Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Kekhilafan Bahasa

Ahmad Tarmizi Staf Bahasa Media Indonesia
14/6/2020 05:10
Kekhilafan Bahasa
(Dok. Pribadi)

SPONTAN saya tertawa ketika saya dikirimi sebuah foto yang diunggah akun Twitter @dr_koko28. Foto itu memperlihatkan dua orang laki-laki sedang memasang sebuah spanduk bertulis ‘tolak ravid tesk’. Sungguh menggelitik, tapi membuat saya tertarik.

Dari segi komunikasi, menurut saya, pesan yang mereka maksud sudah pasti kita pahami. Namun, dari segi kacamata bahasa, penulisan ravid tesk tentu keliru karena dalam bahasa Inggris kata ravid dan tesk tidak ada.

Tentunya kita tahu bahwa yang dimaksud ialah rapid test. Hal itu mengingatkan saya pada apa yang berlangsung dewasa ini.

Demi mencegah penyebaran virus korona, semua pihak, terlebih pemerintah, bergotong royong memerangi virus yang telah menjadi pandemi global itu. Berbagai cara telah dilakukan agar pandemi ini bisa kita lewati bersama, salah satunya dengan melakukan rapid test (tes cepat) covid-19 secara massal.

Perlu diketahui, rapid test merupakan metode skrining awal untuk mendeteksi antibodi, yakni IgM dan IgG, yang diproduksi tubuh untuk melawan virus korona. Prosedur pemeriksaan rapid test dimulai dengan mengambil sampel darah dari ujung jari yang kemudian diteteskan ke alat rapid test. Selanjutnya, cairan untuk menandai antibodi akan diteteskan di tempat yang sama. Hasilnya akan berupa garis yang muncul 10–15 menit setelahnya (alodokter.com).

Pada Maret lalu, Presiden Joko Widodo menginstruksikan rapid test secara massal. Pelaksanaannya dimulai dari wilayah Jakarta Selatan hingga menjalar ke wilayahwilayah di Indonesia. Namun, di tengah upaya pemerintah melakukan rapid test untuk mendeteksi orang-orang yang terpapar virus korona, ada beberapa wilayah yang menolak dilakukan rapid test. Usut punya usut, kurangnya kepercayaan terhadap tim medis atas kesimpangsiuran hasil rapid test menjadi salah satu penyebabnya.

Berbicara soal rapid test, ada hal unik yang ingin saya ulik. Ini bukan soal sebab penolakan rapid test, biaya rapid test, atau bagaimana prosedur rapid test dilakukan, melainkan tentang penulisan rapid test yang tidak sesuai.

Yang paling tidak sesuai sudah tentu yang saya sebut di awal tulisan ini, yakni ravid tesk.

Sementara itu, di media massa, penulisan yang sering kali kita jumpai ialah rapid test. Bahkan, beberapa media massa ada yang mengindonesiakan menjadi ‘tes cepat’. Ada pula yang menggunakan tes diagnostik. Misalnya, pada judul berita Usut Layanan Rapid Test oleh RS, KPPU Beberkan Hasilnya (Tempo, 13/6). Dalam sebuah kalimat, ‘Tim medis melakukan rapid test massal di lokasi pasar di Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau, Kamis (11/6)’ (Kompas, 11/6). Sementara itu, ada juga judul foto Tes Diagnostik Cepat Pedagang Pasar (Antara, 11/6).

Lantas, mengapa tidak diindonesiakan saja penulisan rapid test?

Berdasarkan Kamus Bahasa Inggris-Indonesia yang ditulis John M Echols dan Hassan Shadily, kata rapid ialah kata sifat yang bermakna riam, aliran deras, penderasan, cepat, serta berkecepatan yang tinggi. Dari situ dapat kita ambil kata ‘cepat’ untuk menjadi padanan kata rapid. Jadi, rapid test dapat diindonesiakan sebagai ‘tes cepat’ atau bisa juga dikatakan pengujian secara cepat.

Pengindonesiaan itu penting untuk memperkenal khazanah kosakata bahasa Indonesia yang adaptif terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Ingat, virus korona yang sebelumnya berbahasa Inggris--coronavirus--telah diindonesiakan menjadi virus korona.

Dengan begitu, setidaknya kita bisa terhindar dari kesalahan berbahasa yang amat dasar. Selain itu, juga meningkatkan eksistensi bahasa Indonesia di kalangan masyakarat. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika istilah-istilah bahasa asing diindonesiakan terlebih dulu.

Hal ini bertujuan menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang eksis khususnya di Indonesia sendiri, umumnya di kancah internasional. Semoga.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya