HUJAN bukan halangan berarti bagi warga Solo dan sekitarnya yang sudah terlalu rindu dengan bubur khas Samin, sajian takjil Ramadan di Masjid Darussalam, Jayengan, Jawa Tengah.
Bubur samin hadir dengan rasa rempah yang kuat, diolah dari bahan pokok beras, daging, sayur, dan minyak samin. Racikan rempah itulah yang menjadikan bubur asal Banjarmasin, Kalsel, itu menjadi beraroma sedap.
Sejak 1985, komunitas Samin yang bermukim di Kota Solo selalu menyajikan bubur Samin yang dibagikan gratis kepada masyarakat sebagai takjil. Komunitas Samin berisi orang-orang keturunan Banjar, Kalimantan Selatan, yang bermukim di Solo.
"Ini hari kedua dibagikan. Meski hujan, tetap ditunggu banyak orang. Sehabis salat Asar, bubur mulai dibagi," ucap Nurcholis, panitia Bubur Samin Banjar di Masjid Darussalam saat ditemui Media Indonesia, Senin (4/4) sore.
Ia mengatakan kegiatan pembagian bubur Samin gratis untuk Ramadan tahun ini, sudah dimulai sejak Minggu (3/4). Jemaah dipersilakan boleh meminta bubur tersebut dengan membawa rantang atau wadah sendiri dari rumah.
Baroto, warga Kemlayan, selalu ikut mengantre bubur tersebut setiap Ramadan tiba. Hingga covid-19 datang, tradisi membagikan bubur samin ditiadakan. Ia pun bersedih hati.
"Ada yang kurang kalau bulan puasa tidak bersantap buka puasa dengan bubur Samin. Seperti momen dua kali Ramadan 2020 dan 2021, kosong bubur Samin, ada rasa yang tertinggal," ujarnya.
Nurcholis mengatakan butuh waktu 2 jam untuk mengolah 40 kilogram beras menjadi 1.300 porsi bubur. Waktu memasak dimulai setelah salat Zuhur pada pukul 13.00 WIB sampai waktu Asar atau pukul 15.00 WIB. Bubur siap dibagikan kepada warga Solo mulai pukul 16.00 sore.
Sebelum dibagikan, bubur Samin yang sudah masak dibacakan doa terlebih dulu oleh takmir Masjid Darussalam, Rosyidi Muhdhor.
Dari 1.300 porsi bubur samin yang sudah matang, panitia mengalokasikan 1.000 porsi kepada masyarakat atau jemaah yang telah mengantre. Sementara itu, sisanya sebanyak 300 porsi dibagikan kepada jemaah yang akan berbuka puasa di masjid.
Retno, warga Tioes, dan anaknya tidak mau ketinggalan mencicipi bubur Samin meskipun harus mengantre dengan puluhan warga lainnya. Kerinduan untuk bisa merasakan kembali bubur Samin menjadi alasannya setelah dua tahun covid-19.
"Saya absen dua kali karena dua kali puasa bersamaan pandemi covid-19 yang masih mengganas hingga Komunitas Banjar tidak menggelar bubur Samin," katanya. (Widjajadi/H-2)