Stasiun Kazansky
Mataku sayu mengantarmu
saat gerimis pupuh di kereta
kau pergi sementara waktu
bagiku pusaka kini petaka.
Kau genggam kelingking
mendekap erat, merinding kulit,
kian bertambah membuncah kencang
melepas sauh, aku enggan meniup peluit.
Hari berganti jubah, langit bertopi kelabu
melewati musim baru tanpamu
serpihan pasir putih di kalbu
melekat debu menatap haru.
2021
Bauman
Di bibir Volga,
kita bermandi butiran salju
bibir pucat masai, sukma berderu-deru
membelai ragu-ragu, memeluk malu-malu.
Menawarkan harum petal bunga;
menengok semburat senja perlahan lenyap,
kau tarik tanganku lembutnya; kisah cinta, janji setia.
Bergegaslah ke Bauman, sayang. Bintang redup segera senyap.
Daun-daun berbisik,
seakan abadi susuri taman
hikayat kisah cinta seorang permaisuri
aku rasakan jua akar-akar bertunas di dada.
Orang-orang beradu langkah
sedang kau genggam jemari penuh kasih,
sorot mata jernih, buat jantung bergelombang
pada Bauman biarlah bibirmu bertengger atas bibirku.
2021
Elegi Api
Bantal sebagai saksi
bingkai foto siapa aku tangisi
ruang hampa serupa belati sayati hati.
Senja sendu
diempas keinginan.
Hampa jarak beradu dadu
ada pekik tupai di malam purba.
Angin genit bertamu, kopi aku seduh
berharap kesepian terkikis merdu.
orang-orang mendistraksi rindu;
sedang aku dicandu elegi subuh
mengingat kau yang jauh.
2021
Kau pergi sementara waktu bagiku pusaka kini petaka.
Percintaan Taman Gorky
Musim dingin tiba lebih awal
bunga mengerut sungai membeku,
gemuruh badai salju buat gigil.
Kau mengecup keningku
menghangatkan hati beku
satu senyum, cukuplah sudah.
Bulan menggantung di ujung gedung
ada malaikat menjelma manusia
diam berbalut syal di pundak.
Kisah percintaan serupa musim
mendekap erat, ragu memuncak.
mencintaimu adalah doa-doaku.
2021
Tak Nada Tak Jiwa
Dinding asrama penuh kenangan
merapal kekang saat rinduku sepertiga waras
menguap bak renjana, tak bernada, tak berjiwa.
Segelas kopi dan semangkuk mi,
cukup sebagai penghapus rinai gerimis
aku tersesat badai seonggok kebahagiaan.
Ibu, nestapa kawanku, air mata penghangatku
pada telapak kakimu aku bersimpuh,
bayang matamu aku berteduh.
2021
Negeri Jauh
Beban tugas kian mengejar
percikan api membakar
gembira ria terlempar
badan kaku terkapar.
Musim kian pengar
bagai pipit di sangkar
disuguhi roti ala kadar
sial, hidup ternyata kelakar.
2021
Baca juga: Sajak-sajak Stevie Alexandra
Baca juga: Sajak Kofe, Warung Puisi Pascakontemporer Indonesia
Amalia Raras Putri Cahyadi, mahasiswi, kelahiran Bandung, Jawa Barat, pada 22 September 1999. Pada 2017-2018, ia mendapatkan beasiswa pertukaran pelajar kerja sama Pemerintah Federasi Rusia - Republik Indonesia dan menamatkan sekolah di Kota Vladimir. Kini, dia tercatat sebagai mahasiswi S1 Zoology di Russian State Agrarian University - Moscow Timiryazev Agricultural Academy. Sajak-sajak Amalia Raras ini menjadi bagian dalam buku antologi puisi Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin yang segera diterbitkan. Ilustrasi: Pingkan Patricia. (SK-1)