Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
PENGUSAHA bernama Iwan Cendekia Liman memaparkan bahwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman dan menantunya, Rezky Herbiyono adalah pihak yang dapat mengurus perkara hukum antara PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) dan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Hal itu diutarakannya saat menjadi saksi perkara dugaan suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh Nurhadi dan Rezky.
Menurut Iwan, Rezky memperkenalkannya kepada Hiendra pada 2015. Kepadanya, Rezky menyebut bahwa Hiendra sedang berada dalam masalah karena dizholimi oleh rekan bisnis. Oleh sebab itu, semua pinjaman PT MIT dibekukan. Dalam perkenalan tersebut, Rezky menyebut bahwa ia dan Nurhadi sedang menangani perkara yang dialami oleh Hiendra.
"Rezky Herbiyono memperkenalkan kepada saya, bahwa perkaranya (Hiendra) lagi ditangani oleh saudara Rezky Herbiyono dan Pak Nurhadi," ungkap Iwan di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (8/1).
"Saudara mengetahui hal itu dari mana, bahwa yang akan menangani Pak Nurhadi sama Rezky?" tanya jaksa penuntut umum (JPU) KPK Wawan Yunarwanto kepada Iwan.
"Atas pemberitahuan dari saudara Rezky Herbiyono, ketika kita bertemu di kantor Office 8 Senopati," jawabnya.
Baca juga: Positif Korona, 14 Tahanan KPK Dibawa ke Wisma Atlet
Dari pertemuan tersebut, Iwan menyebut bahwa Rezky ingin meminjam uang sebesar Rp10 miliar kepadanya. Uang tersebut digunakan untuk mengurusi perkara antara PT MIT dan PT KBN. Iwan mengakui dirinya melakukan transfer uang dari rekeningnya sendiri ke rekening Rezky pada 19 Juni 2015. Adapun jaminan dari pinjaman tersebut adalah delapan lembar cek PT MIT senilai Rp81 miliar.
Untuk meyakinkan bahwa perkara PT MIT benar-benar ditangani oleh Nurhadi, Iwan juga sudah melakukan pertemuan dengannya. Pertemuan pertama terjadi pada tanggal yang sama saat ia mentransfer uang ke Rezky. Namun hal itu gagal karena Nurhadi sedang berulang tahun dan suasananya terlalu ramai.
"Pada tanggal 20 Juni 2015, saya kembali ketemu Pak Nurhadi dan Rezky untuk memastikan hal tersebut di Hang Lekir," jelas Iwan.
Dalam pertemuan kedua tersebut, pembahasan secara rinci dengan Nurhadi belum dilakukan. Kendati demikian, Rezky sempat mengantakan hal yang membuatnya yakin bahwa Nurhadi sungguh-sungguh akan menyelesaikan perkara PT MIT.
"Ketika saya izin ke toilet dan pas mau balik ke ruangan, Rezky Herbiyono keluar dari ruangan dan mengatakan, 'Iwan, tenang aja bro, perkara ini Babeh (Nurahdi) udah pastikan aman'," ujar Iwan menirukan ucapan Rezky.
"Apa yang dikatakan Rezky itu adalah apa yang dikatakan Pak Nurhadi, saya menganggap Rezky dan Pak Nurhadi adalah satu kesatuan," pungkasnya.
JPU KPK mendakwa Nurhadi menerima uang dari Hiendra melalui Rezky untuk mengurus penanganan perkara perdata antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN). Masalah antara kedua perusahaan itu terkait gugatan perjanjian sewa menyewa depo container milik PT KBN di wilayah KBN Marunda, Jakarta Utara.
Suap lainnya dari Hiendra kepada kedua terdakwa dilakukan untuk memenangkan gugatan yang diajukan Azhar Umar di PN Jakarta Pusat terkait akta nomor 116 tertanggal 25 Juni 2014 tentang Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT MIT.
Adapun total keseluruhan uang yang diterima dari Hiendra kepada kedua terdakwa lebih dari Rp45 miliar. (OL-4)
PAKAR hukum pidana Universitas Trisaksi Abdul Fickar Hadjar menyoroti diskon hukuman terhadap Setya Novanto dan tuntutan ringan atau tak maksimal kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
PENGACARA Setya Novanto (Setnov), Maqdir Ismail membeberkan bukti baru yang meringankan hukuman menjadi 12,5 tahun penjara, dari sebelumnya 15 tahun yakni keterarangan FBI
MAHKAMAH Agung (MA) mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) dan mengurangi hukuman mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dalam kasus korupsi pengadaan E-KTP.
MAKI menyayangkan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan peninjauan kembali (PK) dan mengurangi hukuman mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) dalam kasus korupsi pengadaan E-KTP.
Putusan hakim tidak boleh diganggu gugat dalam sebuah persidangan. Namun, KPK menyoroti pemberian efek jera atas penyunatan hukuman untuk terpidana kasus korupsi pengadaan KTP-E itu.
KUBU Setnov mengaku tidak puas dengan putusan peninjauan kembali yang memangkas hukuman menjadi penjara 12 tahun enam bulan, dari sebelumnya 15 tahun. Setnov dinilai pantas bebas.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved