Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Mengungkap Suara Menakutkan Peluit Kematian Aztec yang Memengaruhi Emosi dan Pikiran Manusia

Thalatie K Yani
19/11/2024 17:21
Mengungkap Suara Menakutkan Peluit Kematian Aztec yang Memengaruhi Emosi dan Pikiran Manusia
Penelitian terbaru mempelajari efek psikoakustik dari peluit kematian berbentuk tengkorak Aztec, yang ditemukan dalam makam-makam kuno dari 1250 hingga 1521 Masehi. (S. Frühholz et al., Communications Psychology)

PENELITIAN terbaru mengungkapkan efek menakutkan dari "peluit kematian" berbentuk tengkorak Aztec kuno, alat musik yang dikenal dengan suara seram mirip teriakan. Ditemukan di makam-makam yang berasal dari tahun 1250 hingga 1521 Masehi, peluit tanah liat ini tidak hanya menakuti pendengar zaman kuno tetapi juga memicu respons psikologis dan saraf yang kuat pada audiens modern. 

Studi yang dipublikasikan dalam Communications Psychology ini adalah yang pertama kali menyelidiki dampak suara-suara ini terhadap otak manusia, memberikan wawasan tentang penggunaan historisnya dan sifat psikoakustiknya.

Dibentuk seperti tengkorak manusia, peluit ini menghasilkan suara bernada tinggi yang menusuk, menyerupai teriakan, yang tercipta dari tabrakan aliran udara di dalam alat tersebut. Banyak contoh peluit ini telah ditemukan di makam Aztec, sering kali ditemukan bersama dengan sisa-sisa korban pengorbanan. 

Para peneliti percaya peluit ini mungkin memiliki dua fungsi: untuk menakut-nakuti musuh di medan perang dan sebagai bagian dari ritual upacara yang berhubungan dengan kematian dan pengorbanan.

Menurut studi tersebut, peluit ini bisa melambangkan aspek-aspek mitologi Aztec. Misalnya, beberapa ahli mengusulkan suara melengking ini mewakili angin tajam dari Mictlan, dunia bawah tanah tempat jiwa-jiwa yang dikorbankan dipercaya akan melakukan perjalanan. Lainnya berpendapat suara itu menggema kehadiran Ehecatl, Dewa Angin Aztec, yang menurut legenda, menciptakan umat manusia dari tulang-tulang orang yang telah meninggal.

Tim peneliti yang dipimpin ilmuwan saraf kognitif dari Universitas Zurich melakukan eksperimen psikoakustik terhadap sukarelawan Eropa. Para peserta terpapar suara peluit kematian sementara aktivitas otak mereka dipantau menggunakan teknik neuroimaging. Hasilnya menunjukkan peningkatan aktivitas di korteks pendengaran, yang memproses suara, menandakan keadaan kewaspadaan tinggi yang segera terjadi.

Peserta secara konsisten menggambarkan suara-suara tersebut sebagai "menakutkan," "menjauhkan," dan sangat mengganggu. Menurut para peneliti, respons ini berasal dari kesulitan otak dalam mengklasifikasikan suara tersebut, yang dianggap memiliki "asal campuran alami-buatan." 

Ambiguitas ini merangsang baik wilayah pendengaran tingkat rendah maupun area kognitif tingkat tinggi yang bertanggung jawab untuk interpretasi simbolik, membangkitkan imajinasi dan keterlibatan emosional.

Penulis studi menjelaskan, "Suara peluit tengkorak menarik perhatian mental dengan meniru secara afektif suara-suara lain yang menakutkan dan mengejutkan yang dihasilkan oleh alam dan teknologi." Mereka menambahkan dampak auditori unik ini kemungkinan memperbesar intensitas emosional dari ritual Aztec, khususnya yang melibatkan pengorbanan manusia.

Penelitian ini mendukung teori peluit kematian digunakan dengan sengaja dalam ritual untuk menimbulkan rasa takut atau penghormatan. Kemampuan mereka untuk membingungkan dan menakut-nakuti sangat ideal untuk upacara pengorbanan dan mungkin juga untuk menakuti musuh selama peperangan. Hubungan peluit ini dengan pengorbanan diperkuat oleh penemuan mereka yang sering ditemukan dekat dengan sisa-sisa pengorbanan.

Studi ini menyoroti penggunaan suara yang canggih oleh bangsa Aztec untuk membangkitkan emosi kuat dan asosiasi spiritual. Apakah digunakan untuk menakut-nakuti musuh, menghormati dewa-dewa, atau menandai transisi jiwa ke alam baka, peluit kematian ini menggambarkan interaksi kompleks antara budaya, mitologi, dan psikologi manusia.

Dengan mendekode reaksi otak terhadap suara-suara ini, para peneliti telah memberikan jendela ke dalam bagaimana masyarakat kuno mungkin telah memanfaatkan rangsangan auditori untuk memengaruhi perilaku dan emosi. 

Seperti yang disimpulkan oleh penulis studi, "Penggunaan peluit dalam konteks ritual tampaknya sangat mungkin, terutama dalam ritus pengorbanan dan upacara yang berhubungan dengan orang mati." (Archaeology News/Z-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya