Headline
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
Setelah menjadi ketua RT, Kartinus melakukan terobosan dengan pelayanan berbasis digital.
F-35 dan F-16 menjatuhkan sekitar 85 ribu ton bom di Palestina.
PAKAR Hukum Tata Negara Universitas Brawijaya Aan Eko Widiarto mengungkapkan kekhawatirannya bila Mahkamah Konstitusi (MK) hanya bisa memeriksa dan mengadili hasil pemilihan umum (Pemilu). Menurutnya hal itu akan terjadi keadilan sesat yang jauh dari asas keadilan.
"Kekhawatirannya adalah terjadi keadilan sesat. Apabila dibangun legal reasoning bahwa cukup penyelesaian pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu dilakukan Bawaslu dan tertutup bagi cabang kekuasaan yudisial menjalankan peran check and balance, maka dalam perspektif elektoral justice telah tercipta keadilan sesat yang jauh dari asas keadilan," ujarnya saat dihadirkan sebagai saksi ahli Pemohon Ganjar-Mahfud dalam sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres, Selasa (2/4).
Dijelaskan Aan, dalam UU MK dan UU Pemilu ada penyempitan makna atau pereduksian frasa 'tentang' yang seharusnya berbunyi 'memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum'. Frasa 'tentang' dalam UU Pemilu telah ditiadakan sehingga merujuk pada hasil perolehan suara. Sementara dalam UUD 45 frasa 'tentang' terkait wewenang MK memiliki makna yang luas dan komprehensif, termasuk memeriksa dan mengadili proses pemilihan umum.
Baca juga : Pemanggilan 4 Menteri, Hamdan Zoelva: Hakim Memiliki Perhatian Serius
"Ada penyempitan dan pereduksian arti kata 'tentang'. 'Tentang hasil' berarti mengenai hal-hal yang berhubungan dengan hasil, baik hasilnya itu sendiri maupun hal-hal lain yang berhubungan dengan hasil. Jadi tidak sebatas hasil itu sendiri, hal-hal yang berhubungan dengan hasil adalah termasuk proses yang membuahkan hasil tersebut," jelas Aan.
Menurut ahli, sesuai penalaran hukum yang wajar kita kembali ke makna sesuai ketentuan UUD 45, MK harus memeriksa dan mengadili perselisihan antara peserta pemilu dengan KPU. Hal itu mengenai proses perolehan jumlah suara dan hasil perolehan suara peserta pemilihan umum secara nasional.
"Menurut ahli adalah Mahkamah memeriksa dan mengadili proses memperoleh suara dari adanya pelanggaran yang belum, tidak dapat atau tidak ingin diselesaikan oleh penyelenggara pemilu. Ada dua pelanggaran, pelanggaran yang tidak dapat ditolerir, dan atau pelanggaran yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif," ucap Aan.
Lebih lanjut, bila MK hanya sekadar mengadili hasil pemilu, hal itu dinilai hanya akan menunda keadilan, justice delay and justice deny.
"Mahkamah memutuskan perkara berdasarkan UU sesuai alat bukti dan keyakinan hakim. Mahkamah tidak boleh membiarkan aturan prosedural memasung dan mengesampingkan keadilan substantif bila hanya memutus hasil maka peserta pemilu yang melakukan pelanggaran seberat-beratnya dan menang tidak akan dihukum," kata Aan. (Z-3)
Menurut Perludem, putusan MK sudah tepat karena sesuai dengan konsep pemilu yang luber dan jurdil, dan disertai dengan penguatan nilai kedaulatan rakyat.
PARTAI politik di DPR begitu reaktif dalam merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 135/PUU-XXII/2025.
KETUA Badan Legislasi DPP PKS Zainudin Paru mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang menahan diri dengan menolak putusan terkait ketentuan persyaratan pendidikan capres-cawapres,
Jimly Asshiddiqie meminta para pejabat dapat membiasakan diri untuk menghormati putusan pengadilan.
Apabila ada sesuatu isu tertentu yang diperjuangkan oleh pengurus atau aktivis, kemudian gagasannya tidak masuk dalam RUU atau dalam UU langsung disebut partisipasi publiknya tidak ada.
Wakil Ketua Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR RI 2024-2029 Rambe Kamarul Zaman berharap jangan sampai terjadi kesalahpahaman politik atas putusan MK 135 tersebut.
Taiwan menggelar pemilu recall untuk menentukan kendali parlemen.
Banyak negara yang meninggalkan e-voting karena sistem digitalisasi dalam proses pencoblosan di bilik suara cenderung dinilai melanggar asas kerahasiaan pemilih
Betty menjelaskan saat ini belum ada pembahasan khusus antara KPU dan semua pemangku kepentingan pemilu terkait e-voting.
Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) sebagai alat bantu penghitungan suara pada Pemilihan 2020 lalu harus diperkuat agar proses rekapitulasi hasil pemilu ke depan lebih akurat
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved