Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

UU Kejaksaan Digugat ke MK, Persoalkan Hak Imunitas Jaksa

Devi Harahap
03/6/2025 16:05
UU Kejaksaan Digugat ke MK, Persoalkan Hak Imunitas Jaksa
Ilustrasi: Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta(MI/Ramdani)

MAHKAMAH Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang lanjutan atas pengujian UU Kejaksaan. Pemohon atas nama Harmoko dan Juanda sebagai advokat menyoal ketentuan pasal 8 ayat (5) UU yang dinilai dapat memberikan hak imunitas bagi jaksa.

“Artinya, apabila jaksa melakukan tindak pidana dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, maka hanya dapat dilakukan pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan atas izin Jaksa Agung,” kata Harmoko di Gedung MK pada Selasa (3/6). 

Menurut pandangan para Pemohon, aturan itu memberikan perlakukan yang berbeda dengan para penegak hukum lainnya, seperti hakim, polisi, dan advokat. Bahkan, norma ini dinilai tidak memberikan pengecualian mengenai kualifikasi dan jenis tindak pidana yang dilakukan jaksa.

“Sementara advokat sekalipun memiliki hak imunitas, namun ketika advokat dalam menjalankan tugas profesi tidak berdasarkan pada itikad baik dan melanggar peraturan perundang-undangan maka tetap harus diperiksa, dan ditahan tanpa ada izin tertulis dari pimpinan organisasi advokat maupun dari pihak tertentu,” ujar Harmoko. 

Harmoko menilai, ketentuan dalam Pasal 8 ayat 5 UU Kejaksaan yang membedakan hak antara jaksa dengan penegak hukum lainya, secara jelas bertentangan dengan hukum negara sebab Indonesia telah mengakui prinsip equality before the law dalam UUD 1945.

Atas dasar itu, para Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan ketentuan Pasal 8 ayat (5) UU Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentang dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai:

“Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa hanya dapat dilakukan atas izin Jaksa Agung paling lambat dalam waktu 30 hari sejak permohonan izin diterima’,” ucap Harmoko membacakan perubahan petitum permohonan para Pemohon.

Sebelumnya, dalam sidang pendahuluan yang berlangsung pada Jumat (16/5), Hakim Konstitusi Daniel dalam nasihat hakim panel mengatakan kepada para Pemohon untuk memperhatikan prioritas pemeriksaan pada petitum, tetapi dalam posita tidak dinarasikan.

“Mengapa hal ini urgensi dilakukan pemeriksaan prioritas, bisa diperkaya di alasan-alasan permohonan. Kemudian pada petitum angka 2 dan angka 3 apakah perlu dirumuskan ulang,” jelas Daniel.

Sementara, Hakim Konstitusi Guntur memberikan catatan terkait sistematika permohonan para Pemohon yang disesuaikan dengan PMK 2/2021. 

“Menyangkut legal standing sebetulnya sebagai advokat jauh lebih ada kaitannya, sebab sebagai tax payer itu biasanya berkaitan dengan pengujian undang-undang pajak atau keuangan negara. Kalau ini lebih dekat dari profesi advokat, namun harus dijelaskan lebih tajam,” tuturnya. 

Selain itu, Guntur menyarankan agar para pemohon juga harus melampirkan berbagai alasan kerugian konstitusional mengenai ketentuan yang digugat. 

“Apakah dalam menjalankan tugas pernah membuat laporan ke komisi Kejaksaan lalu tidak direspon hingga sampai pada pengajuan perkara ini, bisa juga yang sifatnya potensial. Supaya ada keterkaitan profesi advokat dengan norma yang diujikan,” pungksnya. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal
Berita Lainnya