Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Partispasi Publik dalam Pilkada Serentak Cenderung Rendah

Sri Utami
09/12/2020 17:56
Partispasi Publik dalam Pilkada Serentak Cenderung Rendah
Ilustrasi(Antara)

TINGKAT partisipasi publik dalam Pilkada Serentak kali ini cenderung menurun atau hanya mencapai sekitar 50%. Meski hal tersebut belum menjadi kepastian tetap namun di beberapa kota tingkat partisipasi yang rendah sangat terlihat seperti di Tangerang Selatan dan Depok.

"Di beberapa dua kota seperti Tangsel dan Depok partisipasi agak rendah. Mungkin karena faktor pandemi lalu kedua faktor cuaca tapi ini memang belum hasil rata-rata," ujar Direktur Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Ferry Kurnia Rizkiyansyah , Rabu (9/12).

Dia mencontohkan di beberapa TPS partisipasi publik untuk datang ke TPS bahkan tidak sampai setengahnya. Dari 300 pemilih yang hadir hanya 90 orang atau kurang dari 150 orang.

"Jadi rata-rata hanya 30% tapi itu belum semuanya. Jika sudah semuanya baru bisa dilihat apakah benar-benar ada penurunan partisipasi publik," imbuhnya.

Jika partisipasi publik hanya mencapai 50% maka dapat dipastikan terjadi penurunan namun hal tersebut tidak dapat dikatakan sebagai target yang meleset jauh dari target KPU yakni 77,5%.

"Tidak bisa dikatakan tidak realistis karena itu merupakan standar atau capaian upaya"

Baca juga : Pasangan Calon Tunggal Kediri Bersaing dengan ‘’Artis Korea’’

Di sisi lain rendahnya partisipasi publik juga bisa disebabkan publik tidak mengenal calonnya. Meski demikian hal tersebut dapat berubah jika tingkat kompetisi calon yang tinggi seperti yang terjadi di Medan Sumatera Utara.

"Paling pasti calon tidak dikenal oleh pemilih jadi tinggal kompetisi yang tinggi bisa mengubah itu," ucapnya.

Sementara itu menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia Yunarto Wijaya pilkada kali ini tidak bisa lepas dari kondisi pandemi salah satu yang utama terkait partisipasi publik.

"Sulit untuk apple to apple membandingkan antara pilkada sebelumnya dengan pilkada sekarang. Karena golput secara teknis orang takut ke TPS sekadar badannya merasa panas atau pusing sudah menilai tidak layak ke TPS. Bagaimana perbedaan di kota yang lebih aware dengan isu pandemi dibandingkan di desa yang mungkin situasinya tidak mencekam dengan situasi di kota," ungkapnya.

Menurutnya saat ini partisipasi publik dalam pilkada agar tidak anjlok merupakan tantangan utama kemudian kualitas demokrasi. Tingkat kompetisi yang tinggi ditambah mobilisasi dari mesin partai yang maksimal mampu mendongkrak tingkat partisipasi publik.

"Partisipasi keinginan orang secara naluriah rendah tapi daya mobilisasi dari kandidat baik positif mau pun negatif sangat mempengaruhi. Faktor partisipasi yang rendah yang tidak bisa dibaca oleh survei dan pragmatisme yamg tinggi bisa saja mengubah hasil," tukasnya. (OL-2).

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Baharman
Berita Lainnya