimanapun, ini membawa nama negara.
Mengenai ekspor, sebelum bicara peningkatan ekspor, harus diperhatikan dulu industri florikultura Penjarahan tanaman dari hutan untuk kemudian sertamerta dijual dapat mengancam hutan-hutan dan kesinambungan industri florikultura kita. yang berkelanjutan, yaitu budi daya tanaman, tidak bisa instan. Apabila industri dalam negeri sudah kuat, ekspor akan mengikuti dengan sendirinya.
Untuk pembudidayaan, tanaman apa yang jadi unggulan kita?
Ada beberapa jenis tanaman yang belum bisa saya sebutkan di sini. Salah satunya proyek dari Asbindo (Asosiasi Bunga Indonesia) bersama balai penelitian, dibudidayakan untuk dijadikan future product Indonesia. Kami tidak diam ya, jadi bergerak. Membuat sesuatu yang ‘ini loh, tanaman asli Indonesia,’ jadi nantinya bisa produksi banyak dan kontinu.
Proyeknya dimulai tahun ini, setelah melihat lonjakan penjualan tanaman hias. Kami berpikir tidak bisa diam saja, harus berbuat sesuatu yang bisa diterapkan. Ini proyek jangka panjang, ada beberapa instansi yang sudah mau bekerja sama.
Selama ini, yang diekspor ialah yang ada di depan mata. Ke depan, kalau mau tingkatkan ekspor ya harus berkelanjutan. Adapun yang sudah terbukti dan yang jadi unggulan kita itu ya seperti dracaena (bambu hoki) dari Sukabumi. Kalau anggrek, saat ini sedang agak sulit.
Kebijakan apa lagi yang perlu didorong?
Tentunya kebijakan yang diharapkan ialah yang mempermudah semua kegiatan produksi atau usaha florikultura dari hulu ke hilir. Juga penyederhanaan berbagai macam izin. Pembuat kebijakan juga harus mengerti betul ‘nature of business’ produk florikultura karena ini sangat berbeda dengan komoditas lainnya.
Saat ini yang jadi masalah ialah tingginya biaya angkutan udara. Dulu sebelum pandemi, harga bunga potong Krisan di Batu, Jawa Timur, Rp12 ribu-Rp13 ribu per ikat. Karena tingginya biaya angkutan udara, harga menjadi sekitar Rp100 ribu per ikat di Kalimantan. Petani di Batu yang dulu biasa kirim 17 boks tiap hari, menjadi hanya 2 boks dan tidak setiap hari. Akhirnya, bunga dijual di pasar lokal, tetapi harganya jatuh karena over supply. (M-2)
_______________________________
BIODATA
HESTI WIDAYANI
Riwayat Pendidikan
2001–2003: Magister Manajemen, jurusan Manajemen Pemasaran, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
1985–1990: Sarjana Pertanian, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
1982–1985: Regina Pacis Senior High School, Bogor
Riwayat Pekerjaan
Desember 2014-sekarang Direktur PT Melrimba Mitra
2009-sekarang Direktur PT Melrimba Sentra Agrotama
2006-2014 General Manager PT Melrimba Mitra
2002-2009 General Manager PT Melrimba Sentra Agrotama
1990-2002 Direktur PT Perkebunan Mangkurajo
Organisasi
ASOSIASI BUNGA INDONESIA (ASBINDO), Ketua Umum periode 2019-2022
Hobi merawat tanaman menjadi salah satu bentuk self-care yang digemari banyak orang
Kreatif! Sulap botol bekas jadi tanaman hias unik & cantik. DIY mudah, hemat biaya, percantik rumahmu! Tutorial lengkap di sini.
Tips merawat tanaman hias untuk pemula agar subur & cantik! Panduan lengkap cara menyiram, memupuk, & memilih tanaman yang tepat. Klik sekarang!
Tumbuhan hias selain sebagai hiasan untuk ruangan tanaman hias juga bisa dijadikan alternatif untuk penghilang bau tak sedap secara alami
Aglaonema, Cantik, Tahan Panas & Hujan. Aglaonema: Pesona tanaman hias tahan banting! Cantik memikat, kuat hadapi panas & hujan. Ideal percantik rumah Anda.
Bagi pemula yang ingin memiliki tanaman minim perawatan, ini 5 pilihan tumbuhan hias yang dikenal tahan terhadap hama.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved