Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Puisi-puisi Asep Syaefudin

Sajak Kofe
05/5/2023 07:00
Puisi-puisi Asep Syaefudin
(Ilustrasi: I Ketut Adi Candra)

Daun Melambai 

Pagi, siang, sore, dan malam. Masa terus menjelajah satu persatu. Tak pernah keliru dan selalu berurutan. Malam tak akan mendahului sore, siang tak akan menyisihkan pagi. Matahari dan bulan tak pernah bertukar tugas. Rintik hujan menembus bumi dan memberi kehidupan. Nyanyian hujan membuat bulan menutup dirinya dengan mega; ia tersipu malu dan tersenyum. Rumput-rumput tumbuh dan tak kalah memberi kehidupan. Tak ada ambisi, perselisihan serta kerusakan. Kau tersenyum, kau bahagia, dan kau ceria. 

Brebes, 1 Mei 2023 


Lantai yang Retak 

Berdesak-desak manusia penuh harap dibenaknya. Ateis seketika mencari Tuhan. Harapan, doa, tangisan tak henti-henti terlintas. Harapan akan kesembuhan, doa akan keajaiban, dan tangisan akan penyesalan. Tatapan-tatapan kosong, raut wajah yang penuh harapan dan juga kecemasan. Tarik ulur dengan takdir Tuhan mengharap semua abadi. Masa terus berjalan kencang tak mungkin kau hentikan. Cinta yang melekat membuat jiwa tak rela ditinggalkan. Kenangan-kenangan yang terus tersirat di pikiran makin tak tega tuk melepaskan. Doa-doa tulus terpampang jelas melebihi doa-doa para imam. Jam, menit, bahkan setiap detik sangat berarti. Manusia mulai tersadar akan makna dari waktu. Masa yang terus berjalan dan tak pernah kembali. 

Brebes, 27 April 2023 


Bising Kota 

Bising suara dunia berisi manusia; tersenyum dan tertawa. Manusia yang berego tinggi, manusia munafik yang memaksakan senyumnya. Berlalu-lalang kawanan semut tak terkendali. Rezeki dan kesenangan tujuannya. Lampu-lampu jalan menerangi sudut kota. 

Oh… Pak tua lehernya tak mampu menegakkan beban kepala. Dahi mengerut, tangan menopangnya juga berisik kepalanya. Matanya kosong menatap ke atas berkata dalam hatinya; "Mau sampai kapan?" 

Asap rokok keluar dari mulutnya dan diarahkannya ke atas. "Mau sampai kapan?" Tak henti-henti kata itu terlintas dibenaknya. "Hei… Kau para pemimpin yang berjanji ini dan itu. Mana janji yang kami dengar dari mulutmu?" 

Malam semakin sepi terdengar nyanyian jangkrik. Suara angin yang besar menerpa berbagai ilalang. Bising manusia mulai menghilang dan hanya tersisa jiwa ini. Yang ingin bertahan hidup di hari demi hari. 

Tegal, 25 April 2023 


Malam Tanpa Bintang 

Angin mengalir menerpa badan yang rapuh. Hawa dingin mulai menusuk kulit. Deru suara air berjalan menuruni bukit. Sebuah jiwa mencari makna. Angin malam mengalir mencaci rusaknya dunia. Manusia yang tak pernah puas. Nasibnya yang kian makin lusuh seiring berjalannya waktu. Berharap kompas kehidupan terpampang dengan jelas. Keramik tak ingin kalah dengan udara dingin yang mulai naik lewat telapak kaki. Membuat gigi saling membenturkan satu sama lain. 

Oh, jiwa ini tak henti tuk mencari makna. Menatap malam tanpa bintang yang tak beda dengan dirinya. Pahit kopi hitam mulai menyambar indra pengecap, temani jiwa yang mencari makna. "Uang tak bisa dimakan!" Kalimat yang membuat jiwa ini kembali. Tuk apa menghancurkan sesuatu demi sebuah yang tak bisa kau makan? 

Tegal, 24 April 2023 


Bising manusia mulai menghilang dan hanya tersisa jiwa ini. Ingin bertahan hidup di hari demi hari. 


Kamar Kusam 

Pukul sepuluh lebih empat belas pagi. Seorang merobohkan badan. Tidak ada suara, hening, dan sunyi. Tak ada yang lebih berisik kecuali isi kepalanya. Pias-pias cahaya mulai muncul melewati jendela tua. Menghilangkan mendung di pagi itu, tapi tak mampu mengheningkan sorak-sorai di kepala. Berisik bagaikan berada di kerumunan kota. Ekspektasinya pada hidup mulai meredup bagaikan lilin yang tertiup angin. Merasa tak mampu untuk mengarungi kehidupan yang semakin hari ombaknya semakin besar. Seorang yang terombang ambing di tengah lautan Tak tahu ke mana ia akan berlabuh. 

Brebes, 23 April 2023 


Kaulah si "Pembohong" itu Ibu 

Tuhan menciptakan seorang perempuan dengan perasaan yang hampir sempurna. Perempuan yang selalu bohong dengan apa yang ia rasakan. Ketika lapar perempuan itu menahan laparnya demi anaknya yang masih bayi. Ketika anaknya sudah dewasa, ia masih saja memastikan anaknya agar makan terlebih dahulu. Ketika makan dengan lauk ikan, ia hanya menyantap kepalanya saja dan merelakan dagingnya, dengan berdalih; "Nak, ibu ndak suka bagian daging ikan." 

Sungguh munafiknya dirimu. Kau sesekali dan selalu mengutamakan anakmu. Anak yang bisa saja membuatmu kecewa. Bahkan ketika anaknya hancur kau tetap saja menyayangi. Apalagi ketika berhasil kau pasti akan lebih menyayanginya. Saat tak tahu arah kau pun menunjukkan jalan yang benar seperti halnya kompas kehidupan. Banyak hal yang tak dimengerti dalam hidup ini. Tapi kau selalu  menjawabnya dan menjelaskan dengan penuh cinta. 

Mungkin jika digambarkan, cintamu seperti halnya; "Akar-akar pohon yang menghujam bumi. Ia menguatkan, menyatukan, dan membuat pohon itu kokoh dari berbagai terpaan angin, hujan bahkan panas walaupun ia rela berada di bawah dan rela tidak terlihat perannya." Anakmu yang berbuat kesalahan kau juga ikut merasakan malunya. Kau yang selalu bimbang jika anakmu pergi dan tak kunjung pulang. Kau selalu mengajari anakmu untuk berkata baik. Mungkin dengan beribu-ribu puisi juga tak akan mampu mengungkapkan rasa kasih sayangmu. 

Kaulah si "pembohong" itu yang selalu menolak pemberian dari anakmu. Kau menolaknya dengan berkata; "Tabungkan saja uangmu, nak! Ibu juga masih punya uang." Kau yang selalu berbohong dengan kondisimu ketika sedang sakit dengan mengelak; "Ibu ndak apa-apa, nak." Dengan tujuan agar tidak merepotkan dan membuat cemas. Pada saat kondisi seperti itu pun, ia tetap menunjukkan rasa cintanya. 

Kau adalah manifestasi dari cinta Tuhan yang sesungguhnya. Kau merawat ketika anakmu bayi, mengasuhnya agar menjadi anak yang berguna, dan mengajari hal-hal baik. Kau selalu memperhatikan kondisi anakmu. Kau melakukan semua itu tanpa meminta sebuah imbalan. Bahkan jika anakmu membuat baju dari kulitnya sendiri untuk diberikan padamu juga tak akan cukup untuk membayar semua kasih sayangmu. Anakmu mungkin hanya bisa berharap agar kau selalu sehat, panjang umur, dan senantiasa menguatkanku untuk menghadapi segala tantangan-tantangan hidup ini. 

Doa-doamu bagaikan anak panah yang tidak akan meleset pada targetnya karena rida Tuhan terletak padamu. Terima kasih untuk "pembohong" besar di bumi ini. Selamat hari ibu untuk ibu-ibu hebat dimana pun. Tanpa kasih sayang seorang ibu dunia akan hancur karna manusia tak akan mengetahui makna cinta yang sesungguhnya. Sekali lagi terima kasih ibu. 

Brebes, 22 Desember 2022 


Baca juga: Puisi-puisi Aan Taupuat
Baca juga: Puisi-puisi Dion Rahmat
Baca juga: Puisi-puisi Zidny Hidayat

 

 

 

Asep Syaefudin, sedang menekuni dunia tulis-menulis, kelahiran 29 Maret 2001. Sehari-hari bekerja dan bergiat sastra di Brebes, Jawa Tengah. Ilustrasi: I Ketut Adi Candra, Bali Heritage Art Culture, 200x300 cm, mixed media on canvas, Balai Budaya Jakarta, 15 April 2023. (SK-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah
Berita Lainnya