PAKAR politik dan pemerintahan Djohermansyah Djohan menyarankan agar pemerintah dan penyelenggara pemilu menunda pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2020. Pasalnya, ungkap pendiri Institut Otonomi Daerah (I-Otda) ini, publik sudah menyaksikan bagaimana proses tahapan Pilkada berpotensi menghadirkan kluster baru penyebaran virus covid-19.
“Tidak perlu dipaksakan daripada akhirnya pesta demokrasi ini melahirkan kluster Pilkada,” katanya dalam webinar bertajuk ‘Penyelenggaraan Pilkada Serentak Yang Aman dan Edukatif Di Masa Pandemi’ yang diselenggarakan Universitas Pertahanan Indonesia, Jumat.
Menurut Djohermansyah, berdasarkan regulasi, proses penundaan bahkan pembatalan Pilkada dimungkinkan jika bencana alam dan non-alam. Lagipula, tambahnya, bagaimana pemilu bisa disebut sebagai pesta demokrasi jika suasananya tidak kondusif. “Dengan situasi pandemi ini, siapa yang berani pergi ke bilik suara? Banyak negara yang menunda pemilu nasional dan lokal. kalau pun dipaksakan, partisipasinya rendah,” ujar mantan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri ini.
Sebagaimana diketahui, puluhan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah beserta tim suksesnya yang mendaftar ke KPU hasil tes swab-nya positif. Selain itu sejumlah petugas pelaksana pilkada, baik KPU dan Bawaslu dengan segenap jajarannya juga banyak yang terkena virus covid-19.
Baca juga :Kejagung belum Tetapkan Tersangka Baru dalam Kasus Jaksa Pinangki
“Kita tahu kedisplinan masyarakat dan aktor politik dalam menjalani protokol kesehatan masih rendah. Tapi parahnya tidak ada sanksi yang cukup tegas. Terbukti saat pendaftaran kemarin banyak yang melanggar tapi tidak ada yang disanksi karena belum ada regulasinya,” paparnya.
Djohermansyah meyakini seharusnya pemerintah dan DPR tidak perlu khawatir apabila Pilkada ditunda dan kepala daerah yang habis masa jabatannya diganti dengan caretaker kepala daerah. “Toh masih banyak pejabat birokrasi yang kualitasnya lebih baik dari politisi yang menjadi kepala daerah,” pungkasnya. (P-5)