Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Ketika nasiku, nasimu.
Ketika lukaku, lukamu.
Ketika bukuku, bukumu.
Ketika klobotku, klobotmu.
Ketika arsip-arsipku, arsip-arsipmu.
Ketika telingaku, telingamu.
Ketika bantalku, bantalmu.
Ketika terongku, terongmu.
Ketika congyangmu, congyangku.
Ketika menyanku, menyanmu.
Ketika bacotku, bacotmu.
Ketika kacauku, kacaumu.
Bahkan, ketika akumu, kamuku.
Ketika aku adalah kamu,
yang adalah aku,
yang adalah kamu,
yang adalah aku yang mengkamu,
dalam kamu yang mengaku!
2023
Ia adalah teks yang kamu simpan dalam-dalam pada sudut terpojok pikiranmu.
Teks itu menghantui tubuh,
mengambil rupa sebagai jemari dan tatap.
Ia adalah bunyi terkecil dari dentuman besar, tersimpan rapat dalam percakapan dengan dirimu sendiri.
Teks itu bergerak dalam ruang,
mengambil rupa sebagai hentak kaki.
Bedhaya dan Srimpi,
jadi mati pada mata itu, ternyata basi segala upaya fragmentasi.
Ia yang menari pada bait-bait puisi, kemenangan kecil mungkin adalah puncak koreografi.
2023
Mungkin, satu-satunya hal yang kuinginkan dalam hidup adalah berjalan kaki sampai entah ke mana. Seperti Herodotus berjalan jauh dari Kepulauan Aegea, Mesir, Palestina, Thrace, Babilon, sampai utara Laut Hitam.
Dunia ialah tong kosong nyaring bunyinya, lagipula kita hanya punya kaki dan telapaknya untuk saling mengenal. Ternyata begitu caranya sang musafir melintas ruang dan waktu, bahkan ia gembira, sehat, dan bugar saat menemui ajalnya.
Herodotus mungkin hanya seorang pejalan dan musafir, ia bukan pemikir. Lagipula siapakah yang layak disebut pemikir, penyair, atau filsuf? Apakah mereka yang bersemedi sampai jadi mayat di kuil pengetahuan? Atau mereka yang menjajaki jalan berdebu sampai ke negeri-negeri jauh? Kaki dan telapak kita, mungkin hanya satu-satunya cara untuk tetap hidup.
2023
Satu-satunya hal yang kuinginkan dalam hidup ialah berjalan kaki agar tetap hidup.
Pembakaran,
penghancuran,
pemusnahan,
adalah tiga kata yang ingin kuhapus dari seluruh kamus bahasa umat manusia.
Penaklukan,
tungkul,
tunduk,
adalah tiga kata lanjutan yang ingin kuhapus dari cara kita saling menjadi.
Mengada,
menjadi,
adalah dua strategi kita menuju hidup,
seperti nasihat Erich Fromm.
Kita,
sesama manusia kecil,
bertahan dari hempasan raksasa besar.
Kamu membisik,
bagaimana kalau proyek pertama hidup kita adalah membasuh bersih bahasa kekerasan?
Kamus penuh bahasa kekerasan itu kita basuh dengan air hangat, dikeringkan, dibalut, dan dimanusiakan.
Pembakaran,
penghancuran,
pemusnahan,
penaklukan,
tungkul,
tunduk,
hanya jadi artefak,
hanya jadi masa lalu,
hanya jadi arsip.
2023
— Puitisasi Last Train Home
karya Pat Metheny.
Entah kenapa,
bagaimana,
di mana,
kapan,
semua gelap,
tak ada satu pun.
Bahkan aku,
tubuh sendiri,
suara puitika sendiri.
Namun pada titik terjauh,
terlihat ada cahaya,
samar, samar.
Tetap aku berusaha mendekat,
ia makin jauh,
serangan bergidik,
hujaman hangat,
ditusuk pembebasan.
Ternyata, kami dipeluk paradoks!
Tujuh langkah ke peron,
biasanya enam atau delapan,
tapi tujuh tampak lebih sempurna.
Akhirnya, usai juga.
Akhirnya, pada akhir.
Aku pulang!
2023
Aku ingat,
percakapan itu,
saat kita saling berteduh,
sampai subuh:
"Aku bisa ikut berteduh?"
"Aku juga sedang berteduh, ternyata malam ini terlalu panjang."
"Memang, apa yang kamu lalui malam tadi?"
"Entah, tak bisa kulampaui malam, malam bertemu malam lagi."
"Sepertinya aku juga begitu."
"Ya, mari kita saling berteduh, sampai pagi datang. Aku siapkan makan malam untuk-Mu, masuk saja lewat pintu besi itu. Udara selalu dingin setiap hari!"
Mari kita makan malam bersama lagi,
makan saja dengan piring-Ku,
dengan gelas-Ku.
Kamu suka bertanya:
lalu, bagaimana dengan sarapan pagi?
Tapi, akankah kita sampai pada pagi?
Atau, setiap hari adalah malam?
Ya, bukan soal malam atau pagi,
tapi soal wajah,
piring,
dan bagaimana kita saling berteduh,
dari malam,
dan pagi yang selalu malam.
Pada hari, bulan, tahun, atau abad,
yang mungkin,
selalu malam.
Entahlah,
yang jelas,
waktu telah berhenti,
pada teduh itu,
selalu pada jumpa,
saling pada teduh.
2023
Baca juga: Waras
Baca juga: Sajak-sajak Inamul Hasan
Baca juga: Sajak-sajak Resiyaman Oratmangun
Amos Ursia, penulis lepas, lahir di Bandung, Jawa Barat, 13 Oktober 2000. Menulis esai, puisi, dan prosa. Karya-karyanya telah dipublikasikan di sejumlah media daring. Meminati riset seputar sejarah pemikiran, sejarah seni, dan kajian pascakolonial. Kini, bergiat dan berkarya di antara dua kota, Yogyakarta dan Jakarta. Ilustrasi header: Syahnagra Ismaill, Rumah di Atas Rawa, 175x136 cm, 2023. (SK-1)
Sajak-sajak Negar Fitrian - Membenci diri sendiri, memacu kita untuk lupa diri.
Sosok penting pada era puisi baru Peru abad ke-20.
223 Tahun Alexander Pushkin - Kenapa Pushkin diangkat sebagai Bapak Sastra Rusia?
Mengenal Nikolai Nekrasov, seorang penyair realis Ukraina-Rusia penggagas lirik sipil.
Ada Slogan Jadi Logam - Kedunguan dapat dilarutkan dengan banyak membaca.
Bukan tanpa alasan kami menjaga persahabatan antara Rusia-Ukraina.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), menggelar rangkaian kegiatan strategis dalam rangka penguatan literasi dan sastra, serta revitalisasi bahasa daerah di Jawa Tengah.
Aprinus mencontohkan, beberapa karya yang kandungan SARA, yakni pada novel Salah Asuhan yang pada draf awalnya disebut menyinggung ras Barat (Belanda).
Sastra sebagai suatu ekspresi seni berpeluang mempersoalkan berbagai peristiwa di dunia nyata, salah satunya adalah persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dedikasi Pramoedya Ananta Toer tidak lepas dari berbagai konsekuensi berat, ia harus merasakan pahitnya penjara di tiga rezim berbeda.
Dengan lebih dari 50 karya yang diterjemahkan ke 42 bahasa, Pramoedya Ananta Toer adalah lambang harapan, perlawanan, dan keberanian melawan ketidakadilan.
Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta menggagas Jakarta International Literary Festival (JILF) 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved