Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Keputusan Penghentian Ligue 1 Dikritik Keras

Antara
30/5/2020 15:30
Keputusan Penghentian Ligue 1 Dikritik Keras
Laga Ligue 1 antara Marseille dan Nantes(AFP/Sebastien SALOM-GOMIS)

PRANCIS adalah tanah juara dunia, tetapi apakah Prancis benar-benar negara sepak bola? Itulah pertanyaan yang diajukan beberapa orang di Prancis pekan ini setelah tetangga-tetangga negara itu di Eropa berupaya mengembalikan sepak bola setelah penutupan akibat virus korona.

Debat telah berkecamuk sejak otoritas liga Prancis (LFP) memutuskan mengakhiri musim sebelum waktunya pada akhir April dengan 10 putaran pertandingan yang tidak dimainkan.

Sebaliknya, dua pekan telah berlalu sejak Bundesliga Jerman dimulai kembali.

Baca juga: Bekap Lustenau, Salzburg Juara Piala Austria

Pada Kamis (28/5), menteri olahraga Italia mengkonfirmasi Serie A akan kembali pada 20 Juni, sementara La Liga dan Liga Primer Inggris, tampaknya juga akan kembali pada saat itu.

"Seperti idiot," bunyi judul berita utama di halaman depan L'Equipe pada Jumat (29/5), seperti dilansir AFP, ketika harian olahraga itu mempertanyakan mengapa keputusan terburu-buru dibuat oleh LFP untuk mengakhiri musim.

Pengumuman LFP pada saat itu didasarkan pada pernyataan Perdana Menteri Perancis Edouard Philippe bahwa musim tidak dapat dimulai
kembali ketika pandemi masih merebak pada akhir April.

Namun, Prancis telah secara teratur mengurangi pengunciannya dalam beberapa pekan terakhir dan Philippe, Kamis (28/5), menyatakan  olahraga
tim dapat dimulai kembali setelah 21 Juni.

"Kita akan menjadi satu-satunya negara sepak bola terbesar di Eropa yang tetap pada keputusan ini dan tidak mengondisikannya pada evolusi
pandemi dan pelonggaran kuncian," tulis Vincent Duluc di L'Equipe

Prancis secara resmi mencatat hampir 29.000 kematian akibat covid-19, jauh lebih banyak dari Jerman tetapi lebih sedikit dari Italia atau Inggris dan lebih sedikit dari Spanyol per kepala populasi.

Prancis bukan satu-satunya negara Eropa yang mengakhiri musim sepak bola mereka, dengan Belanda membatalkan kompetisi secara keseluruhan.

Paris Saint-Germain dinobatkan sebagai juara untuk tahun ketiga berturut-turut. Amiens dan Toulouse terdegradasi dan klub-klub tersebut telah mengajukan langkah hukum.

Namun, suara utama yang menentang penghentian kompetisi lebih awal adalah Presiden Lyon Jean-Michel Aulas. Lyon menduduki urutan ketujuh ketika musim berhenti pada pertengahan Maret dan karenanya gagal lolos ke kompetisi Eropa pada musim depan.

Baik Lyon maupun PSG sekarang tidak akan memiliki pertandingan kompetitif sebelum Liga Champions - di mana keduanya masih terlibat - yang diperkirakan akan dimulai kembali pada Agustus.

"Saya sepenuhnya yakin bahwa apa yang terjadi bukan untuk kebaikan klub atau sepak bola Prancis secara keseluruhan," kata Aulas kepada Le
Parisien.

Argumen utamanya adalah ekonomi. Sebelumnya, pada Mei, liga mengatakan harus mengeluarkan pinjaman yang dijamin pemerintah sekitar 225 juta euro untuk mengatasi klub-klub yang terkena dampak hilangnya pendapatan dari penyiaran karena begitu banyak pertandingan yang belum dimainkan.

Sementara tim nasional Prancis memenangkan Piala Dunia untuk kedua kalinya pada 2018, sebagian besar pemain terkemuka bercita-cita untuk bermain di luar negeri dan perdebatan yang sedang berlangsung menimbulkan pertanyaan tidak nyaman tentang apakah liga domestiknya benar-benar termasuk dalam kategori yang sama dengan para pesaingnya.

Ketika berbicara tentang liga Lima Besar Eropa, Ligue 1 berada di posisi kelima dalam hal pendapatan.

Kebutuhan untuk melindungi kesepakatan TV baru yang lebih menguntungkan yang akan dimulai pada musim depan - dengan tidak membiarkan musim ini berlarut-larut hingga akhir Agustus - telah dikutip sebagai salah satu argumen yang mendukung keputusan untuk berhenti.

PSG dan Lyon adalah satu-satunya klub Prancis dalam urutan 30 teratas klub dengan penghasilan terbesar versi Deloitte.

Hanya ada satu pemenang Prancis - Marseille pada 1993 - dalam sejarah 65 tahun Piala Eropa. Itu sebanyak Rumania, Skotlandia dan bekas Yugoslavia, dan Aston Villa.

Sementara negara-negara lain yang telah dihantam lebih keras oleh pandemi ini menemukan cara untuk memulai kembali musim sepak bola dengan
mempromosikan argumen tentang signifikansi ekonomi dan budaya permainan, di Prancis ada perasaan bahwa itu tidak masalah.

"Negara-negara lain telah mengadakan pertemuan antaradministrasi dengan perwakilan penting dari klub profesional, dan mereka memulai kembali," kata seorang eksekutif Ligue 1.

"Di Prancis tidak ada pertemuan itu. Dari jauh, Anda bisa menyimpulkan negara tidak benar-benar tertarik dengan sepak bola," pungkasnya. (OL-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya