Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Ombudsman Terima 1.612 Laporan terkait Pertanahan selama 2021

Tri Subarkah
17/11/2021 23:46
Ombudsman Terima 1.612 Laporan terkait Pertanahan selama 2021
Ilustrasi mafia tanah(Antara)

OMBUDSMAN Republik Indonesia menerima 1.612 laporan terkait agraria atau pertanahan selama 2021. Substansi laporan ihwal pertanahan menjadi yang tertinggi dibanding masalah kepegawaian (984 laporan), kepolisian (940 laporan), maupun pendidikan (913 laporan).

Anggota Ombudsman Dadan Suparjo Suharmawijaya mengakui laporan yang diterima pihaknya terkait tanah memang banyak. Kendati demikian, tidak bisa digeneralisasi menjadi persoalan mafia tanah. Ia menyebut salah satu tipologi substansi laporan pertanahan yang diterima ORI adalah pelayanan yang bertendensi konflik.

"Permohonan hak melalui PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) terhenti karena adanya kalim aset dari instansi pemerintah/BUMN," jelas Dadan melalui keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Rabu (17/11).

Tipologi lainnya antara lain tumpang tindih kepemilikian, proses pengadaan tanah, sengketa konflik perkebunan, maupun pelayanan terkait pendaftaran tanah, pengukuran ulang tanah, maupun pengembalian batas. Munculnya mafia tanah, kata Dadan, disebabkan adanya tumpang tindih sertifikat. Kendati demikian, masalah ini bisa juga disebabkan karena cacat administrasi saat penerbitan. Dari sisi pemilik, salah satu penyebab masaah itu adalah saat penyerahan kuasa kepada pemilik lain untuk melakukan perbuatan hukum di atas tanah.

Di sisi lain, persoalan tumpang tindih sertipikat juga 
terjadi pada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Misalnya, petugas BPN tidak menguji keabsahan dokumen, layanan pertanahan tidak didukung data yang akurat, serta ketidakcermatan maupun adanya oknum petugas yang melakukan penyimpangan.

Ombudsman menyarankan Kementerian Agararia dan Tata Ruang Kota/BPN untuk memperbaiki pengelolaan warkah dengan menyusun regulasi internal, penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, sumber daya manusia yang kompeten, dan melakukan digitalisasi secara bertahan. Selain itu, perlu dilakukan koordinasi dengan instansi terkait dokumen digital sebagai bukti yang sah di persidangan.

"Saran perbaikan lainnya bagi ATR/BPN adalah menyusun mekanisme penagnanan terhadap warkah yang tidak ditemukan dengan melibatkan Inspektorat Jenderal ATR/BPN serta melakukan pemeriksaan internal saat terjadinya warkah yang tidak ditemukan dengan melibatkan inspektorat," pungkasnya. (OL-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya