Headline
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Konsistensi penegakan hukum perlindungan anak masih jadi tantangan
Di Indonesia, cukai rokok sulit sekali naik, apalagi pada tahun politik.
KOMISI Kejaksaan (Komjak) mendorong segera pengesahan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS). Beleid itu bakal mengisi kekosongan hukum.
"Kekosongan hukum yang menjadi alat bagi penegak hukum untuk menjalankan secara konsisten, beberapa hal yang selama ini sering menjadi kendala bisa diatasi," kata Ketua Komjak Barita Simanjuntak dalam diskusi virtual Forum Diskusi Denpasar 12 bertajuk 'Alarm Krisis Kekerasan pada Perempuan Indonesia', Rabu (30/6).
Barita mengatakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak kerap tidak dilaporkan secara langsung oleh korban. Komjak kerap jemput bola supaya korban mau mengadu.
Baca juga: Bentengi Indonesia dari Pengaruh Informasi Negatif
"Kalau kasusnya perempuan dan anak kami tidak menunggu, tapi kami sering mengonfirmasi dimana korban ini berada," ucap Barita.
Barita menuturkan pengaduan kekerasan terhadap perempuan dan anak kerap menemui kendala. Misalnya, tidak selalu bisa hadir karena beban psikologis yang besar.
Dengan demikian, diperlukan sebuah produk hukum yang memberikan kapasitas bagi penegak hukum untuk berperan penuh dalam membantu korban kekerasan seksual. Sekaligus memberikan kenyamanan bagi korban dalam mengadukan peristiwa yang dialami.
"Rasanya sangat relevan kalau hal yang berkaitan dengan ini upaya untuk mewujudkan itu lewat UU penghapusan kekerasan seksual ya, dan itu bisa segera disahkan dan bisa segera diundangkan," pungkas Barita. (OL-1)
WARTAWAN Senior Usman Kansong menilai bahwa pendekatan hukum dalam implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) hingga kini masih tersendat.
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyoroti lambannya implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) meski telah disahkan sejak 2022
Pada 1974, ia menjadi korban pemerkosaan di sebuah kamar motel di Long Island, New York, Amerika Serikat.
LAPORAN baru dari Israel menuduh Hamas menggunakan kekerasan seksual sebagai senjata perang selama serangan 7 Oktober. Namun, seorang pejabat tinggi PBB membantahnya.
Selain itu, santri putra ditemukan lebih rentan (1,90%) dibandingkan santri putri (0,20%), terhadap kekerasan seksual di pesantren.
KOMISI Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan pemerintah Indonesia untuk secara serius melaksanakan Rekomendasi Umum Nomor 30 CEDAW.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved