Headline
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Manggala Agni yang dibentuk 2002 kini tersebar di 34 daerah operasi di wilayah rawan karhutla Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.
Sejak era Edo (1603-1868), beras bagi Jepang sudah menjadi simbol kemakmuran.
PENELITI Indonesia Corruption Watch (ICW) Yassar Aulia, menilai pemberian amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas ‘Tom’ Trikasih Lembong akan menjadi bencana bagi penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Ia juga menilai kebijakan itu telah mencederai prinsip ‘check and balances’ antar cabang kekuasaan eksekutif dan yudikatif.
“Vonis yang dijatuhkan baik kepada Tom Lembong dan Hasto itu baru saja diputus pada tingkat pertama, belum inkrah bahkan akan ada banding, tapi justru presiden seakan masuk untuk mengintervensi proses hukum dan menutup perkara ini begitu saja dengan memberikan abolisi dan amnesti,” katanya dalam konferensi pers di Kantor ICW Jakarta pada Jumat (1/8).
Yaasar menilai proses hukum yang sedang berlangsung seharusnya dapat dihargai oleh cabang eksekutif, sekalipun ada kejanggalan dan hal-hal yang perlu dikritisi dari putusan-putusan peradilan.
Menurutnya, jika proses hukum berjalan tak sesuai jalur, masih ada skema yang disediakan oleh terdakwa seperti jalur banding, kasasi, peninjauan kembali (PK) dan pelaporan etik kepada Komisi Yudisial (KY).
“Upaya koreksi terhadap sebuah putusan juga seharusnya bisa ditempuh dengan cara-cara lain, tapi karena ada intervensi melalui amnesti dan abolisi ini jadi skema kemungkinan-kemungkinan itu jadi tertutup rapat, dianggap selesai begitu saja,” tukasnya.
Selain itu, Yasser meyakini berbagai proses hukum dan bukti persidangan yang terkuak dalam penegakan hukum seyogyanya bisa menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan DPR dalam memeriksa dan memperkuat kerentanan dalam tata kelola pemerintahan, legislasi serta kebijakan yang ada.
“Pemerintah dan DPR bisa mengambil pembelajaran terkait fakta-fakta persidangan untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan di kemudian hari supaya kasus korupsi tidak terulang,” jelasnya.
Misalnya dalam konteks kasus Hasto Kristiyanto, Yasser menilai hal itu sangat erat kaitannya dengan mekanisme pergantian antar waktu (PAW) dalam pengisian jabatan publik dan tata kelola perbaikan partai politik.
“Lewat persidangan kita jadi punya arah bagaimana mengatur pengelolaan partai politik di situ yang berkaitan dengan mengganti anggota DPR terpilih, ternyata sistem itu sebetulnya ada celah korupsinya. Dari situ bisa jadi momentum untuk perbaikan ke depan,” tukasnya.
Kemudian dalam konteks kasus persidangan hukum Tom Lembong jika dilanjutkan sampai inkrah, lanjut Yasser, pemerintah bisa saja mengambil pembelajaran untuk mengevaluasi celah-celah kemungkinan terjadinya korupsi dan kriminalisasi dalam sebuah kebijakan dan regulasi yang berkaitan dengan impor di Indonesia.
“Tetapi justru abolisi dan amnesti menutup semua pembelajaran dan evaluasi itu. Artinya hingga saat ini belum ada niat baik pemerintah untuk memperbaiki berbagai aspek tersebut,” tegasnya.
Lebih jauh, Yasser melihat prospek ke depan terkait pemberian amnesti dan abolisi akan sangat berbahaya bagi iklim demokrasi di Indonesia. Pemberian hak yang tidak pada tempatnya itu seakan memberikan imunitas atau memperkecil kadar nilai rusak dari tindak pidana korupsi.
“Alasan utama kenapa abolisi dan amnesti ini diberikan karena kondusifitas, persaudaraan, harmoni politik nasional dan bahwa ini dua orang ini memiliki prestasi atau kontribusi kepada publik. Maka sulit untuk melihat bahwa motivasi di balik pemberian abolisi dan amnesti oleh presiden tidak jauh dari alasan-alasan yang politis,” imbuhnya.
Yasser juga menekankan bahwa pemberian hak amnesti dan abolisi tidak dapat menjawab permasalahan terkait tudingan-tudingan politisasi perkara kasus korupsi, bahkan bisa menjadi preseden buruk untuk dijadikan alasan bagi para koruptor lainnya agar mendapatkan amnesti dan abolisi.
“Sangat mungkin di kemudian hari, para koruptor bisa menggunakan rumus-rumus ‘dipolitisasi’ seperti yang sudah disediakan oleh pemerintah pasca pemberian amnesti dan abolisi ini. Mereka bisa berkata sebelumnya sudah ada preseden bahwa presiden memberikan hak amnesti dan abolisi kepada koruptor yang dipolitisasi dengan alasan kondusifitas dan rasa persaudaraan,” pungkasnya. (H-2)
Pemerintah dan DPR seharusnya merampungkan Rancangan UU Grasi Amnesti Abolisi dan Rehabilitasi terlebih dahulu, agar ada standar yang lebih jelas, objektif dan berkeadilan.
PARTAI Solidaritas Indonesia (PSI) menghormati hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto yang memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi kepada Tom Lembong.
Hasto melangkahkan kaki keluar dari rutan sekitar pukul 21.23 WIB. Dia terlihat ditemani sejumlah pengacara, salah satunya Febri Diansyah.
Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto) menilai hal itu sah-sah saja.
Titiek mengatakan pemberian pengampunan merupakan hak prerogatif Kepala Negara. Presiden Prabowo dipastikan sudah mempertimbangkan banyak hal untuk memberikan pengampunan itu.
Pemberian amnesti Hasto Kristiyanto dan abolisi Tom Lembong disebut membuat hubungan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Joko Widodo atau Jokowi makin berjarak.
Tom Lembong mengatakan tidak ingin kemerdekaannya hari ini menjadi akhir cerita, tetapi harus menjadi awal dan tanggung jawab bersama.
Tom Lembong resmi bebas dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cipinang, Jakarta, Jumat (1/8), usai menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
Tom Lembong, resmi dibebaskan dari Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta, pada Jumat malam (1/8), seusai menerima abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
Supratman menjelaskan alasan pemberian abolisi dan amnesti diberikan kepada kedua tokoh tersebut. Pertimbangan utama pengampunan diberikan yaitu rekonsiliasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved