Headline
RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian
Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.
KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) segera menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo mengenai percepatan pembentukan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang berproses sejak 2016 hingga saat ini di DPR. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah strategis untuk mendorong percepatannya.
"Dalam pernyataannya Bapak Presiden secara khusus memerintahkan Menteri Hukum dan HAM dan Menteri PPPA untuk segera melakukan koordinasi dan konsultasi dengan DPR. KemenPPPA siap melaksanakan tugas tersebut," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga dalam keterangan, Selasa (4/1).
Bintang juga menyampaikan bahwa, sejauh ini Pemerintah telah berkomitmen untuk bersama-sama DPR membahas RUU TPKS, agar harapan masyarakat terhadap lahirnya regulasi yang secara khusus mengatur sistem pencegahan dan penanganan Kekerasan Seksual yang komprehensif dan berperspektif korban dapat segera disahkan.
“Pemerintah mengharapkan proses penetapan RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR dapat dilakukan pada masa persidangan awal 2022,” ujar Bintang.
RUU TPKS merupakan terobosan hukum sebagai payung hukum yang komprehensif untuk mengatasi kekerasan seksual yang sistemik, khususnya terhadap perempuan dan anak yang rentan menjadi korban Kekerasan Seksual.
Baca juga : NasDem Sambut Baik Langkah Percepatan Pembahasan RUU TPKS oleh Presiden
KemenPPPA berharap semua pihak mengedepankan kemanusiaan dalam memperjuangkan RUU TPKS. Saat ini yang menjadi utama dan prioritas adalah kepentingan untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia.
Lebih lanjut Bintang mengungkapkan, sejak 2016 KemenPPPA telah terlibat dalam proses mengawal RUU ini. Selanjutnya pemerintah secara resmi pada 2017 telah menyusun Daftar Inventarisasi Masalah RUU PKS.
Pada 2017 tersebut, KemenPPPA sebagai salah satu kementerian yang menerima Surpres menindaklanjuti melalui koordinasi dengan berbagai pihak, hingga memetakan substansi yang menjadi fokus atau prioritas dalam RUU ini.
“Sepanjang 2021 di bawah koordinasi Gugus Tugas Percepatan Pembentukan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, KemenPPPA mengupayakan agar semangat yang diusung dalam RUU -yang saat ini dikenal sebagai RUU TPKS- memastikan pencegahan, dan penanganan, perlindungan serta pemulihan korban kekerasan seksual, khususnya perempuan dan anak, terpenuhi,” kata Menteri Bintang. (OL-7)
LAPORAN baru dari Israel menuduh Hamas menggunakan kekerasan seksual sebagai senjata perang selama serangan 7 Oktober. Namun, seorang pejabat tinggi PBB membantahnya.
Selain itu, santri putra ditemukan lebih rentan (1,90%) dibandingkan santri putri (0,20%), terhadap kekerasan seksual di pesantren.
KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan pemerintah Indonesia untuk secara serius melaksanakan Rekomendasi Umum Nomor 30 CEDAW.
PEMERINTAH Kabupaten Garut, Jawa Barat, menyoroti beberapa kasus miris seperti pelecehan seksual, pemerkosaan, sodomi yang terjadi.
Penyelidikan terhadap Partey dimulai pada Februari 2022, usai laporan pertama mengenai dugaan pemerkosaan diterima oleh kepolisian.
WAKIL Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan, upaya pencegahan kasus kekerasan pada anak dan perempuan harus dilakukan oleh semua pihak secara bersama-sama.
Sejak Januari hingga 14 Juni 2025, pelaporan yang masuk di Kementerian PPPA lebih dari 11.800. Kemudian laporan meningkat tajam menjadi sekitar 13 ribu per 7 Juli 2025.
Kemen PPPA menyusun modul edukasi untuk memperkuat peran keluarga mencegah Pemotongan dan Perlukaan Genitalia Perempuan atau sunat perempuan
PEREDARAN narkoba kini banyak menargetkan perempuan ataupun ibu rumah tangga sebagai kurir narkoba. Perempuan kerap menjadi sasaran sindikat narkoba karena rentan secara sosial dan ekonomi.
MENTERI PPPA Arifah Fauzi menyambut baik rencana Menteri Agama Nasaruddin Umar untuk menambahkan lebih banyak Amiratul Hajj dari kalangan ulama perempuan.
Sinergi itu, katanya, bisa dimulai menyiapkan data yang tepat. Kemudian dapat dilanjutkan dengan menciptakan instrumen atau pengaturan teknisnya.
WAKIL Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Veronica Tan mengatakan penyediaan perumahan layak dalam Program 3 Juta Rumah harus dibangun secara holistik.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved