Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Sajak-sajak Sergey Yesenin 

Sajak Kofe
28/8/2022 08:00
Sajak-sajak Sergey Yesenin 
(Ilustrasi: Flomaster Russia )

Ilustrasi: Sergey Yesenin, Flomaster

Belgia 

Kau kalah tapi bukan budak, 
berdiri bangga tanpa tameng, 
kapelmu telah dinodai, namun 
jiwa tetap murni seperti salju. 

Pesta darah bertebaran asap api 
diatur oleh iblis yang tangguh, 
menggenggam pedang bersayat 
sebuah negeri berani kau rebut. 

Roh memang bebas dan perkasa 
kekuatan besar belum terpadamkan, 
bagai elang mengepak sayap ke angkasa  
melintasi kuburan dengan gagah berani. 

Kebenaran menguak: 
musuh sudah jatuh di kakimu 
tetaplah berdoa meski bersedih 
pada altar yang koyak dan retak. 

1914


Birch 

Birch putih 
di bawah jendela 
tertutup tumpukan salju, 
seperti perak. 

Cabang berbulu 
pembatas berguguran 
kuasnya bermekaran 
memutih di setiap sudut. 

Birch putih 
dalam hening, aku terlelap 
kepingan sayap berhamburan 
terbalut api keemasan. 

Subuh, aku malas 
mengikuti langkah kaki, 
cabang-cabang bertaburan 
menjadi pucuk-pucuk baharu. 

1913 


Terompet Heroik 

Suara guntur dan cawan langit terbelah 
awan gelap pecah. 
Pada liontin emas muda
lampu surgawi bergoyang. 
Malaikat membuka tirai jendela, 
melihat – langit tanpa awan di timur 
sedang dari barat seperti pita lebar, 
fajar memerah lalu menyingsing. 
Hamba-hamba Allah menduga, 
bukan tanpa alasan bumi terbangun. 
Kata mereka; orang Jerman tak bernyali  
saat menghadapi petani dalam peperangan. 
Malaikat berkata kepada matahari; 
"Bangunkan orang itu, 
tepuklah kepalanya, 
ini masalah besar dan bahaya bagimu." 
Seorang pria bangkit, mencuci wajah di ember,
berbicara lembut kepada angsa putih. 
Setelah mandi, dia berdandan dengan bersepatu kulit 
dan bergegas mengambil pembuka botol. 
Dia mengeluarkan tongkat dan gada. 
Seorang petani berpikir-pikir dalam perjalanannya ke lumbung:
"Aku akan mengajari dia tentang cara membersihkan cangkir kotor."
Saat bergerak, dia mendorongku penuh amarah, 
melempar gagang pedang sebelum sobek di bahu. 
Pandai besi membuat senjata tajam bagi petani, 
yang duduk bersimpuh duka di tunggu perapian. 
Dia mengendarai kereta di jalanan yang bising 
dan bersiul-siul tentang lagu perjuangan, 
sedang seorang pria memilih jalan yang lebar, 
peluit menyeringai hingga terdengar di ujung kuping,
orang Jerman melihat – pohon ek berusia seratus tahun bergetar, 
daunnya jatuh perlahan-lahar dari rerantingnya. 
Dia melempar sebuah topi tembaga,
ciut mendengar terompet angkatan muda yang heroik ...
Rusia merayakan hari kemenangan, 
bumi berdengung dari lonceng biara. 

1914

 

Sambil tersenyum, dia membekukan air mataku menjadi mutiara.

 

Nyala Api di Seberang Sungai...  

Api menyala di seberang sungai,
lumut dan tunggul terbakar.
Oh mandilah, oh basahilah, 
lumut dan tunggul terbakar. 

Air mata lelaki meneteskan di bawah pinus –
kasihanilah musim semi dan musim panas. 
Oh mandilah, oh basahilah, 
kasihanilah musim semi dan musim panas. 

Di gerbang perbatasan 
gadis-gadis menari ria.
Oh mandilah, oh basahilah, 
gadis-gadis menari ria. 

Kepada siapa sedih, kepada siapa dosa, 
bersukacita dan bergembira. 
Oh mandilah, oh basahilah, 
bersukacita dan bergembira. 

