Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Prof Sri Yunanto: Perlu Instrumen Aturan Siapa Menjabat Kepala Daerah Transisi

Mediaindonesia.com
28/2/2022 13:50
Prof Sri Yunanto: Perlu Instrumen Aturan Siapa Menjabat Kepala Daerah Transisi
Acara diskusi membahas Potensi Kerawanan menjelang Akhir Masa Jabatan (AMJ) Kepala Daerah pada tahun 2022 dan 2023.(Ist)

MASA  pemilihan kepala daerah  dengan pergantian dua atau tiga tahun lagi, dapat dikatakan masih cukup lama.  

Untuk mengantisipasi kekosongan dimasa jabatan tersebut mendagri pernah menyatakan akan merujuk pada perundang-undangan yang lama, tapi  semua itu nanti yang akan menetapkan adalah Presiden.

Namun sejauh ini belum diketahui instrumen apa yang akan digunakan oleh Presiden terkait mekanisme pergantian kepala daerah.

Sementara undang-undang Pemilu yang terakhir digunakan hanya mengatur pada keserentakan dan ditunjuknya pejabat, namun mekanisme penunjukkan untuk pergantiannya belum diatur. 

Pada tahun 2022 dan 2023 akan terjadi pergantian ratusan  kepala daerah di seluruh Indonesia, semua komponen bangsa baik parpol maupun masyarakat harus  tunduk terhadap UU pemilu tahun 2019, yang diantaranya tentang pemilu serentak.  

Menurut  pengamat politik sekaligus akademisi dari Universitas Muhammadyah Jakarta, Prof Dr. Sri Yunanto, M.Si. P.hD, karena pemilu didadakan secara serentak, maka akan ada sekitar 272 kepala daerah yang akan diganti tanpa melalui pemilihan kepala daerah lagi.

Baca juga: Prof.Jimly : Penunjukan Plt Kepala Daerah Sesuai UU Guna Jaga Kepastian Hukum

Berarti pada masa transisi menjelang pergantian akan terjadi ‘kekosongan’ kepala daerah yang dipilih rakyat. Pergantian kepala daerah  akan terjadi kembali pada 2025.

“Kalau saya berpendapat, dalam situasi sepeti ini, instrumen yang  mempunyai legitimasi politik paling tinggi bagi presiden yaitu perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang). Alasannya, pertama, tidak ada peraturan spesifik yang menjadi dasar  pergantian kepala daerah,” ujar Sri Yunanto dalam sebuah acara diskusi membahas Potensi Kerawanan menjelang Akhir Masa Jabatan (AMJ) Kepala Daerah pada tahun 2022 dan 2023 bersama sejumlah presiden mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta.

Dalam keterangan pers, Senin (28/2), Sri Yunanto membenarkan  memang belum ada instrumen  aturan yang bisa dijadikan acuan hukum, termasuk UU Pemilu tahun 2019 yang hanya mengatur tentang kesempatan dan  pelaksanaan pemilukada  serentak tanpa menjelaskan mekanisme pergantian kepala daerah, kewenangan pejabat pengganti sementaranya (plt), dan penyebab bilamana kepala daerah pengganti yang baru tidak mempunyai legitimasi politik yang kuat maka posisinya tidak akan kuat.

"Karena itu poin penting yang harus diatur dalam instrumen aturan tersebut harus mencakup kualifikasi (siapa yang boleh menggantikan pejabat gubernur/bupati/walikota) bagaimana mekanisme penggantiannya, serta hak dan kewenangan," jelasnya .

"Juga mengatur perihal siapa pejabat yang  berhak mengangkat pilkada ‘transisi’ gubernur,wali kota maupun bupati.  Kewenangan itu penting karena kalau dulu kewenangan yang dimiliki pejabat sementara (plt/plh) terbatas," jelas Sri Yunanto.  

"Baik bupati, wali kota, maupun gubernur dipilih langsung oleh rakyat. Maka dia punya legitimasi yang cukup tinggi. Oleh karena itu yang menggantikannya juga yang harus mempunyai legitimasi politik yang tinggi serta dipilih oleh rakyat, siapakah dia?" katanya.

Menurut Sri Yunanto, posisi Kemendagri yang memiliki legitimasi administratif tidak memiliki legitimasi politik karena dia diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Maka pemilik legitimasi politik tertinggi adalah presiden. Sehingga akan lebih tepat jika yang menentukan  calon kepala daerah adalah Presiden. 

Kemajemukan masyarakat Indonesia membuat potensi konflik bisa saja terjadi, bisa juga tidak. Masyarakat harus diedukasi  secara politik akan legitimasi pemilihan kepala daerah yang sudah berdasar aturan (perppu). Kepala daerah hasil dari pilkada juga harus memiliki kapabilitas yang cukup baik dan bisa menjalankan roda pemerintahan.  

"Sehingga yang menjadi lebih penting bagi seorang kepala daerah adalah yang bisa diterima oleh masyarakat, capable,  dan prosedur yang representatif.  Bahwa ribut atau tidaknya,itu nanti tergantung penerimaan didaerah masing-masing," jelasnya.  

“Kalau misalnya parpol, ormas, pemuda, dan mahasiswa  menerima  (kepala daerah yang baru),maka keributan bisa dihindari’, ujarnya.

Perppu harus segera dikeluarkan untuk menghindari kekisruhan dalam proses menentukan kandidat kepala daerah .  Aturan-aturan yang akan dibuat harus sudah sejalan  dengan prinsip-prinsip akuntabilitas politik dan juga mewadahi aspirasi ari semua golongan. 

Secara personal kriteria calon kandidat pejabat pengganti kepala daerah, secara prinsip jelas dia harus mempunyai kemampuan leadership karena dia akan memimpin pejabat-pejabat.

"Pejabat daerah sekarang itu jangan hanya menjadi pemimpin birokrasi, tapi dia juga dituntut untuk bisa memimpin roda pemerintahan didaerah  dan  juga masyarakat.  Karena itulah seorang kepala daerah harus mempunyai administrative leaderdhip dan politically leadership.  

Menanggapi pernyataan Sri Yunanto, sejumlah elemen mahasiswa memberikan tanggapan. Berikut  pandangan mahasiswa yang disampaikan terkait dengan pergantian kepala daerah serentak:

Edy Faturahman, Presiden Universitas Universitas Islam As-Syafi'iyyah mengatakan, bahwa penunjukan langsung penjabat daerah (provinsi, kota, dan kabupaten) oleh pemerintah (Kemendagri) secara tidak langsung merupakan cara untuk memperkokoh posisi pemerintahan secara politis, karena tidak mungkin menunjuk kepala daerah yang berbeda ideologi politik.

“Dalam hal ini kami melihat bahwa seharusnya ada lagi aturan yang dibuat oleh DPR RI untuk memilih Kepala Daerah yang akan  mengisi kekosongan hingga pada Pemilihan serentak tahun 2024,” ungkap Edy.

Sementara itu Habibullah, Presiden Mahasiswa Universitas Islam Jakarta menyampaikan bahwa syarat  kandidat calon kepala daerah jangan hanya terbatas pada lingkungan Aparatur Sipil Negera (ASN).

Untuk TNI/Polri aktif, presiden pernah menyatakan  tidak dapat ditunjuk sebagai kandidat calon kepala daerah. Namun lain halnya jika yang bersangkutan adalah purnawirawan dan memiliki kapabilitas yang mumpuni dan diterima oleh masyarakat setempat.

 “Syarat  kandidat calon kepala daerah sebaiknya jangan hanya terbatas pada lingkungan ASN,,"  usul Habibullah. 

Mengomentari usulan perppu yang bisa dijadikan acuan pergantian kepala daerah serentak, Adyan N.S, Presma Universitas Tribuana Jakarta, mengatakan untuk mempermudah Presiden dalam menentukan kandidat – kandidat kepala daerah perlu ada tim verifikasi khusus yang bisa merekomendasikannya kepada Presiden.

 Hal-hal seperti itulah nantinya harus diatur dalam perppu sebagai barometer aturan yang bisa dipakai. Karena itulah  makin cepat perppu dibuat akan makin bagus.  

Partisipasi partai politik dan tokoh-tokoh masyarakat bisa dilibatkan dalam menyampaikan aspirasi  disini, tanpa harus mengerahkan massa dalam jumlah banyak, terlebih di masa pandemi  ini.  

Tugas Polri dan TNI pastinya wajib dalam menjaga keamanan dan penegakan hukum selama proses pergantian. Dalam menjaga keamana masyarakat Polri pastinya perlu bantuan TNI untuk mem-back up kerja mereka. 

“Hal-hal seperti itulah nantinya harus diatur dalam perppu sebagai barometer aturan yang bisa dipakai. Karena itulah, makin cepat perppu dibuat akan semakin bagus," ujar Adyan. (RO/OL-09)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri
Berita Lainnya