Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Isi Tap MPRS 25/1966 Sudah Usang

Rudy Polycarpus
17/5/2016 06:10
Isi Tap MPRS 25/1966 Sudah Usang
(ANTARA/Didik Suhartono)

DIREKTUR Imparsial Al Araf mengingatkan agar aparat Polri, TNI tidak bertindak berlebihan dalam menanggapi isu komunis.

Apalagi sampai melarang memiliki dan membaca buku tentang komunis.

Sebab, menurut Al Araf, orang yang membaca buku komunis tak serta-merta menganut paham tersebut. Bisa jadi, orang yang bersangkutan justru ingin mengkritik paham komunisme.

"Keliru kalau memproses hukum seseorang yang membaca buku komunisme. Sementara, di kampus orang yang baca buku Karl Marx disebut bagian dari akademis," ucapnya.

Ia memandang, isu kebangkitan komunisme dibangkitkan sebagai bagian dari propaganda untuk membenamkan isu sesungguhnya, yakni membongkar kasus pelanggaran HAM 1965.

Menurutnya, setiap ada upaya mengungkap kasus kejahatan 1965, selalu ada counter propaganda terkait isu kebangkitan komunisme.

Diungkapkannya, masyarakat Indonesia sudah dewasa, tidak akan mudah terprovokasi.

Upaya berlebihan dalam penertiban atribut berbau komunis oleh aparat justru akan kontraproduktif terhadap upaya penuntasan peristiwa 1965.

Pemerintah, sambungnya, harus mendorong usaha untuk mewujudkan suatu penyelesaian yang beradab dan berkeadilan bagi semua pihak yang merasa menjadi korban dalam peristiwa 1965.

Mekanisme rekonsiliasi tersebut kini tengah dirumuskan berbagai pihak bersama pemerintah.

Terkait dengan 2 pemuda di Ternate, Maluku, yang ditangkap dan ditahan karena memakai baju kaus bertuliskan PKI (Pecinta Kopi Indonesia) berlambang palu dan arit, Al Araf menilai itu bukanlah bentuk pelanggaran, melainkan sebuah kebebasan berekspresi.

"Secara formal ada Tap MPRS 25/1966 yang melarang pengajaran soal marxisme, komunisme, leninisme. Tap MPRS ini sampai sekarang belum pernah dicabut walaupun di zaman Presiden Gus Dur hal ini pernah diupayakan untuk dicabut," ujarnya.

Meskipun demikian, sambungnya, isi Tap MPRS tadi sudah jauh dari relevansinya saat sekarang.

Sebab, paham komunis pada praktiknya sudah gagal dan usang.

Propaganda

Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla berpendapat, untuk menangkal pengaruh ideologi komunisme, salah satu kuncinya ialah meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Demikian disampaikan Ketua Umum Hidayatullah Nasirul Haq saat bertemu Kalla di Kantor Wapres, Jakarta, kemarin. Nasirul datang bersama sejumlah pengurus Hidayatullah.

"Beliau (Kalla) mengatakan yang dibutuhkan ialah kesejahteraan rakyat. Itu agar ideologi komunis tidak ada ruang karena memanfaatkan adanya ketimpangan ekonomi dan sosial," ujarnya seusai pertemuan dengan Wapres.

Sementara itu, Ketua Harian Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Pancasila, Yudi Latif mengatakan bahwa santernya isu kebangkitan komunis bisa diwaspadai sebagai counter propaganda kekuatan global untuk menyebarkan pengaruhnya di Indonesia.

"Perlu diwaspadai komunisme bentuk lain, pemilik modal dan kapital. Siapa tahu itu sebagai counter strategy kekuatan global dengan membangkitkan isu komunisme sebagai pintu masuk menyebarkan pengaruh di indonesia," tuturnya. (Nov/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya