Headline
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.
Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.
DIREKTUR Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) Herry Mendrofa menilai ada campur tangan Jokowi dalam skenario menduetkan Prabowo Subianto-Ganjar Pranowo kendati saat ini mereka berdua tidak berada dalam satu koalisi.
Sebelumnya, Prabowo Subianto mengaku sempat berharap Ganjar Pranowo menjadi pasangannya untuk menghadapi Pilpres 2024, namun harapan itu pupus tatkala Ganjar diusung sebagai calon presiden (capres) oleh PDI Perjuangan.
“Tentunya pasti, mau tidak mau, ada indikasi ke arah campur-tangan Jokowi. Jokowi di beberapa kesempatan sudah menyampaikan hal tersebut, dia sebagai kepala negara sekaligus sebagai politisi,” terang Herry di Jakarta, hari ini.
Baca juga: Survei Voxpopuli:Jika Head to Head, Prabowo Kalahkan Ganjar
Herry menerangkan, saat ini Prabowo dan Ganjar memang menjadi rival yang akan saling berhadapan di Pilpres 2024. Secara garis politik, Jokowi patuh terhadap partainya yakni PDIP. Namun di sisi lain, Jokowi juga tidak akan melepaskan dukungannya pada Prabowo.
"Secara fatsun, Jokowi harus patuh pada keputusan Megawati untuk mengusung Ganjar di pencapresan. Artinya, secara normatif akan mendukung Ganjar. Tapi di sisi lain, ada beberapa momentum tidak bisa terelakkan Jokowi beberapa kali Jokowi meng-endorse Prabowo. Artinya, peluang Jokowi untuk bisa mendukung Ganjar maupun Prabowo itu hanya Jokowi yang tahu," sambungnya.
Baca juga: Fokus Nyapres, Ganjar dan Prabowo Diusulkan Mundur dari Jabatannya
Di antara dua capres tersebut, Jokowi diprediksi akan melabuhkan dukungan pada salah satu capres yang lebih menguntungkan.
"Ya di mana dia untung. Ya saya kira mungkin ya ke Prabowo. Prabowo didukung partai yang cukup besar. Selain itu, Jokowi seolah-olah terkunci oleh PDIP. Kalau dia mendukung Ganjar asumsi kita adalah Jokowi akan kehilangan kendali penuh atas keberlanjutan pemerintah selanjutnya. Namun dengan adanya Prabowo, setidaknya persaingan atau kompetisi di pilpres tetap dan semakin kompetitif," sambungnya.
Selain itu, arah dukungan Jokowi ke Prabowo juga semakin terlihat jika memperhatikan beberapa elemen relawan Jokowi yang mendeklarasikan dukungan pada Prabowo.
"Gambarannya bahwa beberapa elemen dari relawan Jokowi justru mendukung Prabowo sebagai capres. Jadi indikasinya sudah ada, arahnya ke sana," tegasnya.
Kendati demikian, Jokowi dinilai tidak akan secara terang-terangan mendeklarasikan dukungan pada Prabowo. Jokowi diprediksi akan tetap mengedepankan etika politik dan lebih mengutamakan rekonsiliasi.
"Tapi Jokowi 'tidak akan mengutarakan langsung', karena fatsun dan dia sebagai kepala negara. Saya kira etika politik dijaga oleh Jokowi. Dia akan memikirkan rekonsiliasi ketimbang persoalan kompetisi," tandasnya.
Sementara itu, pengamat politik Ujang Komaruddin mengatakan tidak ada kemungkinan untuk capres Prabowo Subianto berpasangan dengan Ganjar Pranowo. Dan tidak ada peluang terbentuknya koalisi besar.
“Kalau indikasi, pernyataan Prabowo ingin menjadi cawapres, itu kalau terjadi maka koalisi besar terbentuk, namun apakah mungkin, sulit? “ kata Ujang hari ini (3/7).
Prabowo dinilai ‘ketinggalan’. Karena sebelum dipinang, Ganjar sudah lebih dulu diusung PDIP sebagai capres.
“Karena PDIP sebagai pemilik golden ticket pemenang pemilu, sudah mendeklarasikan secara resmi Ganjar sebagai capres. kalau dijadikan cawapres kan susah,” sebut Ujang.
Namun ditilik ke belakang, peluang keduanya untuk berpasangan sangat kecil. Prabowo sejak dulu berjuang sebagai Capres, elektabilitasnya terus naik, sementara elektabilitas Ganjar juga mumpuni. Jadi meski pernah ‘dipasangkan’, jelas tidak mungkin.
“Jokowi dengan Projo menjodohkan bagaimana misalkan Prabowo-Ganjar, Ganjar-Prabowo itu kan tidak mau, masing-masing tidak mau jadi cawapres,“ sebut Ujang.
Perjodohan keduanya, dianggap tidak lepas dari peran Presiden Joko Widodo, untuk membentuk Koalisi Besar.
“Agar pertarungan lebih enak, agar koalisi lebih besar, dan agar lebih mudah menang,“ sebut Ujang. (RO/Z-7)
Indonesia telah memiliki pemimpin nasional dari berbagai latar belakang, mulai dari militer (TNI) hingga sipil, tetapi belum ada yang berasal dari korps kepolisian.
Pria yang akrab disapa Romy tersebut mengatakan bahwa PPP masih menunggu hasil muktamar partai yang rencananya digelar pada September mendatang.
Wakil Ketua Partai NasDem, Saan Mustopa mengatakan pihaknya tidak akan terburu-buru dalam mendeklariskan pencalonan Prabowo sebagai capres di pemilu selanjutnya.
Ray Rangkuti menilai keputusan Partai Gerindra dalam mengusung kembali Prabowo Subianto untuk menjadi calon presiden 2029 terlalu cepat.
Indonesia yang memiliki keragaman etnis dan budaya, rentan terhadap perpecahan jika tidak dikelola dengan baik.
Cak Imin enggan menanggapi lebih jauh ihwal kemungkinan memajukan dirinya. Ia menilai pesta demokrasi 2029 masih lama.
ANGGOTA Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS, Mardani Ali Sera mengapresiasi putusan MK yang menghapus ambang batas presiden (presidential threshold)
MAJELIS hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta akan membacakan putusan soal gugatan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Kamis (10/10)
Senator JD Vance, calon wakil presiden dari Donal Trump, berbicara tentang masa kecilnya dan mengkritik kebijakan Presiden Joe Biden.
JD Vance, yang dikenal melalui memoarnya yang laris "Hillbilly Elegy," telah memasuki dunia politik Amerika dengan sorotan yang mencengangkan sekaligus kontroversial.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan calon wakil presiden dari Partai Republik, JD Vance adalah tiruan dari Donald Trump dalam berbagai isu.
PN Jakarta Pusat menolak gugatan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) terhadap Presiden Jokowi terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka, anak sulungnya, sebagai cawapres 2024.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved