Headline
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Serangan Israel ke Iran menghantam banyak sasaran, termasuk fasilitas nuklir dan militer.
Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.
SEJAK dibentuk pada 9 April 1946, TNI-AU yang awalnya bernama Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) telah mengalami banyak persoalan. Sejarah pun mencatat bahwa perjuangan para prajurit dalam menjaga kedaulatan udara negeri tercinta ini tidaklah mudah, namun harus dilalui dengan keringat dan penuh darah.
Berkat pengorbanan, kesetiaan prajurit, dan semangat untuk terus berjuang yang juga mendapat dukungan dari seluruh elemen masyarakat, kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akhirnya dapat terjaga dengan baik.
Kala itu, pada awal Kemerdekaan atau setelah Indonesia lepas dari penjajahan Belanda, TNI-AU hanya memiliki peralatan yang sangat terbatas seperti pesawat-pesawat dengan teknologi sederhana. TNI-AU bahkan belum memiliki sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang canggih dan modern seperti saat ini.
Baca juga : TNI AU Terus Berupaya Tingkatkan Alutsista
Beberapa alutsista itu, di antaranya P-51 Mustang buatan Amerika Serikat, pesawat buru sergap jarak jauh yang sangat andal pada Perang Dunia II dan perintis tim aerobatik TNI-AU. Kemudian, tiga burung besi peninggalan Jepang, yaitu Cureng (Yokosuka K5Y) atau pesawat latih kecil bermesin tunggal dengan sayap ganda, serta pengebom Mitshubishi Ki-51 (Guntei) dan Nakajima Ki-43 Hayabusa.
Jumlah alutsista TNI-AU juga mengalami peningkatan dengan datangnya beberapa pesawat yang difungsikan menjaga ruang udara nasional dan helikopter untuk mendukung tugas di medan sempit, seperti Mil MI-1 buatan Uni Soviet, serta Bell-204 B Iroquis dan Sikorsky S-58T Twinpac dari Amerika Serikat.
Secara perlahan dan tetap optimistis, TNI-AU terus mengembangkan kemampuan dan teknologi militer, termasuk melalui kerja sama dengan sejumlah negara di benua Amerika dan Eropa. Kini, TNI-AU telah menjelma sebagai salah satu kekuatan militer terbesar dan terkuat di Asia Tenggara, serta aktif mengambil peran dalam menjaga kedaulatan dan keamanan di Indonesia.
Baca juga : Menyoal Pesawat Tempur Rongsokan dan Ekonomi Pertahanan
Saat ini, TNI-AU memiliki ratusan pesawat tempur canggih. Contohnya, F-16 Fighting Falcon, Sukhoi Su-27 dan Su-30, KAI T-50 Golden Eagle, BAE Hawk 200, dan EMB-314 Super Tucano. Dalam waktu dekat pesawat tempur multiperan Rafale buatan Dassault Aviation, Prancis, juga akan mendarat di Indonesia setelah pemerintah melalui Kementerian Pertahanan RI membeli sebanyak 42 unit.
Ratusan unit alutsista lain juga turut melengkapi kekuatan Matra Udara, seperti pesawat angkut, pesawat latih, helikopter, pesawat nirawak atau unmanned aerial vehicle (UAV), serta satuan-satuan radar sebagai alat deteksi dini dan pengendalian intersepsi pesawat tempur sergap dan pesawat penindak low speed low altitude.
Selain menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah udara Indonesia sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi, TNI-AU juga terus meningkatkan kemampuan dalam melaksanakan tugas tersebut, semisal peningkatan alutsista melalui modernisasi dan peningkatan SDM (sumber daya manusia).
Baca juga : Ini Keunggulan Pesawat Tempur F-15EX dari AS yang Dibeli Prabowo Subianto
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, saat menjadi inspektur upacara HUT ke-78 TNI-AU di Akademi Angkatan Udara (AAU), Daerah Istimewa Yogyakarta, Senin (22/4), menekankan agar TNI-AU mampu beradaptasi terhadap perkembangan situasi nasional, regional, maupun global.
Sebagai pengawal dirgantara nasional, TNI-AU juga diharapkan dapat bersikap adaptif terhadap segala perkembangan lingkungan strategis, termasuk teknologi yang menyertai demi keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam menghadapi perkembangan lingkungan strategis yang sangat dinamis, TNI-AU secara bertahap telah meningkatkan kemampuan alutsista dengan mengakuisisi sejumlah alutsista modern, antara lain pesawat tempur Rafale, C-130J-30 Super Hercules, helikopter H225M Caracal, pesawat terbang tanpa awak (PTTA) Anka, Radar GM 403, serta Rudal Nasaam.
TNI-AU juga telah melakukan peningkatan kemampuan alutsista atau modernisasi melalui program Falcon Star-Enhanced Mid Life Update (eMLU) pesawat tempur F-16 dan pesawat angkut militer C-130 Hercules. "Saya berharap peningkatan kemampuan alutsista tersebut menjadikan TNI Angkatan Udara tidak hanya lebih unggul, melainkan juga lebih disegani di kawasan," kata Agus.
Selain itu, Jenderal Agus menekankan modernisasi alutsista yang sudah berjalan dapat menjadi tolok ukur TNI-AU untuk mematangkan konsep postur dan Rencana Strategis Nasional (Renstra) 2025-2044, sebagai bekal pertahanan Matra Udara menuju Indonesia Emas 2045.
Baca juga : Prabowo Subianto Beli 24 Unit Pesawat Tempur dari Amerika Serikat
Program AMPUH
TNI-AU diharapkan dapat menjadi kesatuan yang modern dan terus tumbuh menjadi angkatan bersenjata yang tangguh terutama dalam menjaga langit Indonesia, seperti yang pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo. Kepala Negara ingin agar TNI-AU dapat bertransformasi menjadi kekuatan nasional di udara yang disegani dan dihormati dunia.
Setidaknya ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pembangunan kekuatan udara modern dan tangguh seperti harapan Presiden, yaitu aspek organisasi, teknologi, dan kesiapan operasi. Organisasi harus dikembangkan agar sesuai ragam ancaman dengan mempertimbangkan kondisi geopolitik-geostrategis sekaligus menjawab tantangan dan mengantisipasi kendala.
Mengenai aspek teknologi, dalam pandangan pengamat militer ISSES Khairul Fahmi, beberapa waktu lalu, TNI-AU tentu membutuhkan alutsista udara yang bukan saja modern, tapi juga siap tempur, memiliki efek deteren serta mampu beroperasi multimisi dan multiperan baik itu pesawat tempur, pesawat angkut, artileri pertahanan udara, dan sistem radar.
Adapun kesiapan operasi meliputi upaya memelihara kesiapsiagaan tempur dan meningkatkan kecakapan SDM dalam pengembangan strategi operasi serta penggunaan dan pemeliharaan alutsista, kemudian memastikan alutsista dalam keadaan terawat, terpelihara dan siap tempur, serta ketersediaan dukungan logistik.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjadikan TNI-AU semakin disegani, yakni pengembangan dan modernisasi teknologi militer, pelatihan dan peningkatan kemampuan personel, serta meningkatkan kualitas manajemen dan tata kelola, membangun jaringan kerja sama dengan negara-negara lain, dan peningkatan anggaran pertahanan.
Menurut Kepala Dinas Penerangan TNI-AU Marsekal Pertama (Marsma) Ardi Syahri, TNI-AU di bawah kepemimpinan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Mohamad Tonny Harjono, berkomitmen untuk terus meningkatkan program alat utama sistem persenjataan.
Peningkatan alutsista dalam tubuh Matra Udara merupakan bagian dari program Modern. Modern adalah satu dari lima program unggulan Marsekal Tonny, yakni AMPUH (Adaptif, Modern, Profesional, Unggul, dan Humanis) dalam menjaga kedaulatan ruang udara NKRI dan stabilitas keamanan kawasan.
Program Adaptif menuntut TNI-AU untuk beradaptasi dengan matra lain, seperti TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Sementara itu, Profesional adalah program yang ditujukan untuk meningkatkan keselamatan prajurit.
Sedangankan kata Unggul dalam slogan tersebut bertujuan menjadikan TNI-AU berjaya di kawasan demi menjaga kestabilan. Menjadi unggul akan memberikan efek deteren, seperti di Asean, regional, maupun global sehingga keseimbangan dan stabilitas di kawasan dapat terwujud. "Sementara Humanis merupakan program yang menuntut TNI-AU lebih dekat dan dicintai masyarakat," ungkap Marsma Ardi.
Jalin kerja sama
Upaya TNI-AU untuk meningkatkan kemampuan alutsista terus dilakukan. Salah satunya menjalin kerja sama dengan Vincent Dubrule selaku Head of Region for Airbus Helicopters, di Mabes TNI-AU, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (22/5).
Dikutip dari Antara, pertemuan antara KSAU Marsekal Mohamad Tonny Harjono dan Vincent membahas beberapa hal, khususnya soal teknologi baru yang dimiliki oleh perusahaan asal Eropa itu. KSAU pun menyambut baik pembahasan tersebut lantaran Airbus dan TNI-AU memiliki rekam jejak yang baik dalam bekerja di bidang pengadaan alutsista.
Marsekal Tonny memang tengah giat menjalin kerja sama di bidang penguatan pertahanan udara dengan beberapa negara lain, termasuk Prancis. Kerja sama ini disepakati oleh Air Staf Talk TNI-AU dan French Air and Space Foreca (FASF) dalam sebuah forum yang berlangsung di Yogyakarta, Kamis (18/4).
Hal serupa juga dilakukan dengan Royal Australian Air Force (RAAF). Pertemuan delegasi kedua angkatan udara melalui forum Air Staff Talks (AST) di Lanud I Gusti Ngurah Rai, Bali, Kamis (30/5), bertujuan mengkaji berbagai aspek kerja sama yang telah terjalin serta memperkuat hubungan bilateral antara kedua negara.
Air Staff Talks menjadi momentum penting dalam memperkuat kerja sama bilateral antara TNI-AU dan RAAF. Pertemuan itu tidak hanya fokus pada aspek operasional, tetapi juga pada pengembangan kapasitas dan pendidikan serta memastikan kedua angkatan udara siap menghadapi tantangan masa depan.
Baru-baru ini, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bersama Menteri Pertahanan Amerika Serikat (AS) Lloyd J Austin III juga melakukan pertemuan di sela acara IISS Shangri-La Dialogue 2024, di Singapura, Sabtu (1/6). Tujuan pertemuan tersebut untuk memperkuat kemitraan jangka panjang antara kedua negara dan mendiskusikan masalah-masalah kepentingan bersama.
Menhan Prabowo menyampaikan apresiasinya terhadap dukungan AS dalam kerja sama untuk memodernisasi peralatan pertahanan Indonesia untuk memenuhi kekuatan TNI. Kedua negara juga menyadari pentingnya kerja sama bilateral dalam modernisasi pertahanan untuk mengembangkan kemampuan dalam menghadapi berbagai ancaman dengan efektif.
“Saya menyampaikan apresiasi kepada dukungan Amerika Serikat terkait kerja sama dalam memodernisasi alutsista Indonesia. Hal ini penting untuk pemenuhan kekuatan pokok TNI,” ujar Menhan Prabowo, dikutip dari situs resmi Kementerian Pertahanan RI.
Prabowo juga menyampaikan terima kasih atas diskusi yang produktif antara Indonesia dan AS dan berharap dapat terus berkolaborasi, serta memperkuat ikatan antara Indonesia dan AS.
Shangri-La Dialogue merupakan forum diskusi isu-isu strategis, geopolitik, pertahanan dan keamanan yang mempertemukan pemimpin negara, pejabat pemerintahan, analis dan ahli dari lembaga think-tank, praktisi serta akademisi. Forum itu digelar rutin tiap tahun di Singapura sejak 2002 oleh Institute for Strategic Studies (IISS).
Inovasi TNI-AU
Kekuatan udara selalu berkembang, baik pada tataran kerangka konseptual maupun dalam hal kebijakannya. Pun dari sisi organisasi, TNI-AU dituntut untuk mampu membangun struktur organisasi yang lebih adaptif, efektif, namun tetap efisien.
TNI-AU juga harus mengakuisisi teknologi dengan pendekatan berbasis kemampuan melalui akuisis sejumlah sistem senjata yang lebih modern, yang berorientasi pada kesisteman. Hal tersebut dituangkan mantan KSAU Marsekal (Purn) Fadjar Prasetyo dalam buku Plan Bobcat: Transformasi Menuju Angkatan Udara yang Disegani di Kawasan.
Inovasi pada kedua sektor tersebut pada gilirannya akan mentransformasikan kesiapan operasional TNI-AU sebagai instrumen strategis negara dalam mengamankan kepentingan nasionalnya.
Organisasi tentu harus dikembangkan agar adaptif, efektif, namun tetap efisien. Pendekatan organisasi barunya adalah mencapai efektivitas dengan mempertahankan efisiensi anggaran.
Adapun akuisisi teknologi diarahkan untuk mencapai hasil yang ingin dicapai dari peran airpower (capability-based approach). Peran yang dimaksud difokuskan pada empat peran dasar airpower, yaitu kendali udara, serangan udara, ISR (intelligence, surveillance, and reconnaissance), dan mobilitas udara.
Melalui inovasi di bidang organisasi dan teknologi, menurut Marsekal (Purn) Fadjar Prasetyo, TNI-AU diharapkan akan memiliki tingkat kesiapan operasional yang efektif untuk menjadi instrumen strategis pemerintah Indonesia. Dalam konteks politik dan pertahanan, operasi airpower ditujukan untuk menjalankan operasi multi-domain yang mampu berintegrasi secara lintasmatra dan lintasinstansi dirgantara di lingkungan nasional dan lintasmiliter dalam kerangka interoperabilitas kemitraan multilateral.
Airpower merupakan konsep yang berkembang karena terus mengikuti perkembangan teknologi persenjataan matra udara. Konsep airpower yang dipilih TNI-AU dapat sama sekali berbeda dengan konsep atau doktrin airpower di negara lain karena perbedaan faktor geopolitik, geografi, kemampuan keuangan negara, dan tahapan kemajuan airpower.
Untuk konsep airpower TNI-AU, penekanan utama ialah kepada peningkatan tahapan inovasi TNI-AU secara simultan, yaitu pada tahapan organisasi, teknologi, dan kesiapan operasional.
Pada abad ke-21 ini, airpower sangat diperhitungkan. Lihat saja kasus pesawat penumpang yang dapat digunakan untuk menghancurkan sasaran strategis, seperti peristiwa di Amerika Serikat yang dikenal tragedi 11 September 2001, dengan sasaran menara kembar Wolrd Trade Center.
Peristiwa tersebut, seperti dijelaskan Dr Koesnadi Kardi dalam buku Menegakkan Kedaulatan Negara di Udara: Pelajaran Berharga dari Langit Kepulauan Riau, seharusnya menyadarkan betapa pentingnya wilayah udara bagi kepentingan pertahanan suatu negara sehingga perlu ditangani secara serius dan profesional.
Situasi tersebut menunjukkan bahwa wilayah udara nasional memang sangat penting, baik pada masa damai maupun pada masa perang. Pada masa perang, wilayah udara digunakan sebagai media dari wahana perang dan sekaligus sebagai media untuk meraih supremasi udara.
Sedangkan pada masa damai, banyak digunakan untuk mendapatkan keuntungan bidang ekonomi melalui peran angkutan udara sipil. Lalu dapat juga digunakan untuk kepentingan pengamatan udara, kepentingan penerapan hukum udara, penegakan kedaulatan di udara, dan bahkan untuk kepentingan regional maupun diplomasi internasional.
Dari pengalaman sejarah, perang udara menujukkan kekuatan udara telah unggul di banyak medan perang. Beberapa pertempuran telah membuktikan hal tersebut, seperti Perang Dunia II hingga Perang Vietnam dan Perang Arab.
Prinsipnya, kekuatan udara menjadi kekuatan utama untuk mencegah perang maupun untuk perang itu sendiri sekaligus menjadi kekutan utama untuk menghancurkan potensi musuh dan meruntuhkan secara fatal dalam peperangan.
Mengingat pentingnya media wilayah udara, maka seluruh wilayah udara nasional di negara kepulauan ini harus dikuasai. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Bung Karno di HUT ke-9 TNI-AU (1955) di Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta, bahwa pentingnya kekuatan udara sebagai elemen vital dalam strategi pertahanan nasional dan kekuatan militer Indonesia. 'Kuasai udara untuk melaksanakan kehendak nasional, karena kekuatan nasional di udara adalah faktor yang menentukan dalam perang modern', demikian sepenggal kalimat Presiden pertama Indonesia, itu dalam pidatonya. (J-2)
Pembahasan mengenai revisi UU TNI menekankan untuk menjamin supremasi sipil dalam kerangka negara demokrasi.
Terkait SDM, satuan ruang angkasa tidak boleh hanya diisi kalangan militer saja melainkan para tenaga ahli yang juga berasal dari kalangan sipil.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengangkat Marsekal Madya TBI Mohamad Tonny Harjono sebagai KSAU.
TNI-AU membutuhkan sosok pimpinan atau KSAU yang benar-benar layak dan kompeten.
Tema HUT TNI AU kali ini ialah dilandasi Swa Bhuana Paksa TNI Angkatan Udara Siap Menjaga Keamanan Wilayah Udara Dan Mendukung Program Pemerintah Dalam Pemulihan Ekonomi Nasional.
Dia melanjutkan nantinya bantuan tersebut akan dikirim dari Lanud Halim Perdanakusuma ke Lanud Sultan Iskandar Muda Aceh.
Deddy Corbuzier kini tengah menjadi perbincangan karena memberikan keterangan soal penggerudukan rapat pembahasan RUU TNI di Hotel Fairmont Jakarta.
SEKRETARIS Kabinet Teddy Indra Wijaya naik pangkat dari Mayor menjadi Letnan Kolonel (Letkol) oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto.
Frega menjelaskan, status Stafsus Menhan setara dengan jabatan eselon 1b di Kemhan. Oleh karena itu, pihaknya menjamin bahwa Deddy tak akan digaji untuk dua jabatan.
Berdasarkan hasil rapat dengan DPR RI, Kamis (13/2), Kemhan mendapat pemotongan efisiensi anggaran sebesar 16% atau sekitar kurang lebih Rp26 triliun.
ANGGOTA Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Amelia Anggraini, berpandangan sudah saatnya Kemenhan mengurangi ketergantungan pada pembelian dan hibah Alpalhankam dari luar negeri.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved