Puisi-puisi Defrida Lukuaka

Senandung Jiwa 

Bagian manakah harus kumatikan 
dari masa depan yang kunantikan; 
kau memendam akar kebencian 
membalut selimut pengertian, 
tak bijak jika hidup tak baik 
naif, bagai anak-anak 

Harapan untuk kusanjungi 
hanya keputusasaan, 
ketabahan untuk dijalani 
cuma pemberontakan 

Hal paling kau ingkari 
telah merasuki jiwa ini 
menjelma begitu dalam 
berkarib dengan malam 
hingga waktu tak begitu ramah 
mendekati lubuk hati yang sama 
untuk memilih yang terlama 

2023 


Tanda Tanya 

Tuhanku 
dalam tanda tanyaku 
misteri tak dapat diterima 
dalam realitas kata demi kata  
berkat dan janji menghidupkan harapan 

Melarungkan semua doa ke lautan 
mungkin akan ditemui bocah-bocah 
membaca dan mengamini doa itu 

Buanglah semua kertas ke gedung tinggi 
mungkin saja para pekerja akan menginjaknya 

Tuhan... 
dalam diam dan tawa 
dia yang terbaik 
dalam diam dan tangis 
dia yang menolong 
dalam diam dan bimbang 
dia yang tak terpahami 
dalam diam dan hancur 
dia yang tak bersuara 
dalam diam dan mati 
dia yang telah hilang 

2023 


Satu senyum butuh seribu alasan, sedang seribu luka terlanjur abadi menjengukku. 


Mulut Perempuan Tua 

Seorang perempuan tua 
berdiri tegap menengok dunia 
kebijaksanaan pun merendah; 
perempuan harus bersuara 
jika tak bisa memimpin 
ada baiknya ikuti kata nenek, 
kembalilah ke dapur saja 
duduk bersama lelaki yang berakal 
lalu menilai dengan sepenuh hati 

Kehidupan terlalu keras bagi setiap rasa 
tapi perlu bersahabat dengan logika 
kalian sekalian perlu mendengar 
ocehan perempuan tua itu; 
bebas berjalan dan berbicara 
seolah-olah yang lain bisu, 
biarlah mulut terus berceloteh 
hingga lidah terkulai lemah 

2023 


Belanga Merana 

Penderitaan... 
candu hidupku 
bahagia kian menjauh 
tuk sekadar berbagi bayangan 
satu senyum butuh seribu alasan 
sedang seribu kesedihan 
terlanjur abadi menjengukku. 

Jalan terasa jauh bagiku, 
namun singkat bagi yang berkereta 
ketakutan perlahan menghantui 
amarah membuncah bagai bayi 
tak tahu cara berbicara; 
menangis dan merajuk, 
berteriak dalam air beriak 

2023 


Risalah Pemabuk 

Katakan pada pemabuk... 
pecandu dan pecundang 
hanya dua kata satu pribadi 
seribu alasan untuk bersembunyi 
sepeser demi sepeser membuat miskin 
setumpuk demi setumpuk menjadi kaya; 
lapak-lapak kayu berdapur emas 
seperti itu kisah penjualnya, 
emas-emas habis jadi kayu 
itu kisah pembelinya 

Anak-anak ingusan dikumpulkan 
ratusan sloki untuk jadi seorang pria 
banci pun benci bicara jika begitu 
tapi pemabuk gemar menabuh panci 
agar terkesan lebih hebat 

Segenggam beras dipaksa cukup 
sekerat arak dirasa kurang 
susahlah seorang istri 
laparlah anak-anak 
senang untuk diri sendiri 
susah ditanggung serumah 
risalah seorang pemabuk; 
tak lebih dari pecundang 
yang candu menyusahkan orang lain! 

2023 


Baca juga: Sajak-sajak Melan Rambu 
Baca juga: Sajak-sajak Trivonia Leltakaeb 
Baca juga: Puisi Pascakontemporer Indonesia 


 

 

 


Defrida Suzana Lukuaka, lahir di Kupang, Nusa Tenggara Timur, 2 Desember 1994. Menulis puisi, artikel, dan karya jurnalistik. Alumnus program studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Nusa Cendana (2018). Kini, bergiat dan bekerja sebagai penulis lepas di Kupang. Ilustrasi header: Elma Rosalia Malinda, Bunga-bunga Putih, 40 x 40 cm, akrilik pada kanvas, 2023. (SK-1)