Pemangkasan Tahapan Pemilu Harus Lewat Revisi UU

Indriyani Astuti
17/9/2021 13:29
Pemangkasan Tahapan Pemilu Harus Lewat Revisi UU
Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati(MI/Susanto)

MENYEDERHANAKAN  tahapan bisa menjadi salah satu opsi yang bisa dilakukan agar penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) 2024 lebih efisien.

Direktur Eksekutif Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan Dari hasil rapat dengar pendapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan penyelenggara pemilu, pemerintah ingin ada efisiensi dari sisi tahapan dan penyederhanaan untuk Pemilu 2024.

Namun, untuk menyederhanakan tahapan seperti memotong masa kampanye yang dianggap terlalu panjang, perlu ada perubahan terhadap Undang-Undang No. 7/2017 tentang Pemilu.

"Tantangannya adalah bahwa tahapan pemilu kita ini waktunya sudah ditetapkan oleh UU Pemilu, misalnya untuk pendaftaran calon disebutkan paling lambat 8 bulan sebelum hari H (pemungutan suara)," ujar Ninis ketika dihubungi, Jumat (17/9).

Agar lebih efisien, imbuhnya, potong saja masa tahapan itu. Sehingga tahapan pemilu tidak panjang. Hal itu ia katakan merespons kekhawatiran pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, bahwa kampanye yang terlalu panjang bisa berpotensi menimbulkan gejolak politik di masyarakat. "Artinya potong saja masa kampanyenya. Untuk itu diperlukan perubahan dari sisi UU," ucap Ninis.

Baca juga: Terbitkan SE, Mendagri MInta Pejabat Pemda Hindari Konflik Kepentingan

Menurut Ninis, tidak adanya revisi UU Pemilu, akan membuat pemilu 2024 sangat kompleks dari sisi tata kelola. Pemilu lima kotak, ujar Ninis, akan membuatbeban kerja penyelenggara pemilu, semakin berat ditambah dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024.

"Padahal MK dalam Putusan 55/2019 menyebutkan dalam memilih desain keserentakan pemilu salah satu yang perlu dipertimbangkan adalah soal beban kerja penyelenggara pemilu, jangan sampai beban kerjanya melampaui kewajaran," tegas Ninis.

Ninis mengatakan bisa saja penyederhanaan jadwal dan tahapan pemilu, diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Hanya saja, ia menilai ada kelemahan karena PKPU tidak bisa banyak mengakomodasi karena PKPU harus tetap sejalan dengan UU uang merupakan aturan diatasnya.

Saat ini, penyelenggara ad hoc yang bertugas pada pemilu 2019 tengah mengajukan gugatan uji materi UU Pemilu terkait keserentakan jadwal pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ninis menuturkan jika MK nanti mengabulkan gugatan tentang jadwal pemilu, pembuat UU harus patuh pada putusan MK.

Pada sidang terakhir yang digelar awal September 2021, MK menanyakan kepada perwakilan pemerintah mengenai kajian yang utuh terkait keputusan tidak melakukan revisi terhadap UU pemilu.

"Karena putusan MK final dan mengikat, jadi tidak harus menunggu UU Pemilu direvisi untuk menjalankan putusan MK. Putusan MK bisa langsung berlaku begitu selesai dibacakan. Hal ini nantinya pasti menjadi momentum untuk perbaikan menuju 2024," tukasnya.

Seperti diberitakan, Mendagri menolak usulan KPU RI yang ingin pemungutan suara pemilu 2024 diselenggarakan Rabu 21 Februari 2024. Pada rapat dengar di DPR, Kamis (16/9) pemerintah mengusulkan agar pemilu 2024 dilaksanakan April atau Mei sehingga tahapannya tidak terlalu panjang dan lebih efisien. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akhmad Mustain
Berita Lainnya