Headline

Bansos harus menjadi pilihan terakhir.

10 Tahun Tanpa Kepastian Hukum, Tersangka Kasus Bank Swadesi Tuntut Keadilan

Hilda Julaika
19/8/2021 21:17
10 Tahun Tanpa Kepastian Hukum, Tersangka Kasus Bank Swadesi Tuntut Keadilan
Para tersangka Bank Swadesi(Antara)

20 tersangka Bank Swadesi (Bank of India Indonesia) meminta keadilan kepada Bareskrim Polri kepastian hukum. Pasalnya, 20 tersangka yang terdiri dari mantan direksi, komisaris dan pegawai Bank Swadesi berstatus tersangka selama 10 tahun. Mereja dijerat Pasal 49 ayat 2 huruf B UU Perbankan atas dugaan tindak pidana perbankan (tipibank) debitur wanprestasi PT Ratu Kharisma atas nama Kishore Kumar Pridhnani.

Kuasa hukum para tersangka, Fransisca Romana mengatakan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) dalam kasus tersebut sudah dikembalikan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) kepada penyidik Bareskrim.

"Klien saya ditersangkakan pasal 49 ayat 2 huruf b UU Perbankan karena diduga melanggar SOP. Sudah 10 tahun mereka menyandang status ini tanpa ada kepastian hukum," ujar Fransisca, di Mabes Polri, Kamis (19/8).

Saat meminta keadilan dengan mendatangi Bareskrim, para tersangka kompak mengenakan kaos putih dengan tulisan 'Menuntut Keadilan'. Kedatangan para tersangka ke Bareskrim, untuk diperiksa sebagai saksi. Namun juga untuk menanyakan kejelasan status penyidikan perkara mereka di Bareskrim.

Terlebih, setelah ada informasi adanya pengembalian SPDP dan Sprindik perkara oleh Kejaksaan Agung. "Hal ini berarti proses penyidikan telah tidak memenuhi ketentuan undang-undang sehingga SPDP berikut sprindik dikembalikan kepada Penyidik Dirtipideksus Polri," ujar Fransisca.

Fransisca menambahkan, para tersangka sudah lelah secara fisik dan mental. Terlebih di tengah pandemi ini mereka dipanggil terus menerus oleh penyidik yang semula jadi tersangka sekarang menjadi saksi karena alasan splitsing. Sehingga proses penyidikan 10 tahun menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi mereka.

Selain itu, kondisi usia beberapa mantan Direksi, Komisaris dan Pegawai BoII sudah memasuki usia pensiun dengan usia rata-rata saat ini sudah mencapai 70 sampai 83 tahun. Faktor usia tersebut membuat para kliennya tidak dalam kondisi sehat dan prima. Bahkan ada dari kliennya yang menderita stroke permanen.

Sebagai informasi, sebelumnya terdapat penetapan tersangka atas dasar pelanggaran  SOP internal BoII terjadi saat memproses kredit PT Ratu Kharisma pada tahun 2008 sejumlah Rp10 Miliar dan Rp500 juta.

Namun,  PT Ratu Kharisma tidak ingin membayar kreditnya sehingga jaminan kredit yang diikat hak tanggungan pun dilelang. Padahal merujuk pada Peraturan OJK No. 42/POJK.03/2017. Di dalamnya mengatur sanksi administratif yang memengaruhi penilaian kesehatan Bank, jika ada pelanggaran SOP.

Hal yang sama juga pada PBI No. 9/14/PBI/2007 dan Surat Edaran BI No. 10/47/DPNP sanksinya adalah koreksi dan denda apabila terjadi kekeliruan dalam pelaporan SID kepada BI. Namun, hingga saat ini 20 orang tersangka tidak pernah mendapatkan teguran baik secara lisan maupun tertulis dari BI/OJK, Dewan Komisaris, dan tidak ada temuan pelanggaran oleh Tim Audit/Akuntan Publik.

"Ibarat ada pencopet mengambil dompet tapi yang disalahkan justru yang kehilangan dompet karena tidak hati-hati menyimpan dompetnya," jelas Fransisca.

Pihak kuasa hukum juga menyebut sudah mengirimkan  surat pengaduan kepada Presiden Republik Indonesia yang membawahi Kapolri dan Kejaksaan Agung. Fransisca berharap kasus ini bisa segera dihentikan. Pasalnya, apabila kasus seperti ini dibiarkan berlarut penyelesaiannya dan dipaksakan untuk tetap dilanjutkan bakal menjadi preseden yang buruk atas penanganan perkara pidana 10 tahun tanpa ada kepastian hukum tersebut. (OL-8)

 

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Polycarpus
Berita Lainnya