1916 


Selamat Pagi! 

Bintang-bintang emas tertidur,
cermin-cermin kecil bergetar,
cahaya menyingsing di pundak sungai
dan memerahkan kisi-kisi langit.

Pohon birch yang mengantuk tersenyum,
kepang sutranya tampak acak-acakan. 
Anting-anting hijau bergemerisik,
sedang titik-titik embun bertaburan bunga api. 

Jelatang-jelatang tumbuh di pagar 
berpakaian bak secerah mutiara
bergoyang dan berbisik nakal: 
"Selamat pagi!" 

1914 


Soneta 

Aku menangis hingga fajar tiba, 
semalam ranjang berembun, 
gelombang pilu di hati reda,
suara terompet lamat-lamat terdengar dari kejauhan. 

"Sia-sia kerinduan itu," kata Ombak kepadaku. 
Setelah melepas penutup, rindu terkubur di sungai, 
sedang bulan sabit pucat dengan ciuman yang dingin. 

Sambil tersenyum, dia membekukan air mataku menjadi mutiara.
Aku membawakanmu, putri bermata jelita,
karang air mata kesedihan dan kesepian 
serta selubung halus gelombang berbusa. 

Hatiku mabuk cinta namun tak bahagia... 
memberi semua yang tidak kumiliki 
setia menunggu tuk mengecup sepotong bibirmu. 

1915

 

Burung Pemakan Ceri 

Ceri manis
mekar di musim semi 
cabang-cabang berwarna emas,
ranting-ranting ikal, meringkuk.

Embun madu di sekitarnya 
meluncur ke bawah kulit kayu, 
sayuran pedas di bawahnya 
bersinar perak. 

Sisa onggokan es mencair, 
mengaliri rerumputan dan 
menembusi cela-cela akar, 
mengecil selaput perak. 

Sekawanan burung manis, 
hinggap di dahannya, 
daun-daun menghijau  
terbakar di bawah sinar matahari. 

Ombak-ombak berkejaran di sungai  
semua cabang tertiup angin 
menyingsing di bawah cahaya 
mendendangkan tembang kehidupan. 

1915 

 

Baca juga: Sajak-sajak Yevgeny Yevtushenko 
Baca juga: Sajak-sajak Inggit Putria Marga 
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia 
 

 

 

 

Sergey Alexandrovich Yesenin, penyair, lahir di Konstantinov, Ryazan, Kekaisaran Rusia, 3 Oktober 1895 - wafat di Leningrad, Uni Soviet, 28 Desember 1925. Pada 1912, ia pindah ke Moskwa dan kuliah di The Moscow City People's University named after A. L. Shanyavsky. Puisi Yesenin pertama kali muncul di sebuah majalah di Moskwa pada 1914. Pada 1915, ia berkunjung ke Petrograd dan bertemu dengan sederet penyair ternama setempat, seperti Alexander Blok, Sergey Gorodetsky, Nikolai Klyuev, dan lain-lain. Ia menerbitkan buku kumpulan puisi pertamanya berjudul Radunitsa (1916). Yesenin sempat bertugas sebagai tentara Tsar untuk waktu yang singkat. Pada 1922-1923, ia bersama istrinya, seorang penari Amerika, Angela Duncan, mengunjungi Jerman, Prancis, Italia, Belgia, Kanada, dan Amerika Serikat. Pada 1924-1925, ia melawat ke Georgia dan Azerbaijan sebanyak tiga kali. Ia bekerja di sana dengan sangat antusias dan menciptakan Puisi 36, Anna Snegina, dan Motif Persia. Yesenin adalah ahli syair terkemuka yang piawai dan berani. Karya-karyanya memesona dan menjadi kajian artistik di zamannya hingga kini. Kesederhanaan tema Yesenin di tahun-tahun terakhir hidupnya begitu transparan dan sederhana. Karya Yesenin di sini diterjemahkan dari bahasa Rusia ke bahasa Indonesia berdasarkan puisi-puisi terbaik yang dibuat semasa hidupnya. Puisi-puisi dialihbahasakan oleh Iwan Jaconiah, penyair dan editor puisi Media Indonesia. (SK-1) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Iwan Jaconiah
Berita Lainnya