Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Kuasa Hukum Nilai Penangkapan Gus Nur Bermasalah

Tri Subarkah
24/10/2020 19:00
Kuasa Hukum Nilai Penangkapan Gus Nur Bermasalah
Sugi Nur Raharja alias Gus Nur (kedua kiri) sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Surabaya, Jawa Timur, Kamis (24/10/2019).(ANTARA)

LEMBAGA Bantuan Hukum (LHB) Pelita Umat selaku hukum Sugi Nur Raharja alias Gus Nur menilai penangkapan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap kliennya bermasalah. Menurut Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, saat ditangkap Gus Nur belum berstatus tersangka.

"Hal ini berdasarkan surat yang diberikan aparat kepolisian yang melakukan penangkapan hanya memberikan Surat Penangkapan dan Surat Tanda Bukti Terima Barang Bukti," kata Chandra saat memberikan keterangan pers di kanal Youtube LBH Pelita Umat, Sabtu (24/10).

Selain itu, Chandra menyebut bahwa tidak ada pemeriksaan awal terhadap kliennya. Ia mengatakan Gus Nur baru diambil keterangannya setelah ditangkap dan dibawa ke Mabes Polri. Padahal, lanjutnya, tindakan penangkapan hanya dapat dilakukan apabila tersangka tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar setelah dipanggil dua kali berturut-turut oleh penyidik.

Dalam hal ini, Chandra menyitir Perkap No 14/2021 tentang upaya paksa berupa penangkapan. Pasal 36 Ayat (1) menjelaskan bahwa proses penangkapan terhadap seorang tersangka hanya dapat dilakukan berdasar dua pertimbangan yang bersifat kumulatif, yakni adanya bukti permulaan yang cukup dan tersangka tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar setelah dipanggil dua kali berturut-turut.

"Sedangkan Ustaz Gus Nur belum pernah dipanggil secara patut dan wajar, tetapi langsung ditangkap dan baru diperiksa serta diambil keterangan setelah ditangkap," tandasnya.

Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal LBH Pelita Umat Panca Putra Kurniawan menyebut tindakan penyidik Bareskrim Polri dikhawatirkan sebagai tindakan yang arogan dan tidak berempati di musim pandemi covid-19. Pihaknya menyoalkan komitmen Korps Bhayangkara dalam melakukan tindakan hukum saat pandemi.

"Bangsa ini sedang dilanda musibah, tapi kondisi itu tidak membuat Polri bertindak arif dan bijak dalam menjalankan tugas menangani perkara," ujarnya.

Selain itu, Panca juga mendorong agar Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) segera dilakukan revisi. Ia menilai pasal-pasal karet dalam UU tersebut dikhawatirkan digunakan oleh pihak-pihak tertentu yang memegang kekuasaan dan kewenangan untuk membungkam pendapat di media daring.

Diketahui, Gus Nur ditangkap pada Sabtu (24/10) dini hari oleh penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri. Ia dituduh melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur pada Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45 Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) UU NO. 19/2016 tentang Perubahan Atas UU No 11/2008 tentang ITE.

Selain itu, Gus Nur juga diperkarakan berdasarkan ketentuan Pasal 310 dan 311 KUHP tentang pencemaran nama baik, dan Pasal 207 KUHP ihwal penghinaan terhadap penguasa.

Penangkapan Gus Nur diduga terkait ujaran kebencian yang bermuatan SARA dan penghinaan terhadap Nahdlatul Ulama (NU). Kabar penangkapan Gus Nur telah dikonfirmasi oleh Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Slamet Uliandi.

Sebelumnya, Gus Nur dilaporkan oleh Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Cirebon KH Aziz Hakim dengan barang bukti rekaman pada 21 Oktober lalu. Gus Nur dinilai telah menghina NU di acara dialog di kanal Youtube Munjiat.

"Gus Nur ini sudah berkali-kali melakukan ujaran kebencian terhadap NU, tak hanya sekali ini. Tentu kami merasa ini tidak boleh kami diamkan perlu kami mintai pertanggungjawaban Gus Nur. Oleh karena itu kami mencoba melaporkan ke Bareskrim," papar Aziz. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya