Headline

Revisi data angka kemiskinan nasional menunggu persetujuan Presiden.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Ulul Albab

Arif Satria Ketua ICMI Orwilsus Bogor, Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia
24/3/2025 05:15
Ulul Albab
Arif Satria Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Pusat(MI/Seno)

SETELAH memiliki kekuatan zikir, QS Ali Imran 191 menyebutkan bahwa seorang ulul albab juga mempunyai kekuatan pikir. Ia memikirkan fenomena alam sebagaimana penciptaan langit dan bumi. Namun, sebenarnya ia pun memikirkan fenomena sosial bahwa kisah-kisah masyarakat terdahulu dalam Al-Qur'an adalah pelajaran bagi ulul albab (QS Yusuf 111).

Selain nilai dan norma tentang perintah dan larangan, Al-Qur'an juga berisi kisah-kisah sejarah masa lalu yang harus dipelajari untuk diambil hikmahnya. Kekuatan pikir inilah yang mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan.

Umat Islam pernah berjaya dalam bidang keilmuan pada abad ke-8 hingga 13 Masehi di era Dinasti Abasiyah. Baitul Hikmah di Baghdad didirikan sebagai pusat riset pendorong ilmu pengetahuan. Ibnu Sina melalui Al-Qanun fi al-Tibb menjadi referensi penting dalam pendidikan medis selama berabad-abad. Al Khawarizmi telah menjadi ‘Bapak Aljabar’. Keberadaan Ibnu Rusyd, Al Razi, dan ilmuwan muslim lainnya pada saat itu menggambarkan kontribusi umat Islam dalam ilmu pengetahuan untuk pencerahan peradaban baru.

Kini dunia sudah berubah. Perkembangan inovasi iptek makin cepat dan disruptif. Kekuatan penentu disrupsi hari ini ialah kreativitas, imajinasi, dan kecepatan belajar. Karena itu, tantangan terbaru bagi ulul albab ialah to disrupt or to be disrupted.

Salah satu jalannya ialah bagaimana kita mampu menginternalisasi sifat Allah Al-Badi’. Sifat itu mirip dengan Al-Khaliq, yang artinya Maha Pencipta. Namun, bedanya ialah Al-Badi’ cenderung menciptakan sesuatu yang baru dan belum pernah ada, sedangkan Al-Khaliq merujuk pada kekuasaan Allah untuk terus menciptakan secara umum, baik yang baru maupun yang sudah ada.

Dengan internalisasi sifat Al Badi’, berarti seorang ulul albab memiliki daya inovasi tinggi. Ia mampu menghasilkan inovasi teknologi baru, juga inovasi sosial yang membawa kemaslahatan. Inovasi-inovasi baru itulah yang akan mampu mengantarkan kemajuan sebuah bangsa.

Hasil uji korelasi, ternyata skor global innovation index (GII) suatu bangsa berkorelasi positif dengan angka gross domestic product (GDP) per kapita per tahunnya. Artinya semakin tinggi skor GII maka semakin maju sebuah bangsa.

Oleh sebab itu, produktivitas ulul albab adalah faktor penting majunya sebuah bangsa. Karena dilandasi zikir yang kuat, kemajuan bangsa tidak saja berdimensi materiel, tetapi juga spiritual, ekologikal, dan sosial. Dengan zikir yang kuat maka kita akan meresapi makna perintah untuk berbagi, larangan merusak alam, dan amar makruf nahi mungkar.

Daya spiritualitas dan jiwa sosial yang kuat akan mendorong keadilan sehingga kemajuan yang tercipta tidak menyebabkan ketimpangan dan kerusakan lingkungan. Kemajuan akan berjalan beriringan dengan keadilan, keberlanjutan, kesejahteraan, dan kebahagiaan. Inilah sebenarnya yang kita sebut dengan peradaban.

Umar bin Khatab pernah berpesan, “Ta’addab tsumma ta’allam,”, yang artinya beradablah lalu berilmulah. Ini pesan penting untuk membangun peradaban baru melalui adab dan ilmu. Inilah tugas ulul albab.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron
Berita Lainnya