Headline
PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.
PPATK sebut pemblokiran rekening dormant untuk lindungi nasabah.
Pendidikan kedokteran Indonesia harus beradaptasi dengan dinamika zaman.
MAHKAMAH Konstitusi menolak usulan 13 kepala daerah yang menginginkan jadwal pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak diatur ulang mundur menjadi 2025. Hal itu tertuang dalam putusan perkara Nomor 27/PUU-XXII/2024 terkait uji materi Pasal 201 ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penggganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi.
Dalam pertimbangan putusan, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, Mahkamah menegaskan bahwa jadwal pemungutan suara serentak nasional kepala daerah tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 201 Ayat (8) UU Nomor 10 Tahun 2016, yaitu bulan November 2024. Hal itu sebagaimana Putusan MK sebelumnya di nomor perkara 12/PUU-XXII/2024.
"Terlebih lagi permintaan tersebut akan menggeser jadwal penyelenggaraan kepala daerah dan wakil kepala daerah secara nasional tahun 2024 yang telah dinyatakan konstitusional oleh Mahkamah," kata Saldi di Ruang Sidang Pleno MK, Rabu (20/3).
Baca juga : Jokowi Pertanyakan Urgensi Memajukan Jadwal Pilkada 2024
Sementara dalam sidang yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo itu hanya mengabulkan Pasal 201 ayat 7. Pasal itu sebelumnya berbunyi, "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024".
Kemudian, Pasal 201 ayat 7 tersebut diubah dengan norma baru sebagai berikut: "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Tahun 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya Gubernur dan Wagub, Bupati dan Wabup, serta Walikota dan Wawalkot hasil pemilihan serentak secara nasional tahun 2024 sepanjang tidak melewati 5 tahun masa jabatan.
"Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Suhartoyo.
Baca juga : Pilkada 2024 Idealnya Dimajukan 2 Bulan, Jeirry: Bisa Lewat Perppu
Dalam pada pokok permohonan, para Pemohon menilai pembentuk undang-undang dinilai tidak memperhitungkan dengan cermat semua implikasi teknis atas pilihan Pilkada Serentak 2024. Sehingga, berpotensi menghambat pemilihan kepala daerah yang berkualitas.
Berpedoman dari pengalaman Pemilu tahun 2019, menunjukan fakta bahwa terdapat beban tugas penyelenggaraan ad hoc yang tidak rasional dan terlalu berat. Tercatat dalam Pemilu tahun 2019 menewaskan kurang lebih 894 petugas ad hoc dan 5.175 petugas sakit akibat kelelahan.
Sehingga apabila tahapan Pilkada Serentak Nasional 2024 dipaksakan dilaksanakan bersamaan dengan Pilpres dan Pileg 2024, maka hal itu dapat berakibat fatal sebab berpotensi kejadian buruk Pemilu tahun 2019 terulang kembali. (Mal)
"Dari segi teoretis dan data empiris, pemilu yang baru dilaksanakan ini justru merugikan kualitas demokrasi."
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada 2024 di 24 daerah akan menimbulkan sejumlah konsekuensi.
WAKIL Ketua Komisi II DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menyoroti kompleksitas Pemilu serentak atau yang berlangsung bersamaan, terutama dalam konteks pemilihan legislatif dan presiden
ANGGOTA Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan Pemilu dan Pilkada serentak perlu ditinjau ulang. Ia menilai perlu dicari solusi terkait bagaimana pemilihan
Penyelenggaraan acara akan digelar pada Minggu, 2 Februari 2025, di Kalipepe Land, Boyolali dimulai pada pukul 17.00 WIB.
MOMEN pilkada yang sudah usai di berbagai daerah disebut harus jadi momentum kembali bersatunya berbagai pihak yang sempat saling berkontestasi.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved