Headline
BANGSA ini punya pengalaman sejarah sangat pahit dan traumatis perihal kekerasan massal, kerusuhan sipil, dan pelanggaran hak asasi manusia
BANGSA ini punya pengalaman sejarah sangat pahit dan traumatis perihal kekerasan massal, kerusuhan sipil, dan pelanggaran hak asasi manusia
PROSES naik pesawat atau boarding sering kali menjadi salah satu momen paling menegangkan dalam perjalanan udara. Antrean panjang di gate, lorong kabin yang macet, serta penumpang yang kebingungan mencari tempat duduk membuat proses ini terasa lambat. Padahal, bagi maskapai penetbangan, setiap menit keterlambatan boarding berarti biaya tambahan dan potensi gangguan pada jadwal penerbangan berikutnya.
Menurut riset Airline Operations oleh Bazargan (2010), keterlambatan boarding termasuk faktor utama yang memperpanjang turnaround time atau waktu pesawat berada di darat. Semakin lama turnaround, semakin besar biaya operasional dan risiko keterlambatan berantai.
Di tingkat global, sejumlah maskapai sudah mulai meninggalkan sistem boarding berbasis nomor baris. Salah satu penggantinya adalah Wilma (Window–Middle–Aisle), yang memanggil penumpang kursi jendela terlebih dahulu, disusul kursi tengah, lalu kursi lorong. Penelitian Ferrari & Nagel (2005) dalam Journal of Air Transport Management menyebut, metode ini dapat mengurangi waktu boarding hingga 20 persen. Maskapai besar seperti United Airlines bahkan mengadopsinya.
Menurut Founder Innovesia, konsultan inovasi yang telah lama berkecimpung dalam penerapan design thinking di berbagai sektor di Indonesia, Fiter Bagus Cahyono. Wilma bisa menjadi jawaban akan panjangnya proses boarding di Indonesia. Namun menurutnya, Wilma tidak bisa langsung disalin mentah-mentah dari luar negeri.
"Kita punya kebiasaan khas. Banyak penumpang terburu-buru berdiri sebelum dipanggil, membawa bagasi kabin berlebih, atau memilih boarding bersama keluarga meskipun kursinya terpencar,” kata Fiter dalam keterangan pers yang diterima, Senin (1/9).
Kebiasaan itu, lanjutnya, membuat sistem boarding di Indonesia membutuhkan pendekatan yang lebih adaptif. Bukan sekadar soal urutan kursi, tapi juga bagaimana komunikasi di gate lebih jelas, bagaimana aturan bagasi kabin ditegakkan, dan bagaimana kultur antre dibangun. Semua itu harus dipertimbangkan.
Di sinilah, menurut Fiter, design thinking berperan penting. Metode inovasi yang berpusat pada manusia ini, kata dia, sangat relevan untuk menguji dan menyesuaikan Wilma dalam konteks Indonesia. "Design thinking dimulai dengan empathize. Kita harus benar-benar memahami pengalaman penumpang Indonesia, bukan hanya membaca data. Apa frustrasi mereka? Apa yang membuat mereka merasa nyaman?” ujar Fiter.
Setelah itu, masuk ke tahap define untuk merumuskan masalah spesifik. Misalnya, bagaimana mengurangi kerumunan di gate, atau bagaimana mengatur agar keluarga bisa tetap boarding bersama tanpa mengganggu alur Wilma
“Di tahap ideate, kita bisa menggabungkan Wilma dengan solusi lain aplikasi boarding digital, signage visual berbasis warna, atau jalur khusus keluarga. Kemudian diuji coba dalam skala kecil, misalnya di rute Jakarta–Bali atau Jakarta–Lampung. Dari hasil uji itu, barulah kita evaluasi, iterasi, dan sempurnakan,” jelasnya.
Dengan kerangka ini, Wilma tidak hanya sekadar dipindahkan ke Indonesia, tetapi diadaptasi sesuai perilaku lokal. Sebagai konsultan inovasi, Innovesia lebih dari satu dekade mengembangkan program design thinking di Indonesia. Innovesia dapat menjadi mitra untuk merancang dan menguji model boarding yang lebih efisien, khususnya implementasi WILMA di Indonesia.
“Kami terbiasa melakukan riset empati langsung di lapangan, lalu menerjemahkannya ke dalam prototipe yang bisa diuji. Jadi bukan hanya memberi laporan, tetapi mendampingi proses perubahan sampai bisa benar-benar diimplementasikan,” kata Fiter. "Kami bisa bantu dari riset perilaku penumpang, menyusun skenario boarding, mengadakan uji coba, sampai mengukur dampak finansial maupun kepuasan pelanggan," imbuhnya.
Berbagai studi menunjukkan bahwa metode boarding berbasis huruf kursi dapat memangkas waktu boarding hingga 20–30 persen. Bagi maskapai dengan frekuensi penerbangan tinggi, ini berarti Efisiensi biaya operasional, Peningkatan kepuasan pelanggan,Penguatan reputasi maskapai di pasar domestik maupun internasional. (H-3)
PT Infomedia Nusantara (Infomedia), anak usaha PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (Telkom), menegaskan posisinya sebagai pemimpin solusi layanan pelanggan berbasis teknologi
ERP tak lagi sekadar berfungsi sebagai penyimpan data dan alat otomasi dasar, melainkan harus berevolusi menjadi sistem yang mampu berpikir layaknya manusia.
PASAR perusahaan teknologi raksasa Apple menghadapi tantangan paling signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Pangsa pasar Iphone di Amerika Serikat turun dari 56% menjadi 49%
Xapiens berkomitmen menghadirkan solusi dan peluang kolaborasi di indutri teknologi.
Tiga entitas besar di bidang pengembangan talenta, teknologi, dan transformasi organisasi kini resmi melebur dalam satu identitas baru bernama KTM Solutions.
Penerbangan di Inggris mengalami gangguan besar akibat masalah teknis pada sistem pengendalian lalu lintas udara.
Pesawat Delta Air Lines terpaksa kembali ke Bandara Internatsional Los Angeles (LAX), setelah salah satu mesinnya terbakar.
Kemenhub menegaskan maskapai penerbangan Indonesia Airlines belum mengantongi izin operasional. Maskapai baru tersebut didirikan orang Indonesia.
Karena berkelanjutan menjadi prioritas utama di seluruh industri, beberapa merek menonjol dalam komitmen mereka terhadap tanggung jawab lingkungan sekaligus menawarkan peluang ekonomi.
PENGAMAT penerbangan Alvin Lie berpandangan rencana pemerintah menurunkan harga tiket pesawat saat libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) akan memberatkan perusahaan maskapai.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved