Headline

Pemerintah merevisi berbagai aturan untuk mempermudah investasi.

Fokus

Hingga April 2024, total kewajiban pemerintah tercatat mencapai Rp10.269 triliun.

Kenormalan tanpa Kenormalan

SUPRIANTO ANNAF, Redaktur Bahasa Media Indonesia
19/7/2020 05:45
Kenormalan tanpa Kenormalan
SUPRIANTO ANNAF, Redaktur Bahasa Media Indonesia(DOK. PPRIBADI)

DI rubrik ini saya sudah membahas judul yang relatif sama dengan sebelumnya.

Hanya, ulasan pertama banyak mengupas kenormalan baru dari sudut morfologi. Yang intinya, konstruksi kenormalan baru lebih layak digunakan penutur bahasa jika dibandingkan dengan frasa normal baru (new normal).

Pada ulasan kedua ini, saya lebih mendekati kata kenormalan baru dari aspek logika dan realitas kekinian yang hidup di tengah-tengah kita. Secara sadar patut kita akui bahwa pandemi covid-19 ini telah mengubah banyak hal. Mulai kebiasaan sehari-hari hingga aturan dan perundangan yang menyertai.

Sebagai bukti, mulai 18 Maret 2020 hingga hari ini, setiap hari, terutama saat keluar rumah, kita diwajibkan menggunakan masker. Begitu pun saat beribadah di masjid, misalnya, kita mesti mengatur jarak.

Kondisi yang berbeda dari sebelumnya itu dilabeli sebagai kenormalan baru. Logika tentu saja bisa kita tebak bahwa saat ini kebiasaankebiasaan di atas, baik yang terkait dengan masker maupun dengan pengaturan jarak, dilabeli kenormalan baru. Artinya pula, kondisi kehidupan di saat covid-19 ini, walau tidak sama dengan keadaan sebelumnya, tetaplah anggap normal.

Nah, penyematan kata baru yang mengiringinya menegasikan bahwa kenormalan saat ini semu dan jauh dengan kenormalan yang dulu saat sebelum covid-19.

Secara logika pula, kata kenormalan baru merupakan euforia dan sekaligus eufemisme. Disebut euforia karena kondisi kebebasan semu ini lebih dapat diterima masyarakat bila dibandingkan dengan pembatasan: harus tinggal di rumah atau karantina mandiri. Ketika kebebasan ‘bergerak’ diberikan, kata kenormalan baru pun muncul seiring sejalan.

Begitu pun secara eufemisme, kata kenormalan baru menunjukkan pelembutan makna, yang mengesankan bahwa situasi saat ini sudah normal, hanya harus ada syarat yang mesti diterima, mau atau tidak mau, suka atau tidak suka, yakni protokol kesehatan.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa kenormalan saat ini sesungguhnya tanpa kenormalan.

Jelas saja dapat dibuktikan, sebagai umat beragama kita harus banyak beribadah di rumah ibadah dan itu menunjukkan kesalehan, tapi saat ini kita dibatasi dengan ketentuan.

Mestinya kita merapat barisan dalam peribadatan, malah saat ini kita dijauhkan.

Mestinya siswa atau pelajar mendapat edukasi dengan datang ke sekolah, tetapi keinginan belajar itu harus dipupus dalam-dalam karena lebih baik di rumah. Belum lagi kita mesti sering bersilaturahim, tetapi sekarang mesti dikurangi.

Ini artinya lagi, kenormalan saat ini merupakan budaya, sikap, atau norma yang baru dan berbeda dengan yang sebelumnya. Alih-alih ingin saya ungkapkan bahwa normalnya hanya segini, loh. Bisa juga disampaikan dalam bahasa yang berbeda bahwa kenormalan saat ini ialah kenormalan yang mentok.

Ringkasnya dapat dipahami bahwa kita berada dalam kenormalan yang tidak normal. Saat ini kenormalan baru dipenuhi kenegasian dari kenormalan yang sesungguhnya. Selagi covid-19 masih mewabah, selama itu pula kenormalan tidak ada.

Terakhir. Kita bisa merasakan kenormalan lagi bila semuanya sebangun dan sepola dengan kondisi sebelumnya. Namun, bila itu belum terjadi, kenormalan itu sejatinya tidak akan pernah kita rasakan lagi.

Lenyap dan pergi di antara ganasnya bakteri. Artinya pula, kenormalan baru merupakan standar baru karena kita tidak menemukan kenormalan yang sejati.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya
  • Hati-Hati dengan Amin

    27/5/2017 15:20

    Baerhati-hati dengan penulisan Amin, bisa berbeda arti. Berikut ini macam-macam tulisan Amin dan artinya serta cara menulis kata amin yang benar.

  • Bidasan Bahasa Meneladani

    19/8/2016 06:01

    BAHASA merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan pesan, informasi, atau gagasan, baik lisan maupun tulisan.

  • Cuan

    19/8/2016 06:01

    Ngomong-ngomong tentang bahasa Hokkian, ternyata ada nih salah satu istilah Hokkian lain yang tidak kalah populernya dengan kata cincai, yaitu cuan.

  • Tong Kosong Nyaring Bunyinya Peribahasa Terpopuler di Indonesia

    19/8/2016 06:01

    DARI begitu banyak peribahasa, ternyata peribahasa 'Tong Kosong Nyaring Bunyinya' menjadi yang terpopuler.

  • Gara-gara tidak Kenal

    01/1/1970 07:00

    Anorganik ialah ‘benda tak hidup’, ‘elemen yang meliputi air, gas, asam, mineral, kecuali karbon’, sedangkan nonorganik berarti ‘tanpa senjata’.

  • Salah Melesapkan Rapat

    01/1/1970 07:00

    Di kalangan jurnalis, kadang pelesapan kata yang dilakukan membuat logika kalimat berita yang mereka buat malah menjadi kabur.