Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
“Jangan melafalkan kata silaturahmi di hadapan orang Arab. Selain rancu, kata itu juga tidak pernah digunakan di bangsa Arab.” Demikian pernyataan yang pernah saya baca di sebuah artikel yang membahas istilah silaturahmi. Jika benar, pernyataan itu menjadi suatu hal yang aneh bagi saya mengingat kata silaturahmi itu pada dasarnya berasal dari bahasa Arab. Lalu di mana letak kesalahannya?
Kata silaturahmi berasal dari dua kata dalam bahasa Arab, yaitu silah yang mengandung arti ‘sambungan’ atau ‘menyambung’ atau ‘menjalin atau menghubungkan’ dan rahmi yang berarti ‘rasa nyeri yang diderita para ibu ketika hamil atau melahirkan’. Jika kedua kata ini digabung menjadi kata silaturahmi, makna yang muncul menjadi ‘menjalin rasa nyeri saat melahirkan’. Inilah yang dianggap rancu dan bahkan tidak dimengerti di Arab.
Selain silaturahmi, terdapat pula istilah silaturahim yang memiliki arti yang (dianggap) sama dengan kata silaturahmi. Benarkah demikian? Dalam bahasa Arab, kata rahim berarti ‘tempat mengandung’. Kata rahim juga dikiaskan menjadi ‘kerabat’. Jadi, makna dari silaturahim ialah ‘menyambung tali kerabat atau persaudaraan’.
Ketika saya merujuk di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata silaturahim malah ditulis sebagai bentuk tidak baku dari kata silaturahmi. Artinya, KBBI lebih memilih kata silaturahmi sebagai kata baku daripada kata silaturahim.
Jika merujuk pada bahasa bahasa Arab, kata silaturahim sebenarnya hanya merujuk pada hubungan ‘kekeluargaan, kerabat, ikatan darah daging’. Dalam bahasa Arab, kerabat disebut mahrom, sedangkan dalam bahasa Indonesia dipadankan menjadi mahram (bukan muhrim). Dalam KBBI, mahram berarti ‘ orang (perempuan, laki-laki) yang masih termasuk sanak saudara dekat karena keturunan, sesusuan, atau hubungan perkawinan sehingga tidak boleh menikah di antaranya’. Jadi, istilah ‘menjalin tali silaturahim’ itu sebenarnya bermakna menyambung kasih sayang khusus di antara kerabat yang memiliki ikatan darah daging. Oleh karena itu, ada sebagian ulama yang menganggap tidak tepat menggunakan istilah silaturahim untuk hubungan antarsesama manusia atau masyarakat.
Akan tetapi, ada pula pendapat yang menganggap bahwa tidak mengapa memakai istilah silaturahim tersebut untuk umum, tanpa ikatan darah sekalipun. Mereka menganggap semua manusia pada dasarnya berasal dari satu rahim ibu, yakni Ibu Hawa. Jadi, pada dasarnya kita semua bersaudara sehingga silaturahim bisa diartikan sebagai menjalin tali persaudaraan antarsesama manusia.
Jika pendapat itu berterima di masyarakat, makna silaturahim menjadi luas dalam khazanah bahasa Indonesia. Asalkan bukan dipakai silaturahmi karena tetap bermakna rancu dan membingungkan. Oleh karena itu, istilah ‘silaturahmi kebangsaan’ dan ‘silaturahmi politik’ seharusnya diubah menjadi ‘silaturahim kebangsaan’, ‘silaturahim politik’.
Sebenarnya ada istilah yang memiliki arti yang relatif sama dengan kata silaturahim, yaitu kata ukhuwah. Bahkan sebenarnya, jika ingin kembali ke makna asal, kata inilah yang tepat dipakai untuk menunjukkan sebuah hubungan persaudaraan di luar ikatan darah. Jadi, alih-alih memakai kata ‘silaturahim politik, silaturahim kebangsaan’, gunakan saja ‘ukhuwah politik, ukhuwah kebangsaan’.
Perluasan makna silaturahim juga dapat kita temui saat kata itu berubah menjadi kata kerja bersilaturahim dalam bahasa Indonesia. Kita sering menemukan ungkapan ‘hendak bersilaturahim’. Dalam bangsa Arab, tidak dikenal pemakaian kata silaturahim untuk berkunjung ke rumah saudara.
Di Arab, istilah yang dipakai ialah ziarah. Ini menjadi menarik karena dalam bahasa Indonesia, kata ziarah malah hanya dipakai untuk arti ‘kunjungan ke tempat yang dianggap keramat atau mulia (makam dan sebagainya)’.
DARI begitu banyak peribahasa, ternyata peribahasa 'Tong Kosong Nyaring Bunyinya' menjadi yang terpopuler.
BEBERAPA hari lalu, saya bersama teman-teman kampus mengadakan acara reuni virtual.
MENJALANI isolasi mandiri karena terpapar covid-19 membuat saya menjadi sering mengisi waktu dengan menonton berbagai acara di televisi.
PANDEMI covid-19 menghantam hampir seluruh aspek kehidupan manusia, tak terkecuali kesehatan jiwa.
Baerhati-hati dengan penulisan Amin, bisa berbeda arti. Berikut ini macam-macam tulisan Amin dan artinya serta cara menulis kata amin yang benar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved