Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
memandang ke atas, langit kita satu. melihat ke bawah, bumi kita sama. namun isi kepala dan hati kerap berbeda. biru bagimu, hijau bagiku. cokelat bagiku, hitam bagimu. lantas, bagaimana kita akan beriring?
ingat, katamu, mimpi kita adalah meruntuhkan dinding.
pada jalan yang lurus atau berkelok, kita masih bisa melangkah bersama. ketika kau hendak ke timur, aku tak memilih mundur. manakala aku hendak ke barat, kau tak pernah mendebat. di setiap persimpangan, kita tetap berpegangan tangan.
jalan itu mempersatukan yang ada di kanan dan di kiri. jalan itu mempertemukan yang di sana dengan yang sini. sampai kapan kita akan menempuh tujuan dan meruntuhkan setiap tantangan? oh, maaf, pertanyaan itu telah dikubur dalam-dalam dan kita tinggalkan jauh di belakang.
kita tak berumah. bukan berarti kita pengungsi. tak ada alamat yang perlu dicatat. utara dan selatan hanya urusan membalik badan.
kita tak berumah. bukan berarti kita gelandangan. ini dunia adalah medan petualangan. timur dan barat hanya soal sudut mata melihat. ke mana pun melangkah, di situ kita dapat istirah atau mendirikan kemah.
waktu selalu memaksa untuk berpacu dan meninggalkan jejak-jejak. begitu pula tempat, senantiasa memberi garis batas. meski kadang tak tegas. begitu pula kita. tetap merasa berjarak meski kerap saling mendekap.
ciuman yang berulang-ulang, tak juga dapat menyatukan dua hati yang telah lama kepayang.
“selamat pagi,” katamu. “selamat malam,” jawabku. lalu kau menyeduh kopi dan menikmatinya di dekat jendela. di bawah sana, orang-orang tampak bergegas di jalanan.
“aku kopi dan kau gula. dalam cangkir kecil ini kita berbaur,” katamu. “ya, aku pahit dan kau manis. di tengah kota besar ini kita bertempur,” timpalku.
tak ada lemari atau sekadar rak. buku-buku ini kita biarkan menumpuk dan berserak. sebagian sudah dimakan rayap dan sobek di beberapa halaman. sebagian belum pernah dibaca dan berdebu di sudut ruangan.
bukumu. ya, hanya buku puisimu yang berkali-kali kubaca. namun, jujur saja, tak pernah mudah kupahami maknanya. sebab itu, di antara lembar-lembarnya, banyak kutandai dengan sudut lipatan.
pintu tak pernah menunggu siapa pun: aku yang akan pergi atau kau yang akan datang. jangankan kunci, gagangnya pun sudah kita buang.
pintu tak pernah membatasi siapa pun: aku yang akan menendangnya atau kau yang akan membantingnya. saat kita seru berseteru.
awal mei. ini pagi terasa amat sepi. jalanan hanya sesekali digetarkan sirine ambulan atau mobil patroli. lihat, langit juga lengang, tapi tak ada sepotong pun matahari.
embun mei. apa kabar kotaku? apa kabar negeriku? apa kabar dunia? kunyalakan televisi. astaga, semua kanal dipenuhi gosip dan berita basi. oh, ini pagi terasa amat ngeri.
yang telah pergi tak perlu ditunggu untuk kembali. jejak-jejaknya biar saja berserak dan tak terlacak. kehilangan adalah titik terang menuju keabadian. sebagai kenangan bagimu di masa depan.
seperti rindu yang tak pernah mengejar waktu, aku tak pernah memburu cahaya di antara kontinen malam. biar, biar saja gelap merayap dan meningkap damai dalam lelap.
kau tahu, bahaya senantiasa mengendap di balik cahaya. sebab itu, tiada guna matahari menungguku di luar pintu. sia-sia belaka bintang mengiba di luar jendela.
terkadang aku merindukan malam tanpa bulan. tanpa bintang. lalu, lamat-lamat terdengar gemuruh panjang—kareta terakhir lewat di kejauhan.
dalam dekap gulita, di relung senyapnya, bayang wajahmu kelak melintas, jelas membawa kenangan lawas—catatan rindu sepanjang waktu.
sebelum membakar, api senantiasa berkabar: betapa rentan suatu gesekan!
waspada angin. perciknya mudah menyebar dan menjalar. selebihnya, menghanguskan.
jauh sebelumnya, kau memang sempat mengingatkan: kabar api adalah kobar. sekalinya memercik, kita akan terkepung dalam konflik. terbukti, kini hubungan kita berakhir pelik.
kekasih hati
tak akan terganti
jauh dekat
tak akan berkhianat
Baca juga: Sajak-sajak Remy Sylado
Baca juga: Sajak-sajak Boris Pasternak
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Badui Uhan Subhan, penyair dan penulis lepas, lahir di Serang, Banten, 17 Oktober 1977. Tulisan-tulisannya berupa artikel, cerita pendek, dan puisi sempat dimuat di sejumlah surat kabar nasional dan daerah. Karya-karyanya tersebar dalam sejumlah antologi puisi dan antologi cerpen bersama. Antologi Puisi Bersama: Narasi 34 Jam (KSI, 2001), Jogja 5,9 Skala Richter (Bentang Pustaka, 2006), Ode Kampung (Rumah Dunia, 2006), Anafora dari Gaza (Dompet Dhuafa, 2022), dan Banten dalam Puisi (Lumbung Banten, 2022). Antologi Cerpen Bersama: Yang Dibalut Lumut (CWI, 2003), Dari Zefir Sampai Puncak Fujiyama (CWI, 2004), dan Festival Bulan Purnama Majapahit Trowulan (Dewan Kesenian Mojokerto, 2010). Kini tinggal dan beraktivitas sebagai tenaga pendidik pada sebuah sekolah swasta di Kota Depok, Jawa Barat. (SK-1)
Sajak-sajak Negar Fitrian - Membenci diri sendiri, memacu kita untuk lupa diri.
Sosok penting pada era puisi baru Peru abad ke-20.
223 Tahun Alexander Pushkin - Kenapa Pushkin diangkat sebagai Bapak Sastra Rusia?
Mengenal Nikolai Nekrasov, seorang penyair realis Ukraina-Rusia penggagas lirik sipil.
Ada Slogan Jadi Logam - Kedunguan dapat dilarutkan dengan banyak membaca.
Bukan tanpa alasan kami menjaga persahabatan antara Rusia-Ukraina.
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), menggelar rangkaian kegiatan strategis dalam rangka penguatan literasi dan sastra, serta revitalisasi bahasa daerah di Jawa Tengah.
Aprinus mencontohkan, beberapa karya yang kandungan SARA, yakni pada novel Salah Asuhan yang pada draf awalnya disebut menyinggung ras Barat (Belanda).
Sastra sebagai suatu ekspresi seni berpeluang mempersoalkan berbagai peristiwa di dunia nyata, salah satunya adalah persoalan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Dedikasi Pramoedya Ananta Toer tidak lepas dari berbagai konsekuensi berat, ia harus merasakan pahitnya penjara di tiga rezim berbeda.
Dengan lebih dari 50 karya yang diterjemahkan ke 42 bahasa, Pramoedya Ananta Toer adalah lambang harapan, perlawanan, dan keberanian melawan ketidakadilan.
Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta menggagas Jakarta International Literary Festival (JILF) 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved