Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
Budayawan Agung Rai memastikan Ubud masih menjadi daya tarik seni bagi seniman yang datang ke Pulau Dewata.
GEMERICIK air kali yang melewati kawasan Agung Rai Museum of Art (ARMA), Ubud, Bali, terdengar jelas di telinga saat saya berjalan melintasi jembatan mungil buatan. Suara jangkrik, kodok, dan katak saling bersahut-sahutan. Sesekali terdengar menembus kuping ini.
Sore itu, hujan baru saja reda. Budayawan Anak Agung Gde Rai, 67, nampak memegang sapu lidi. Sesekali ia mengayun ke kiri dan kanan untuk memisahkan bunga-bunga kering yang luruh tertiup angin. “Ini biasa saja. Pekerjaan sehari-hari,” ujarnya, sopan, Sabtu (11/2).
Seorang pengunjung asing tiba. Ia menghampiri dan menyapa Agung Rai, sapaan sehari-hari sang kolektor seni rupa, itu. Mereka saling berbicara dalam bahasa Inggris secara santai. Mulai dari topik koleksi lukisan, suasana museum pascapandemi, ritus tahunan yang digelar di Ubud, hingga jeruk bali (Citrus maxima) yang sedang berbuah.
Kesederhanaan Agung Rai menyapu di selingkung pekarangan pun memberikan sebuah pesan mendalam bagi siapapun, termasuk saya. Tanpa disadari, sang pendiri ARMA Museum & Resort itu telah ikut menjaga alam di sekitarnya. Museumnya pun kini telah dikenal luas hingga ke tujuh penjuru mata angin.
Sehari berikutnya, pada Minggu (12/2), pukul 10.00 Wita, kami bertemu kembali. Agung Rai sudah menunggu saya di balai kecil, yang berada di samping museum. Di gedung lainnya, ada puluhan penari terlihat sedang sibuk berlatih Tari Kecak, Tari Jegog, dan Gong Kebyar.
“Saya pernah membawa para penari dari sini untuk pentas di Paris dan Amsterdam. Sambutan di sana luar biasa sekali. Sekarang, penari yang muda-muda dipersiapkan kembali. Lihat saja, mereka berlatih secara tekun,” cetus Agung Rai seraya mengajak saya berkeliling pagi.
Kelompok seni bernama ARMA Gamelan Grup itu pernah memukau para penonton di Concertgebouw, Amsterdam, Belanda, pada 20 November 2004 lalu. Regenerasi penari menjadi pegagang utama Agung Rai untuk terus melestarikan seni dan budaya Bali ke depannya.
Kami berjalan bersama-sama. Menyusuri hamparan pepohonan dan pematang sawah yang menghijau permai. Matahari pun bersinar tak begitu terik. Sesekali sinarnya menyalip perlahan di bawah rerindang pohon bambu yang seakan sedang merunduk malu.
Di ARMA Museum & Resort terdapat berbagai program kebudayaan yang kini disajikan kembali kepada pengunjung pascapandemi. Mulai dari workshop, performance, sampai mengunjungi museum. Program workshop, antara lain kelas gamelan, yoga, melukis, membatik, memasak, dan menari. Sedangkan untuk performance, seperti menyaksikan Tari Kecak dan Konser Gamelan.
Semua program sejak tahun lalu hingga kini perlahan-lahan mulai berangsur normal. Tidak seperti sebelum-sebelumnya di mana pandemi sempat merubah segalanya. Termasuk, tingkat hunian hotel bagi wisatawan asing di Bali umumnya dan Ubud khususnya.
Sebagai kolektor ulung, Agung Rai melihat bahwa keberadaan museum sebagai pusat peradaban perlu untuk dijaga sebab di tempat itulah bersarang ilmu pengetahuan. Wawasan kesenian harus menjadi tolak ukur agar peradaban bangsa terus menuju ke arah yang lebih jaya.
Di ARMA, misalnya, terdapat karya-karya maestro Indonesia. Mulai dari seniman era Hindia-Belanda dulunya hingga Indonesia kini. Ada karya Raden Saleh Sjarif Bustaman (1811-1880), Hendra Gunawan (1918-1983), Ahmad Sadali (1924-1987), Abdul Djalil Pirous (1933), I Made Djirna (1957), dan Sunaryo (1943).
“Sebagian besar karya-karya lukis saya dapat dari para pelukis saat mereka berpameran di Jakarta dan Bandung. Kalau saya suka maka cepat saya dapatkan karena ini seperti anak. Hubungan baik antara kolektor dan seniman juga perlu dijaga,” tutur Agung Rai seraya menyulut sebatang rokok.
Melalui koleksi-koleksi di museum, perlu adanya ritual of connection antara karya dan orang yang melihat. “Intinya, harus jatuh hati dulu dengan karya seseorang. Kalau sebuah lukisan sudah disukai, maka kolektor akan langsung ambil,” sambungnya, serius.
SANTAI: Budayawan Agung Rai bersantai di ARMA, Ubud, Bali, Minggu (12/2). MI/IWAN JACONIAH
Museum sebagai sebuah tempat menyimpan karya seni bersejarah dan "mahal" nilainya, perlu sekali diimbangi dengan keberadaan tenaga ahli restorasi. Agung Rai mengakui dan menyadarinya bahwa koleksi-koleksi yang ada di museumnya masih sulit untuk mendapatkan tenaga ahli itu. Terutama, dalam proses merestorasi karya-karya yang adakalanya rusak dan sobek akibat usia, jamur, dan cuaca.
Bahkan, sebuah lukisan masterpiece karya Raden Saleh berjudul Portrait of a Javanese Nobleman and His Wife (192 x 127 cm, 1837) pernah Agung Rai bawa ke Eropa untuk dilakukan restorasi. Alhasil, karya tersebut dapat “hidup kembali” di museum hingga kini.
“Perlu orang-orang yang mampu memahami tentang unsur-unsur kimiawi di dalam cat dan kanvas. Untuk restorasi belum begitu bagus di Indonesia sehingga saya pernah membawa beberapa karya untuk dilakukan restorasi di luar negeri,” akunya.
Melalui perjalanan panjang sebagai seorang penjual lukisan, kolektor, dan pendiri museum, Agung Rai masih melihat potensi-potensi ke depannya untuk dikerjakan secara komprehensif. Terutama, menjadikan museumnya sebagai living museum yang nyaman bagi setiap orang.
“Saya kira penting sekali untuk menjaga hubungan di antara sesama manusia dan alam. Setiap orang yang datang ke sini akan merasakan suasana berbeda karena ada unsur spiritualisme,” papar ayah tiga anak, itu.
Memang benar adanya. Konsep menjaga alam dan menghargai sesama manusia patut dijaga bersama. Bahkan, sederet tokoh dunia pernah mampir ke Ubud. Mulai dari Ratu Inggris Elizabeth II pada 1974, Presiden Amerika Serikat ke-44 Barack Obama pada 2016, tokoh perdamaian Afrika Selatan Desmond Tutu, hingga Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid.
Udara masih di ambang batas normal. Dari arah pintu gerbang, Sakshama Koloski, wisatawan asal Makedonia, muncul bersama dua rekannya asal Amerika Serikat, Abhijatri Robinson dan Balarka Robinson. Ketiganya sempat berjabat tangan dan bertegur sapa dengan Agung Rai, pagi itu.
Mereka datang untuk melihat sebuah patung Chinmoy Kumar Ghose atau yang lebih dikenal sebagai Sri Chinmoy, seorang pemimpin spiritual India yang mengajar meditasi di Barat dan pindah ke New York, pada 1964. Ketokohannya begitu kharismatik.
JERUK BALI: Budayawan Agung Rai (kiri) bersama tetamunya melihat jeruk bali di ARMA, Ubud, Bali, Sabtu (11/2). MI/IWAN JACONIAH
Semasa hidupnya, Chinmoy mendirikan pusat meditasi pertamanya di Queens, New York. Ia akhirnya memiliki lebih dari 7.000 murid di 60 negara. Koloski dan dua bersaudara Robinson adalah murid-murid Chinmoy.
Tak mengherankan, keberadaan patung Chinmoy di kawasan ARMA inilah yang membuat Koloski dan Robinson bersaudara mengunjungi Ubud. “Suasana desa di sini memang berbeda dengan tempat-tempat yang pernah saya kunjungi. Nuansa spiritual inilah yang membawa kami ke sini,” tutur Koloski.
Ya, keberadaan patung memorial Sri Chinmoy telah menjadi magnet bagi ribuan murid-muridnya untuk melakukan pelawatan spiritual ke Ubud. Patung tersebut sebagai simbol perdamaian yang dibawah dari New York ke Ubud. “Murid-murid Sri Chinmoy terbilang banyak sekali sehingga mereka datang untuk tujuan spiritual. Dunia meditasi menjadi pilihan mereka,” jelas Agung Rai.
Ubud memang telah menjadi salah satu tempat bagi para pelancong mencari ketenangan lewat meditasi. Begitu pula bagi para seniman dunia yang pernah mampir di sana. Sekadar menyebut nama pelukis, komposer, dan kurator Jerman-Rusia Walter Spies (Moskwa, Rusia, 1895 - Nias, Hindia Belanda, 1942) dan pelukis cum ahli litografi Belanda Arie Smith (Zaandam, Belanda, 1916 - Denpasar, Bali, 2016).
Kedua seniman legendaris tersebut pernah menetap lama di Ubud. Sudah barang tentu, mereka pun banyak melukis dengan mengusung tema-tema tentang tradisi Bali secara memukau. Bahkan, beberapa karya masterpieces Spies dan Smith juga dapat dilihat secara dekat di ARMA.
Matahari jatuh perlahan di ubun-ubun. Saya mulai merasakan panasnya. Agung Rai sejurus pamit sebentar. Ia bergegas meninggalkan museum dan hendak menyambut seorang tamunya yang baru saja tiba. “Ngopi santai dulu ya di sini. Saya pamit sebentar,” pintahnya, lembut.
Lewat seni dan budaya, ada sebuah peradaban baru pascapandemi.
Saya pun memutuskan untuk menghabiskan secangkir kopi bersama seniman asal Jepang Cameon Komatsu. Kebetulan, ia sedang mengikuti program residensi dan menggelar pameran tunggalnya bertajuk Spirit Banaspati: Wood Block Print, yang telah berlangsung sejak Kamis, (9/2) hingga Kamis, (9/3) mendatang.
Pemantapan program-program kebudayaan di ARMA Museum & Resort terus dikembangkan secara profesional. Hal itu sebagai ujung tombak dalam menjaga warisan adiluhung. Terbuka peluang bagi seniman untuk ikut berkolaborasi secara internasional.
Lewat seni dan budaya, ada sebuah peradaban baru pascapandemi. Orang-orang berkunjung ke Ubud bukan hanya sekadar berwisata. Namun, jauh dari itu ialah mengisi kembali kekosongan jiwa spiritual mereka melalui seni lukis dan meditasi. (SK-1)
Baca juga: Martabat Seniman Indonesia
Baca juga: Tokoh Puisi Mbeling itu Sudah Pergi Jauh
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Iwan Jaconiah, penyair, editor puisi Media Indonesia, dan penulis buku seni rupa Lukisan Wiwik Oratmangun, Pentas Grafika, Jakarta (2022). Dalam dunia perpuisian, ia didapuk sebagai pesastra Indonesia pertama peraih Diploma of Honor Award untuk puisi Bumi pada X International Literary Festival «Chekhov Autumn» di Yalta, Krimea, Rusia (2019) dan Diploma Award untuk puisi Langit Pasifik pada International Poetry Festival «Taburetka» di Monchegorsk, Murmansk Oblast, Rusia (2017). Foto header: Portrait of a Javanese Nobleman and His Wife (192 x 127 cm, 1837), karya pelukis maestro Raden Saleh, koleksi tetap ARMA.
Karya yang dipamerkan merupakan hasil pertimbangan kurasi pihak galeri maupun diskusi kurator - tim pameran (pengurus Gorta)
Penggunaan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kini semakin meluas, termasuk di bidang seni. Seperti apa praktiknya?
Upaya untuk menghidupkan kembali karya seni patung dilakukan pameran seni Art Jakarta Gardens 2024
Salah satu perupa maestro seni modern itu merupakan perempuan yang menginspirasi seniman Spanyol, Pablo Picasso dalam melukis.
Benda-benda yang disita itu antara lain, patung gajah batu kapur dari Timur Tengah kuno hingga sebuah patung abad ketujuh dari Tiongkok.
Sejumlah karya lukisan, fotografi, film pendek, seni instalasi dari pekerja seni muda dan pelajar Indonesia akan dipamerkan dalam Erlangga Art Awards 2022.
FINNA Art of The Year 2025 hadir untuk mencari para seniman Indonesia dalam menghasilkan karya-karya seni lewat program kompetisi desain dan juga hibah seni.
Oorkaan Ensemble menggabungkan elemen-elemen eksperimental, kontemporer, dan lintas disiplin.
Pada 1976, Uut menikahi seorang perempuan asal Austria, Desa Maya Waltraud Maier dan menetap di Bali.
Erin Dwi A memiliki gaya lukisan sapuan kuas yang tegas geometris gigantis dan permainan warna warni yang menarik.
Kedutaan Besar Australia bekerja sama dengan ABC Australia resmi meluncurkan serial televisi terbaru yang menyoroti seni dan desain Indonesia di Salihara Arts Center
Jogya Police Watch (JPW) meminta para polisi tidak membungkam karya seniman. Hal itu merespons masalah yang dialami Band Sukatani dengan lagunya Bayar Bayar Bayar.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved