Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Jokowi King Maker di Pilpres 2024 Asal...

Media Indonesia
11/5/2023 17:17
Jokowi King Maker di Pilpres 2024 Asal...
Presiden Joko Widodo(AFP/WILLY KURNIAWAN)

DIREKTUR Eksekutif Indo Barometer M Qodari mengatakan tingkat kepuasan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi variabel baru dalam konstelasi politik di Pilpres 2024. Menurutnya, selama tingkat kepuasan terhadap Presiden Jokowi terus berada di atas 70%, maka peran Jokowi menjadi sangat penting. 

Qodari menilai, dari tiga calon presiden yang potensial ada di papan atas, terdapat dua calon yang mengusung gagasan berkesinambungan, yaitu Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Sementara yang mengusung gagasan perubahan yaitu Anies Baswedan.

“Anies Baswedan ini peluangnya baru besar kalau tingkat kepuasan kepada Jokowi itu rendah, tapi kenyataannya tinggi. Terakhir itu ada survei dari LSI tingkat kepuasan kepada Jokowi 82% agak sulit menurut saya suaranya Anies ini untuk unggul sejauh tingkat kepuasannya Jokowi tinggi,” ujar Qodari, dikutip dari Youtube MindTV, Kamis (11/5).

Baca juga: Surya Paloh Jawab Rencana Bertemu Jokowi

Namun, Qodari menyebut akan berbeda hasilnya jika kepuasan kepada Presiden Jokowi rendah. Jika itu terjadi, hal tersebut dapat diartikan sebagai sinyal masyarakat menginginkan adanya perubahan kebijakan dan hal itu menjadi berkah bagi koalisi partai perubahan yang mencalonkan Anies Baswedan.

“Tapi, kalau tingkat kepuasan Jokowi itu turun rendah misalnya 50% bahkan 40%, peluang penantang perubahan itu akan tinggi karena masyarakat itu nggak mau ada yang sekarang, tetapi ingin sesuatu yang berbeda,” paparnya.

“Kalau kepuasan kepada Jokowi di bawah 50% justru yang didukung oleh Jokowi bisa kalah karena masyarakat tidak puas,” imbuhnya.

Baca juga: Dikritik Jusuf Kalla, Jokowi Dibela PPP

Dikatakan Qodari, Anies Baswedan sulit mengulangi kesuksesannya di Pilkada DKI Jakarta 2017, ketika saat itu posisi Anies rata-rata berada di peringkat ketiga tetapi berhasil menjadi pemenang. 

Pasalnya, Qodari berpandangan, pada Pilpres 2024, tidak ada sosok atau tokoh seperti Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang saat itu blunder dengan peristiwa di Kepulauan Seribu yang menyinggung surat Al-Maidah Ayat 51. Selain itu, ada faktor Jokowi yang tingkat kepuasannya tinggi dan menjadi acuan masyarakat. 

“Tahun 2017 memang nomor tiga (Anies) jadi nomor satu, tetapi di Pilpres 2024 tidak ada Ahok ikutan, jadi kalau lawannya Ahok menurut saya bisa terjadi lagi Mas Anies Itu dari nomor tiga jadi nomor satu,” ucapnya.

Selain itu, Qodari juga menilai kandidat capres penerus pemerintahan Presiden Jokowi, yakni Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto tidak memiliki profil seperti Ahok.

“Ganjar Jawa bukan Cina, agamanya Islam bukan Kristen, istrinya santri kemudian Prabowo oke dia keluarganya, ibunya Kristen, kakaknya Katolik, adiknya Kristen, tapi dia Prabowo Islam dan dia orang Jawa juga,” terangnya.

Lebih jauh, Qodari mengatakan, Presiden Jokowi sangat berpotensi menjadi King Maker di 2024, bukan hanya bagi terbentuknya poros koalisi melainkan juga preferensi masyarakat terhadap para kandidat di pilpres.

“Jadi kalau koalisi itu kan pengaruh Jokowi kepada para ketua umum, tetapi pada tataran pemilih masyarakat itu pengaruh Jokowi kepada masyarakat dan itu kaitannya dengan tingkat kepuasan,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, Qodari menegaskan untuk dapat menjadi king maker di 2024, Presiden Jokowi harus mempertahankan tingkat kepuasannya minimal diangka 70%.

“Kalau Pak Jokowi mau jadi king maker di level masyarakat maka kemudian tingkat kepuasannya harus selalu tinggi minimal 70%. Semakin tinggi tentu posisi Pak Jokowi sebagai king maker akan semakin kuat dan tambah kuat peran sebagai king maker,” ucapnya.

Qodari membandingkan tingkat kepuasan menjelang akhir kepemimpinan antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Presiden Jokowi, dimana saat akhir masa jabatan Presiden SBY sulit menjadi king maker karena tingkat kepuasannya rendah.

“Sebagai perbandingannya, peran sebagai king maker ini kan sulit dilakukan oleh SBY pada 2013. Pertama karena dia sibuk dengan masalah partai politiknya, waktu itu banyak kasus. Kedua, setahun sebelum pencoblosan tingkat kepuasan SBY di surveinya Indo Barometer cuma 37%, bahkan beberapa bulan sebelumnya di survei LSI Lingkaran kalau nggak salah itu 35% saja,” jelasnya.

Sehingga menjadi mustahil, kata Qodari, jika tingkat kepuasan seorang presiden rendah dapat berpengaruh terhadap konstelasi pilpres berikutnya.

“Bahkan sebaliknya, kalau ada presiden petahana tingkat kepuasannya 30% itu malah bahaya bagi calon yang didukungnya karena justru akan kalah. Masyarakat tidak mau memilih calon yang di-endorse oleh presiden yang tingkat kepuasannya rendah,” pungkasnya. (RO/Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya