Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

MK Tegaskan Kembali DKPP Bukan Lembaga Peradilan

Indriyani Astuti
29/3/2022 14:05
MK Tegaskan Kembali DKPP Bukan Lembaga Peradilan
Ketua MK Anwar Usman(MI/Susanto )

MAHKAMAH Konstitusi (MK) menegaskan kembali pendiriannya bahwa Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bukan merupakan lembaga peradilan. Peraturan yang lahir dari putusan DKPP dapat dijadikan objek gugatan di pengadilan tata usaha negara (TUN).

Permohonan yang diajukan dua anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yakni Evi Novida Ginting Manik dan Arief Budiman itu mempersoalkan frasa "final dan mengikat" pada Pasal 458 ayat 13 UU No 7/2017. Menurut para pemohon, norma final dan mengikat pada putusan DKPP membuat putusannya tidak dapat ditafsirkan lain oleh presiden, KPU RI, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota dan Bawaslu. 

Padahal menurut Surat Mahkamah Agung (SEMA) No.4/2016 menegaskan, peraturan yang muncul menindaklanjuti putusan DKPP adalah putusan tata usaha negara yang dapat diuji ke PTUN.

"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan di ruang sidang pleno, MK, Jakarta, Selasa (29/3).

Baca juga: Temui Surya Paloh, AHY Berharap Dapat Bersinergi dengan Partai NasDem

Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan Hakim Konstitusi Suhartoyo, Mahkamah pernah memutus pengujian Pasal 112 ayat (12) UU No 15/2011 tentang Pemilu sebelum direvisi, pada 3 April 2013 dengan norma pengujian yang sama, yakni mengatur putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat. Meskipun telah diputuskan oleh MK, pembuat undang-undang, terang Suhartoyo, justru tetap mempertahankan frasa itu dalam Pasal 458 ayat (13) UU No 7/2017. 

Karenanya, Mahkamah menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat atau tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai putusan sebagaimana dimaksud mengikat bagi presiden, KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota dan Bawaslu merupakan keputusan pejabat TUN yang bersifat konkrit, individual, dan final yang dapat menjadi objek gugatan di pengadilan TUN.

Terhadap putusan pengadilan TUN yang berkekuatan hukum tetap, Mahkamah menegaskan, itu harus dipatuhi dan menjadi putusan badan peradilan yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Mahkamah juga mengingatkan DKPP memiliki kedudukan yang setara dengan penyelenggara pemilu lainnya, yakni KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Mahkamah menegaskan ketiga penyelenggara pemilu tersebut memiliki kedudukan sederajat dan tidak ada satu yang memiliki kedudukan superior," tegas Suhartoyo.

Seperti diberitakan Evi Novida Ginting sempat dijatuhi putusan pemberhentian tetap oleh DKPP karena pelanggaran kode etik. Kemudian ia mengugat keputusan itu ke PTUN. Sedangkan Arief Budiman diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua KPU RI karena mendampingi Evi selama persidangan di PUTN dan dianggap tidak mematuhi putusan DKPP. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya