Headline
Pemerintah tegaskan KPK pakai aturan sendiri.
PUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55 /PUU-XVIII/2020 terkait verifikasi partai politik peserta pemilu dinilai tidak memberikan rasa keadilan. Peneliti Perludem Heroik Pratama mengatakan putusan itu bertentangan dengan menciptakan keadilan bagi partai politik (parpol) peserta pemilu, khususnya pemilihan 2024. Putusan MK tersebut mengembalikan ambang batas parlemen (Electoral threshold) layaknya Pemilu 2004 yang sudah dibatalkan MK sebelumnya.
"Bagaimana parpol jadi peserta di pemilu sebelumnya dan punya kursi di DPRD kemudian diberlakukan berbeda? Dia harus tetap verifikasi sesuai ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017," ucapnya dalam diskusi daring bertajuk Verifikasi Parpol Peserta Pemilu, Senin (14/6).
Heroik menekankan putusan MK tersebut, memberikan perlakuan berbeda bagi parpol daerah yang sebetulnya telah memiliki kursi di DPRD dan punya basis dukungan atau konstituen di daerah.
"Kalau kami lihat dari pemilu yang ada sekalipun parpol yang sudah sudah melampaui ketentuan yang ada dan berbadan hukum, tapi ketika diverifikasi ulang dengan UU pemilu dengan ketentuan 100% kepengurusan di provinsi dan lain-lain, kemudian tidak lulus jadi peserta pemilu," ujar Heroik.
Dalam melihat dinamika tersebut Perludem mencoba memisahkan dua arena kontestasi. Menurutnnya parpol wajib dipastikan memiliki konstituen sebagai syarat mutlak dalam kepesertaan pemilu.
"Ketika sekelompok orang ingin membentuk parpol bisa masuk dalam UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, tetapi ketika bisa parpol dalam kepesertaan pemilu yang arenanya adalah kontestasi yang di sana harus ada konstituen, maka basis syaratnya harus basisnya konstituen juga. Bagi kami yang logis adalah ketika parpol ingin ikut pemilu dia harus diukur mampu memiliki konstituen di dalam daerah pemilihan karena basis arena konstitusi adalah arena pemilihan," paparnya.
Baca juga: Puan Bergerak, Baliho Dukungan Menyeruak
Senada, anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini mengungkapkan isu krusial verifikasi parpol muncul setelah putusan MK. Sebanyak sembilan partai tidak ikut dalam verifikasi faktual pada pemilu 2024, dinilai Titi sangat rentan, pasalnya penyelenggara tidak mengetahui mesin partai tidak berjalan.
"Artinya tidak diperiksa keabsahan persyaratannya maka ada potensi kepengerusan ganda, keanggotaan ganda, potensi pencatutan nama pengurus dan potensi pencatutan nama anggota," ungkapnya.
Isu tersebut sudah menjadi rahasia umum yang diketahui para penggiat pemilu, bahkan penyelenggara. Dalam validitas kepengurusan dan keanggotaan, penyelenggara harus memastikan status anggota yang meninggal dunia, berpindah partai, pindah kewarganegaraan, atau mengundurkan diri karena menjadi ASN atau TNI Polri.
"Verifikasi adminitrasi dituntut mampu mengindentifikasi dan mencegah potensi terjadinya problematika kepengurusan dan keanggotaan parpol. Diperlukan terobosan KPU untuk membuat pengaturan yang mencegah terjadinya masalah hukum dalam verifikasi hukum," ujar Titi.
Selain itu KPU perlu memfasilitasi layanan berbasis teknologi, sebagai intrumen partisipasi masyarakat untuk memeriksa status kepartaian.
"Ini untuk menghindari pencatutan seseorang sebagai pengurus atau anggota parpol tertentu," ucapnya.
Titi menekankan pada verifikasi adminitrasi pada pemilu 2024, selama persyaratan masih seperti dalam pasal 173 ayat 2, maka dituntut mampu mengindentifikasi dan mencegah terjadinya masalah dalam kepengurusan dan keanggotaan parpol.
Sementara itu pengamat hukum Universitas Andalas Feri Amsari mengkritisi putusan MK yang tidak memertimbangkan tujuan pembentukan parpol, termasuk perlunya parpol diverifikasi.
"MK tidak memertimbangkan itu dan kenapa parpol yang ikut pemilu perlu diverifikasi. Padahal tidak mungkin partai tidak mengalami pasang surut dari periode satu ke pemilu berikutnya. Apalagi untuk memastikan parpol berjalan baik sesuai tujuan agar parpol bisa menjembatani kepentingan rakyat secara nasional," cetusnya.
Hal tersebut menjadi alat ukur bahwa partai berjalan sesuai tujuannya sehingga verifikasi faktual menjadi alat ukur yang tepat untuk membuktikan eksistensi parpol di tengah masyarakat.
"Alat ukutnya verifikasi faktual tidak mungkin verifikasi administrasi. Ini jadi tanda tanya bagi saya. MK tidak menyinggung ini pentingnya dibentuknya parpol. Jadi penyelenggara pemilu memiliki tugas untuk mematikan bahwa parpol harus bekerja walaupun putusan MK yang mengatakan yang harus diverifikasi faktual adalah partai yang baru yang belum lulus ambang batas parlemen," tukasnya. (P-5)
Sejumlah partai politik yang pernah mengganti logo ternyata tidak memberikan efek positif. Beberapa justru suaranya ambles.
Ketum PSI Kaesang Pangarep berkomitmen partainya terus bertransformasi menjadi partai yang inklusif dan terbuka. Ia mengajak kader PSI untuk berpartisipasi aktif dalam Pemilu Raya
WAKIL Ketua Badan Legislasi DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengkritik Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah melampaui kewenangan konstitusional karena menetapkan pemisahan pemilu nasional dan lokal
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
Peneliti BRIN Lili Romli meminta partai politik menyudahi polemik soal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan antara pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal
SEJUMLAH partai politik menyatakan penolakannya terhadap Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 soal pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah atau lokal.
Jaksa meminta Mahkamah Agung Brasil memvonis mantan presiden Jair Bolsonaro bersalah dalam dugaan rencana kudeta Pemilu 2022.
Kelima isu tersebut juga menjadi akar berbagai pelanggaran etik penyelenggara pemilu.
Rifqi mengeluhkan bahwa isu kepemiluan selalu hadir. Meski pesta demokrasi itu sudah beres
Partisipasi pemilih tidak ditentukan oleh desain pemilu, tetapi oleh kekuatan hubungan antara pemilih dan para kontestan.
PARTAI Kebangkitan Bangsa (PKB) menilai pemilu terpisah tidak berpengaruh terhadap sistem kepengurusan partai. Namun, justru berdampak pada pemilih yang lelah.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved