Headline
Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.
Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.
BAHASA merupakan alat komunikasi untuk mengungkapkan perasaan dan menyampaikan buah pikiran. Akan tetapi, apa jadinya bila bahasa yang disampaikan maknanya tak tepat sasaran. Rasa yang didapat lawan bicara atau pembaca hanyalah kebingungan.
Hal itu bisa terlihat dalam judul berita berikut ini: Asa Nicky Clara Berdayakan 21 Juta Disabilitas Indonesia di Tengah Keterbatasannya (Kompas.com). Sekilas dari judul itu tampak tidak ada yang salah.
Padahal, bila diselisik kembali, kata disabilitas memiliki arti keadaan (seperti sakit atau cedera) yang merusak atau membatasi kemampuan mental dan fisik seseorang, keadaan tidak mampu melakukan hal-hal dengan cara yang biasa.
Jika kata disabilitas di dalam judul tersebut merujuk kepada orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu lama, jelaslah ada kata yang lesap sebelum kata disabilitas, yaitu kata penyandang.
Berikut ini salah satu contoh judul berita dengan penggunaan kata disabilitas yang tepat dari Harian Media Indonesia, Membantu Penyandang Disabilitas Menuju Indonesia Maju.
Kata disabilitas penggunaannya serupa halnya dengan kata lansia. Kata lansia acap kali digunakan secara serampangan. Lihat saja dalam judul berita berikut ini: Peduli Lansia, Kemenhub Gelar Aksi Sosial di Bandung (Detiknews) dan Lansia di Kudus Ditemukan Tewas Membusuk di dalam Sumur (Radar Kudus).
Khalayak kerap kali mengartikan kata lansia sebagai 'orang tua' atau 'orang yang sudah berumur'.
Padahal, di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lansia memiliki makna sudah berumur, tua. Bukan mengacu pada orang yang sudah tua.
Jika yang dimaksud merujuk pada orang tua atau orang yang sudah berumur, lebih tepat menggunakan frasa warga lansia, seorang lansia, atau kaum lansia ketimbang hanya kata lansia.
Yang menjadi masalah dari gejala tersebut ialah lenyapnya suatu kata dalam sebuah kalimat, sedangkan kata yang hilang itu ialah kata yang wajib ada. Memang, lawan bicara atau pembaca paham dengan apa yang dimaksud dengan kata-kata tersebut, tetapi secara pemaknaan jelas itu salah.
Kebalikannya dengan kasus yang telah disebutkan. Contoh lain yang saya kemukakan ialah frasa calon jemaah haji. Menurut penulis, dalam frasa tersebut kita bisa menyebut dengan jemaah haji saja, tanpa harus diikuti dengan kata calon.
Itu karena seorang jemaah haji tidak akan menjadi mantan jemaah haji. Berbeda halnya dengan kata suami atau istri. Kita dapat mengatakan calon suami atau calon istri karena selalu ada mantan suami atau mantan istri (jika keadaannya sudah bercerai).
Ibarat smartphone atau ponsel pintar yang selalu diagungkan karena seakan-akan menjawab semua kebutuhan manusia. Padahal, ponsel pintar pun memiliki keterbatasan. Sayangnya, kita tidak mengatakan bahwa penciptanyalah (manusia) yang pintar.
Pun sama halnya dengan batu mulia yang acap kali disanjung-sanjung manusia. Padahal, sekali lagi yang mulia bukanlah batu. Ilustrasi tersebut merupakan suatu bentuk pelemahan terhadap manusia terhadap benda mati.
Senada halnya dengan penghilangan kata penyandang di dalam frasa penyandang disabilitas dan kata kaum/warga/seorang di dalam kata lansia yang merupakan suatu bentuk pelemahan terhadap kata, frasa, atau kalimat.
Untuk itu, pandai-pandailah memilih kata agar tak membuat kata kehilangan makna sebenarnya. Alih-alih mencerdaskan, malah yang ada menyesatkan pembaca.
Terkadang berhalus kata dapat menghilang roh makna. Pun berkurang lema dapat menjauhkan arti dari kata yang menwakilinya. Frasa batu mulia dan telepon pintar merupakan bukti hedonisme. Ini bukti bahwa kita menyanjung benda-benda itu serupa raja dan ilmuwan.
DARI begitu banyak peribahasa, ternyata peribahasa 'Tong Kosong Nyaring Bunyinya' menjadi yang terpopuler.
BEBERAPA hari lalu, saya bersama teman-teman kampus mengadakan acara reuni virtual.
MENJALANI isolasi mandiri karena terpapar covid-19 membuat saya menjadi sering mengisi waktu dengan menonton berbagai acara di televisi.
PANDEMI covid-19 menghantam hampir seluruh aspek kehidupan manusia, tak terkecuali kesehatan jiwa.
Baerhati-hati dengan penulisan Amin, bisa berbeda arti. Berikut ini macam-macam tulisan Amin dan artinya serta cara menulis kata amin yang benar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved