KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) secara resmi telah menyerahkan rekomendasi kepada pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berdasarkan penyelidikan dan pantauan mereka dalam kasus kematian Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) dengan pelaku utama eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (1/9).
Komnas HAM memaparkan delapan poin rekomendasi mereka terkait kasus tersebut. Melalui Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, berikut kesimpulan delapan poin rekomendasi:
1. Meminta kepada penyidik Polri untuk menindaklanjuti temuan fakta peristiwa oleh Komnas HAM dalam proses penegakan hukum dan memastikan proses tersebut berjalan imparsial (netral), bebas intervensi, transparan, serta akuntabel berbasis scientific investigation.
2. Menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap Sdri PC (Putri Candrawathi) di Magelang (Jawa Tengah) dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kondisi kerentanan-kerentanan khusus.
3. Memastikan penegakan hukumnya tidak hanya sebatas pelanggaran disiplin atau kode etik, tapi juga dugaan tindak pidana dan tidak hanya terhadap terduga pelakunya saja tapi juga semua pihak yang terlibat baik dalam kapasitas membantu maupun turut serta.
4. Meminta kepada Inspektorat Khusus (Itsus) Polri untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik setiap anggota kepolisian yang terlibat dan menjatuhkan sanksi kepada anggota kepolisian yang terbukti melakukan obstruction of justice dalam penanganan dan pengungkapan peristiwa kematian Brigadir J sesuai dengan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
A. Sanksi pidana dan pemecatan kepada semua anggota kepolisian yang terbukti bertanggung jawab, memerintahkan berdasarkan kewenangannya membuat skenario, mengonsolidasikan personel kepolisian, dan merusak serta menghilangkan barang bukti terkait peristiwa kematian Brigadir J.
B. Sanksi etik berat/kelembagaan kepada semua anggota kepolisian yang terbukti berkontribusi dan mengetahui terjadinya obstruction of justice terkait peristiwa kematian Brigadir J.
5. Menguatkan kelembagaan UPPA menjadi direktorat agar dapat menjadi lebih independen dan profesional dalam penanganan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.
6. Mengadopsi praktik baik dalam penanganan pelaporan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap Sdri PC pada kasus lain perempuan berhadapan dengan hukum.
7. Meminta kepada Kapolri sebagai pemegang kekuasaan tertinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme penanganan perkara hukum yang melibatkan pejabat utama kepolisian serta membangun standar pelibatan lembaga pengawas eksternal kepolisian.
8. Melakukan upaya pembinaan terhadap seluruh anggota Polri agar dalam menjalankan kewenangannya untuk tetap patuh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta memegang teguh prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta memenuhi azas keadilan dan sesuai dengan standar hak asasi manusia sebagai upaya penjaminan peristiwa yang sama tidak berulang kembali.
Baca juga: Ferdy Sambo Jadi Tersangka Obstruction of Justice
Sementara itu, Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Agung Budi Maryoto mengatakan bahwa terdapat tiga poin substansial dan mendasar dalam rekomendasi yang diberikan oleh Komnas HAM. Hal itu dia sampaikan saat menghadiri undangan Komnas HAM di Kantor Komnas HAM, Jakarta.
Ketiga poin tersebut, menurut Agung, yaitu pertama terhadap extrajudicial killing, kasus pembunuhan. "Kalau di Indonesia dikenal pasal 340 (KUHP). Kalau Komnas HAM extrajudicial killing," ujarnya.
Irwasum juga menyoroti rekomendasi kedua Komnas HAM yang menyimpulkan tidak ada tindak pidana kekerasan atau penganiayaan. Adapun yang ketiga adanya kejahatan atau tindak pidana obstruction of justice.
"Yang kebetulan oleh penyidik, timsus juga sedang dilakukan langkah-langkah penanganan terhadap tindak pidana obstruction of justice ini," kata Agung. (OL-16)