Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Algoritma Netflix dan Spotify Dapat Prediksi Kematian

Irana Shalindra
14/5/2019 01:05
Algoritma Netflix dan Spotify Dapat Prediksi Kematian
Algoritma tersebut dapat memprediksi risiko serangan jantung hingga 90%.(Dok. Rawpixel/Pexels.com)

Modus algoritma yang digunakan oleh platform Netflix dan Spotify untuk mengustomisasi layanan mereka ternyata juga dapat dimanfaatkan untuk memprediksi risiko kematian atau serangan jantung pasien.

Pembelajaran mesin digunakan untuk melatih LogitBoost, yang menurut pengembangnya dapat memprediksi kematian atau serangan jantung dengan akurasi 90%. Algoritma itu menyertakan 85 variabel untuk menghitung risiko terhadap kesehatan dari 950 pasien yang dipindai dan didata.

Pasien yang mengeluh nyeri dada menjadi sasaran serangkaian pemindaian dan tes sebelum dirawat dengan metode tradisional. Data mereka selanjutnya digunakan untuk 'melatih' algoritma. Algoritma tersebut kemudian mempelajari risiko-risiko yang ada, dan setelah enam tahun masa tindak lanjut, memiliki tingkat keberhasilan 90% dalam memprediksi 24 serangan jantung dan 49 kematian dari penyebab apapun.

Hal tersebut terungkap dalam studi Dr Luis Eduardo Juarez-Orozco, dari Turku PET Center, Finlandia. Studi ini dipresentasikan pada konferensi internasional tentang Kardiologi Nuklir dan CT Jantung.

"Kemajuan ini jauh melampaui apa yang telah dilakukan dalam kedokteran, di mana kita perlu berhati-hati tentang bagaimana kita mengevaluasi risiko dan hasil. Kami memiliki data tetapi kami belum menggunakannya secara maksimal," tuturnya seperti dikutip dari DailyMail, kemarin.

Layanan seperti Netflix dan Spotify menggunakan algoritma dengan cara yang mirip untuk beradaptasi dengan pengguna individu dan menawarkan tampilan yang lebih personal.

Melalui pengulangan dan penyesuaian, mesin menggunakan data dalam jumlah besar untuk mengidentifikasi pola-pola kompleks yang tidak terlihat oleh manusia.

Menurut Juarez-Orozco, manusia memiliki waktu yang sangat sulit untuk berpikir lebih jauh dari tiga dimensi atau empat dimensi. "Saat kita melompat ke dimensi kelima kita tersesat. Studi kami menunjukkan bahwa pola dimensi yang sangat tinggi lebih berguna daripada pola dimensi tunggal untuk memprediksi hasil pada individu dan untuk itu kami membutuhkan pembelajaran mesin."

Algoritma, lanjutnya, secara progresif belajar dari data dan setelah banyak putaran analisis, dapat menemukan pola dimensi tinggi secara efisien mengidentifikasi pasien yang memiliki kejadian.

"Hasilnya adalah skor risiko individu. Ini harus memungkinkan kita untuk mempersonalisasikan pengobatan dan pada akhirnya mengarah pada hasil yang lebih baik bagi pasien." (M-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya